Eternal Memorial Park, 29 Mei pukul 10:00.
Hari ini matahari seperti membelokan arah cahayanya dari tempat ini. Sedangkan awan hitam malah berduyun-duyun mengerumuni lagit Eternal Memorial Park. Beberapa orang dari kalangan atas tampak silih berganti mengunjungi tempat ini dengan mengenakan pakaian serba hitam. Seolah suasana kesedihan selalu menyelimuti tempat ini setiap saat.
Pagi ini genap delapan tahun sudah Ayah Arran meninggalkan dunia ini. Setiap tahun semua keluarga Arran berkumpul di tempat ini. Termasuk Ibu dan Kakak tiri Arran. Arran begitu membenci ibu dan kakak tirinya itu. Dia sempat mengira bahwa mereka berdualah dalang dari kematian Ayahnya itu. Tetapi dugaan Arran terpatahkan oleh seorang pria yang ternyata adalah pembunuh Ayah Arran yang sebenarnya. Tetapi tetap saja, perasaan bencinya kepada Ibu dan kakak tirinya tidak berkurang sedikitpun.
Mereka menutup peringatan itu dengan lantunan doa. Ibu tiri Arran yang menangis sejak peringatan ini dimulai kini berhenti menangis seiring dengan selesainya kegiatan ini. Arran yang tengah menyoroti gelagat Ibunya itu kini memalingkan wajahnya. Ia sudah muak melihat drama yang dibuat oleh ibunya itu. Sejak kapan ibu tirinya itu peduli pada Ayahnya. Bukankah saat kematian Ayahnya pun ibu tirinya itu menghilang entah kemana. Ibunya baru muncul setelah tiga hari kemudian dengan tangisan yang dibuat-buat.
Ibu dan kakak tirinya serta semua keluarga kecuali Arran beranjak pergi. Arran masih terdiam di depan pemakaman Ayahnya dengan tatapan kosong. Tak ad orang yang mau menegurnya atau mengajaknya untuk pulang. Setiap tahun, setelah semua orang selesai berdoa Arranlah yang terakhir meninggalkan pemakaman. Ia berdiam diri cukup lama di depan makam Ayah dan Ibu kandungnya itu. Tak ada orang yang mengetahui bahwa Arran perlahan menitikan air mata.
Sebenarnya Arran sangat menyayangi Ibu dan Ayah kandungnya itu. Malangnya Arran, Ibunya sudah meninggalkannya saat usianya masih tujuh tahun dan Ayahnya kemudian menyusul Ibunya tiga belas tahun kemudian. Meski Arran menghabiskan waktu lebih sedikit dengan Ibunya tapi justru lebih dekat dengan Ibunya. Ayah Arran terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga setelah kepergian Ibunya Arran begitu kehilangan dan kesepian. Belum lagi setelah satu tahun kepergian Ibunya, Ayah Arran tiba-tiba membawa orang asing yang kini ia panggil ibu tiri dan kakak tirinya itu ke rumahnya. Arran semakin tertinggal dan kesepian.
Sudah satu jam Arran merenung di depan makam kedua orang tuanya. Arran Akhirnya memaksakan dirinya untuk bangkit dan beranjak pergi dari tempat itu. Ia meraih sapu tangan dari dalam saku jasnya dan mengelap kelopak matanya. Saat hendak melangkahkan kaki dari pemakaman Arran melihat seseorang yang tampaknya berjalan ke arahnya. Seseorang itu tak mampu Arran kenali dari kejauhan. Semakin dekat jarak antara keduanya, barulah Arran mengenali siapa seseorang itu. Seorang pria paruh baya mengenakan kaca mata dan menenteng koper hitam serta setelan jas hitam rapih yang ternyata adalah notaris kepercayan Ayahnya. Pak Cornelius nama notaris itu, ternyata tidak datang sendiri. Dua orang pria yang mengenakan setelan jas hitam dan kaca mata hitam tampak berjalan di belakang Pak Cornelius. Mereka berdua sepertinya adalah asisten Pak kornelius.
Pak Cornelius menjabat tangan Arran. Ia lalu memeluk erat Arran dan membisikkan sesuatu ke telinga Arran.
"Sulit sekali untuk menemui Tuan tanpa diketahui oleh siapapun. Ada sesuatu yang harus aku bicarakan dengan Tuan. Ini terkait Tuan Ares".
Pak Cornelius lalu melepaskan pelukannya pada Arran.
Arran menatap wajah Pak Cornelius dengan keraguan. Ia melepaskan kacamata hitamnya yang dari tadi ia kenakan.
"Ayah? Ada apa lagi dengannya? Apakah Ayah memiliki masalah yang aku tidak ketahui?".
"Sebenarnya bukan masalah Ayah anda, tetapi masalah Anda lebih tepatnya. Akan kuberi tahu detailnya nanti. Temui aku di Atlanta hotel pada pukul sembilan malam dan usahakan tidak ada orang yang mengetahuinya. Aku harus segera pergi sekarang".
"Aku? Baiklah. Sampai jumpa lagi nanti Pak Cornelius. Ku harap hal itu sangat penting sehingga aku harus merahasiakan kepergianku nanti malam".
"Sampai jumpa lagi nanti Tuan".
Arran kembali sendirian. Ia tak bisa membiarkan kesendirian ini menyelimutinya. Ia akhirnya juga beranjak pergi dari tempat itu.
*
Cereon Apartment, 29 Mei 13:20 siang.
Di rumah, Aleris menjadikan dapur sebagai ruang prakteknya. Hari ini ia tengah menikmati hari liburnya yang begitu berharga. Dalam sepekan ia memperoleh dua hari jatah libur. Hari kamis dan hari jum'at. Baik hari libur atau hari kerja Aleris adalah seorang yang selalu sibuk. Hari libur ia gunakan untuk kerja part time di sebuah Caffe. Ia akan berangkat kerja ke Caffe itu nanti sore dan pulang ke rumah larut malam.
Pagi ini ia tengah mencoba sebuah resep baru yang diberikan oleh Chef Arges atasannya di Atlanta hotel tempat kerjanya. Sebuah resep kreasi masakan oriental berbahan dasar mie. Ia sengaja membuatnya pagi ini untuk teman dekatnya Tryan. Tryan hari ini tengah bekerja di Cafe yang sama dengan Caffe tempat Aleris bekerja. Aleris berencana untuk membawakan Tryan makan siang.
Cafe Kelana adalah nama tempat Aleris bekerja saat akhir pekan. Teteapi hari ini ia datang bukan untuk bekerja melainkan untuk menemui Tryan. Tryan telah memesankan sebuah meja untuk Aleris. Namun ternyata hari ini Cafe sedang ramai sehingga Aleris agak kesulitan dalam menemukan mejanya. Meja nomor 17 adalah meja yang telah dipesankan Tryan untuk Aleris. Aleris akhirnya berhasil menemukan menjanya. Tryan kemudian menghampirinya.
“Oh, kau datang lebih awal dari dugaanku. Tunggu sebentar ya, aku telah menyiapkan secangkir latte dan sepotong cake istimewa untukmu”.
“Kau tak perlu repot-repot Kak. Oh ya, aku memasak menu baru hari ini, aku membawanya untukmu agar kau bisa mencicipinya. Ambilah!”.
“Wuah dari baunya saja sudah menggugah selera, baiklah akan ku makan dengan baik. Terima kasih Al”.
“emm, sama-sama”.
Tak lama Tryan kembali datang dengan membawa secangkir latte art dengan hiasan bentuk hati di atasnya dan sepotong black forest. Wajahnya tampak begitu gugup. Ia lalu menyajikan latte itu kepada Aleris, ia mencoba untuk tetap terlihat tenang di depan Aleris. Ia lalu duduk di kursi yang berhadapan dengan kursi Aleris.
“Ih, look so cute. Aku mau foto dulu ah”. Ucap Aleris sambil mengarahkan ponselnya ke arah cangkir latte.
“aku makan ya Kak, makasih”.
“emm, sama-sama”.
Aleris tampak bahagia saat menikmati cake dan latte dari Tryan, sampai tak menyadari bahwa ada sesuatu dalam cake tersebut.
“uhuk”. Aleris memuntahkan suapan cakenya.
“apa ini? sebuah cincin?”. Ucap Aleris sambil memandangi cincin itu. Pandangannya lalu berubah ke arah Tryan. Tryan lalu mengeluarkan senyum bahagianya yang sudah ia sembunyikan sejak tadi.
"Aleris".
"Ya".
Tryan lalu mengambil cincin itu.
"Aleris. Aku sudah lama menunggu waktu ini akan datang. Sekarang tibalah saatnya. Aleris, maukah kau menikah denganku?".
Mereka saling berpandangan. Wajah Aleris tiba-tiba berubah menjadi serius dan berkaca-kaca. Tangannya menutup mulutnya. Pipinya berubah menjadi kemerahan. Ia mencoba untuk membuka mulutnya dan mengucapkan sesuatu.
"Kak Tryan...., Aku..., Aku...".
"Kriiiiiiingggg".
Belum sempat Aleris menyelesaikan perkataannya sebuah panggilan masuk di handphone nya. Panggilan itu benar-benar merusak suasana yang khidmat nan romatis itu.
"Aish..., Padahal tinggal sedikit lagi". Ucap Tryan.
"Kak Tryan. Aku harus menerima panggilan dulu. Permisi". Aleris menggapai handphone nya.
"Siapa yang berani mengacaukan moment penting dan bersejarah dalam hidupku".
Gerutu Aleris pada dirinya sendiri.
"Dasar pengac...,
Chef Arges?! Oh ya ampun. Hampir saja aku berkata buruk tentangnya. Dia akan mendengarnya walau jaraknya ratusan kilo meter".
"Hallo Chef,...".
"Ale, kau tengah menggerutu tentang diriku kan ? Jangan banyak bicara dan cepat datang ke sini. Jangan menggerutu juga tentang hari liburmu yang kacau karena panggilan dariku. Besok kau bisa mengambil ganti hari liburmu. Pokoknya cepat kesini secepatnya".
"Tapi Chef, bukankah ada Andres dan Lily yang menggantikanku hari ini?"
"Andres sakit dan Lily cidera, lengannya terkena minyak panas. Jangan banyak tanya lagi dan cepat datang ke sini".
"Tuuut...". Chef Arges langsung mengakhiri panggilannya.
"Huaaaaaaa... Kenapa?...". Aleris menangis setelah menerima panggilan dari Chef Arges.
"Kenapa Aleris? Ada apa?".
Tryan langsung menghampiri Aleris.
"Kak Tryan, aku minta maaf. Aku harus pergi sekarang. Chef memanggilku untuk datang ke sana. Soal pertanyaan Kakak yang tadi, aku akan menjawabnya besok. Sekali lagi aku minta maaf".
Wajah Aleris begitu sedih dan kecewa. Ia begitu tak enak dengan Tryan tapi ia juga tak bisa menolak panggilan kerjanya.
"Oh, tak usah khawatirkan soal pertanyaanku. Aku akan sabar menunggunya. Bergegaslah, kau pasti sudah di tunggukan?".
"Makasi Kak, sampai jumpa besok".
"Em, bye".
Tryan memasukkan lagi cincin itu ke kantungnya. Sebenarnya ia begitu kecewa, rencana yang sudah ia persiapkan sejak enam bulan terakhir tiba-tiba hancur berantakan oleh sebuah panggilan. tetapi ia tak akan bersedih dan berputus asa. Masih ada besok kan ?
Atlanta Hotel, 29 Mei pukul 19:00.
Malam itu Aleris begitu sibuk. Sejak sore tadi ia sudah kewalahan karena harus mempersiapkan bahan makanan yang akan dimasak. Masalahnya, pemesan kali ini meminta hidangan barat dan timur yang sulit. Belum lagi hari ini hanya ia dan Chef Arges yang bertugas.
"Siapa orang yang memesan menu malam ini chef? Aku dengar ia memesan semua kursi, benarkah? Wah pasti ia akan menggelar moment romatis di sini malam ini".
"Hei, kau ini. Kepo! Lagi pula bukan urusan kita untuk mengetahui masalah pribadi pemesan. Kita hanya bertugas menyajikan makanan yang enak padanya. Lagi pula pemesan kali ini dirahasiakan identitasnya. Bahkan tidak ada waiters untuk mengantarkan makanannya. Sudah ada orang dari mereka yang ditugaskan untuk mengantar makanannya. Kembali fokus pada masakanmu Al!".
"Baik chef!"
Semua menu sudah siap disajikan. Aleris yang begitu penasaran mengintip dari balik jendela pantry. Aleris begitu kaget saat melihat orang-orang yang ditugaskan untuk mengantar hidangan datang memasuki pantry. Tampak beberapa orang berbaju hitam dan bertubuh kekar dengan mengenakan kacamata hitam mengambil hidangan masakannya. Nampaknya orang yang memesan di restoran pada malam ini adalah orang penting. Tapi gerak-gerik mereka begitu mencurigakan dan janggal. Belum lagi pen-settingan tempat makan. Meja pemesan di tutup tirai setinggi dua meter dan di jaga oleh pengawal. Semua jendela restroran ditutup gorden. Belum lagi pintu masuk yang dijaga oleh orang-orang yang sama dengan orang yang mengantarkan makanan tadi. Aleris semakin penasaran dengan pemesan itu. Siapa dia sebenarnya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments