Jatuh Di Tempat Salah

Achilles Places, 29 Mei pukul 18.30

Sederet jam tangan mewah tersimpan rapi di lemari kaca dengan penerangan Lampu LED di setiap sudutnya yang menambah kesan elegan. Dari tadi lengan Arran bolak-balik mengambil dan menaruh jam yang hendak ia kenakan malam ini. Tangannya berhenti di jam tangan analog berwarna silver berhias batu permata. Bahkan kaca jamnya pun terbuat dari berlian murni yang membuatnya tidak akan pecah saat terbentur atau terjatuh dari ketinggian. Jam itu tampak melingkar sempurna di lengan Arran yang proposional. Jam itu tampak serasi dengan setelan yang ia kenakan malam ini.

"Sudah hampir pukul tujuh malam. Aku harus bergegas".

Ucap Arran setelah menengok ke Arrah jam tangannya.

Ia mengambil sebuah kunci yang tergantung rapi dengan kunci-kunci lainnya. Salah satu mobil lalu berbunyi saat Arran menekan tombol di kunci itu. Sebuah mobil mewah keluaran Jerman kini menyala dan siap untuk dikendarai. Lengan Arran menggapai pintu mobil dan membukanya. Tiba-tiba terdengar bunyi yang berasal dari handphone nya. Sebuah panggilan masuk dengan nomor tidak dikenal. Arran lalu mengangkat panggilan itu.

"Hallo,.... Ya, aku ke sana sekarang".

Tuut.

Arran hanya menjawab telpon itu dengan singkat dan panggilan itu pun terputus. Ia hampir menginjak gas mobil saat seseorang tiba-tiba muncul di samping kaca mobilnya sambil mengetuk pelan. Arran tahu persis siapa pria yang muncul di kaca mobilnya itu. Salah satu pemilik dari hunian Achilles Places yang juga sering ia temui saat rapat di kantornya karena merupakan salah satu dari lima orang pemegang saham tertinggi Armor Group. Pria itu masih tetap menatap Arran dari kaca. Arran pun mau tak mau menurunkan kaca mobilnya.

"Ada apa ?". Tanya Arran dengan singkat.

"Tuan Arran, sepertinya anda sedang buru-buru untuk pergi ke suatu tempat. Aku benar-benar minta maaf karena telah menghentikanmu sebentar. Tetapi ada sesuatu yang mengganjal di pikiranku sehingga harus segera disampaikan padamu".

"Apa ? Cepat katakan. Aku tak punya banyak waktu".

"Ini terkait Direktur Teo, aku harap kau segera mengambil tindakan tegas padanya sebelum semuanya terlambat. Ini akan membahayakan perusahaan jika dibiarkan terus menerus. Kau harus menanganinya besok. Para Jajaran sudah sepakat terkait hal ini. Jadi kau bisa leluasa mengambil keputusan untuknya tanpa menghawatirkan hal lain".

"Aku tahu. Akan ku tangani besok. Kau tak usah mencemaskan hal itu".

"Baiklah kalau begitu, Anda bisa pergi sekarang. Sampai jumpa besok Tuan Arran".

"Ya, sampai jumpa besok Tuan Elson".

Tuan Elson lalu berjalan pergi. Arran juga bergegas mengemudikan mobilnya keluar dari parkiran dan meninggalkan Achilles Places dengan cepat. Tak ada hal lain yang menghentikannya sekarang. Ia mengemudikan mobilnya dengan kecepatan penuh menuju ke suatu tempat. Ternyata tempat itu adalah Atlanta Hotel.

Waktu telah menunjukkan pukul tujuh malam. Arran turun dari mobil dengan disambut oleh dua orang penjaga berbadan kekar yang telah disiapkan untuk mengawal kedatangannya. Arran sudah menutupi wajahnya dengan kacamata hitam dan masker hitam. Penjaga juga menutupi Arran dengan payung hitam agar Arran tak dikenali oleh orang lain. Saat sampai di Lobi, Arran di kawal dengan dua penjaga lain yang akan mengantarnya sampai ke suatu ruangan.

Arran tiba di suatu ruangan yang telah di setting agar tertutup dan rahasia. Ruangan itu adalah tempat makan yang hanya terisi oleh ia dan satu orang lain yang tengah duduk menunggunya. Arran menghampiri orang itu.

"Selamat malam Pak Cornelius". Arran menjabat tangan Pak Cornelius.

"Selamat malam Tuan Arran. Silahkan duduk".

"Terima Kasih".

Pak Cornelius lalu mengangkat tangannya, memberi isyarat kepada penjaga yang ada di dekatnya. Penjaga itupun menganggukan kepalanya lalu pergi diikuti oleh kedua penjaga lainnya. Tak lama setelah itu mereka datang kembali membawa nampan berisi hidangan makanan. Arran dan Pak Cornelius pun mengawali makan malam rahasia mereka.

"Bagaimana Tuan? Apakah ada orang lain yang mengetahui kedatanganmu ke sini?". Pak Cornelius mengawali perbincangan rahasia mereka.

"Kurasa tidak. Tetapi...". Perkataan Arran tiba-tiba terhenti.

"Tetapi apa Tuan?.

"Sebelum ke sini Tuan Elson mendatangiku di Parkiran Achilles Places. Tetapi aku tidak mengatakan hal apapun padanya".

"Mengapa ia mendatangimu di parkiran? Apakah ada suatu hal penting yang harus ia katakan padamu?.

"Tidak. Ia hanya memintaku untuk menindak lanjuti kasus Direktur Teo besok".

"Kau harus waspada terhadapnya Tuan. Aku hanya hawatir jika ia memiliki niat terselubung padamu".

"Aku tahu, maka dari itu aku tak mengatakan hal apapun padanya. Oh ya, hal penting apa yang akan kau sampaikan kali ini Pak Cornelius? ". Tanya Arran.

Pak Cornelius langsung meletakan garpu dan pisau makannya. Tangannya lalu meraih sesuatu dari dalam tas kotak yang ia bawa. Sebuah map berwarna cokelat ia sodorkan kepada Arran.

"Apa ini? Apakah warisan lain ? Sudah ku bilang Pak, aku tak bisa menerima semuanya". Arran menyodorkan kembali map itu kepada Pak Cornelius.

"Bukan, bukan soal warisan harta. Ini hal lain yang sama pentingnya dengan hal itu. Bukalah".

Arran menerima kembali map itu dan membukanya. Isinya adalah selembar kertas bertuliskan surat wasiat. Arran lalu membaca secara keseluruhan isi surat itu. Wajahnya berubah menjadi keheranan saat selesai membaca seluruh isi dari surat itu.

"Apa maksud dari semua ini? Apa kau tengah mempermainkanku Pak Cornelius?". Arran tampak kesal dan suaranya berubah tinggi.

"Aku tak mempermainkanmu sama sekali Tuan. Isi surat ini di tulis setahun sebelum kematian Tuan Ares. Ia yang menulisnya sendiri. Ia memintaku menyerahkannya kepadamu disaat peringatan kematiannya yang ke delapan tahun. Inilah saatnya".

"Apa kau sungguh-sungguh soal ini Pak Cornelius? Apa Ia benar-benar menulisnya setahun sebelum kematiannya? Untuk apa ia menuliskan hal konyol semacam ini?". Wajah Arran makin terlihat keheranan.

"Tuan Ares melakukan hal ini untuk keselamatanmu dan keselamatan seluruh kekayaan keluarga Xavier Tuan".

"Tapi kenapa harus perjodohan? Dengan pewaris tunggal keluarga Lysander? Omong kosong macam apa ini!". Arran begitu muak dengan hal ini.

"Tetapi jika anda menolaknya maka seluruh kekayaan dari keluarga Xavier tidak akan jatuh kepada anda lagi melainkan akan didonasikan, itu tercantum di surat wasiat". Ucap Pak Cornelius sambil menatap tajam ke arah Arran.

Arran hanya bisa terdiam memandangi isi surat wasiat itu. Pikirannya kini tak karuan. Ia begitu syok menerima kenyataan ini. Tak pernah terlintas di benaknya sedetikpun mengenai pernikahan ataupun perjodohan. Ia juga tak bisa menolak semua ini. Ia bukan apa-apa tanpa pengaruh dari orang tuanya. Arran memang berbakat dan pintar. Namun ia tak punya hal lain lagi selain dua hal itu dan harta kekayaan dari keluarganya. Arran akan memulai kehidupannya dari nol jika menolak wasiat itu. Ia benar-benar bingung saat ini dan hanya bisa terdiam.

Pantry Atlanta Hotel pukul 20:15

Setelah pertunjukan memasak selesai dan menu telah disajikan maka tugas Aleris yang selanjutnya adalah mencuci piring dan membuang sampah. Sebenarnya tugas ini adalah tugas Bu Inem, tetapi sialnya hari ini semua orang kecuali Chef Arges dan Aleris tidak bisa masuk. Padahal seharusnya hari ini ia menikmati waktu liburnya yang berharga.

"Aleris tolong buang sampah sekarang! Aku sudah tidak tahan dengan baunya". Ucap Chef Arges sambil mengernyitkan hidung.

Aleris lalu melepas sarung tangan cuci piringnya dan meraih sekantung plastik berisi sampah. Ia berjalan keluar pantry menuju bak sampah.

Aleris berjalan menenteng kantung sampah sambil bernyanyi pelan. Suasana hatinya tengah berbunga-bunga karena kejadian di Cafe Kalana tadi siang. Tak ada yang bisa membuatnya bersedih hari ini karena kebahagiaan tengah mengisi seluruh ruang di hatinya. Namun ternyata, ...

Bruk.

Aleris menyenggol mobil seseorang. Mobil itupun berbunyi dengan keras. Kantung sampahnya tumpah dan mengitori mobil itu. Saking bahagianya, Aleris tak menyadari bahwa ada mobil di depannya. Ia terjatuh tetapi tidak mengalami luka sedikitpun. Namun ia begitu panik dan takut. Bagaimana jika pemilik mobil itu tiba-tiba muncul. Aleris hendak bangkit dan kabur tetapi terlambat. Pemilik mobil itu sudah ada di hadapannya.

"Kau! Beraninya mengotori mobilku. Kau harus bertanggung jawab atas semua ini!".

Seorang pria terlihat begitu marah kepada Aleris. Wajahnya sangat ketus dan kedua matanya melotot. Bukannya memasang wajah ketakutan, Aleris malah bengong memandangi wajah pria itu.

"Tampannya". Aleris sontak mengeluarkan kata tidak terduga. Saat menyadarinya ia langsung tertunduk malu.

"Aku minta maaf. Aku tidak sengaja menyenggol mobilmu. Tetapi jika dilihat-lihat(tangan Aleris mengetuk-ngetuk body mobil) mobilmu baik-baik saja kok, hehe".

"Baik-baik saja? Kau ini buta apa gimana hah? Lihat! Mobilku kotor karena sampah yang kau bawa. Pokoknya kau harus ganti rugi biaya cuci mobil". Arran ngotot ingin meminta ganti rugi.

"Tapi kan aku sudah bilang ga sengaja. Keras kepala deh". Ucap Aleris tak mau kalah.

"Arghh. Aku sudah muak dengan semua ini. Dengar kalau kau tidak mau ganti rugi akan ku laporkan pada atasanmu". Arran kini mengancam Aleris.

"Jj-jangan dong. Ya udah aku mau ganti rugi. Tapi aku gak punya uang sebanyak itu buat ganti rugi. Mobilmu bukan mobil biasa, pasti mahal biaya cucinya. Gini aja deh, ini nomorku, jika kamu butuh bantuan hubungi aja nomorku. Cuma dengan itu aku bisa ganti rugi". Ucap Aleris sambil menodorkan secarik kertas.

"Bantuan? Aku tidak butuh bantuan dari orang seperti kamu. Tapi aku akan tetap menagih ganti rugi ini jika kamu sudah punya uang. Aku kenal dengan pemilik hotel ini jadi aku akan tahu keberadaanmu. Ingat itu!". Arran lalu meninggalkan gadis itu dan menaiki mobilnya.

"Fyuh, selamat". Ucap Aleris sambil menghembuskan nafas.

Arran mengendarai mobilnya kembali. Ia tak ingin kembali ke rumahnya atau beristirahat. Pikirannya masih dihantui oleh surat wasiat itu. Ia mengendarai mobil tanpa mengetahui akan kemana tujuannya kali ini. Sepanjang jalan ia terus melamun. Suara dering telpon akhirnya menyadarkannya kembali. Ia menepikan mobilnya lalu mengangkat telpon. Lagi-lagi nomor tidak di kenal. Arran tanpa ragu mengangkat telpon itu.

"Halo, Pak Cornelius. Ada apa lagi?".

"Tuan, ini aku kepala keamanan Lee. Aku mendapat telpon dari kepolisian bahwa mobil Pak Cornelius terbakar di jalan xxx. Saat aku sampai semuanya sudah hangus terbakar. Pak Cornelius ada di dalam mobil saat kejadian. Pak Cornelius meninggal di tempat kejadian. Tuan diminta untuk datang ke kantor polisi sekarang. Mohon untuk segera datang Tuan".

Wajah Arran tiba-tiba berubah pucat pasi.

Terpopuler

Comments

botak

botak

wah

2022-10-07

0

misteriusmiss

misteriusmiss

maaf baru bisa mampir sekarang kak, karena lagi banyak kegiatan

2022-09-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!