Daniel tampak diam. Starla yang merasa aneh langsung menoleh dan mendapati wajah Daniel tampak muram. Si*lan! Kalau Starla tidak tahu wajah asli orang di sampingnya pasti ia akan cinta sampai bisa mengorbankan segalanya.
Benar-benar akting yang natural!
"Maaf Starla. Kamu pasti kepikiran tetang penalti itu ya?"
"Kan sudah ada jalan keluarnya."
"Iya... tapi tetap saja... aku merasa tidak enak dengan mu dan juga almarhum Papa."
"Sudahlah, toh... semuanya sudah terjadi," komentar Starla pasrah.
Benar! Selama Adamson menargetkan dirinya. Starla tidak bisa berbuat apapun. Melawan pun percuma. Orang itu adalah penguasa di balik layar. Bertingkah seperti pembisnis biasa namun asetnya mampu menggoncangkan ekonomi sebuah negara.
Kepala Starla makin berdenyut. Ia segera mengambil pilnya di tas dan meneguknya. Di samping tampak Daniel yang menatap penuh khawatir.
"Pelan-pelan minumnya," ucap Daniel. Ia tampak memperlambat laju mobil sehingga mendapat pekikan klakson dari mobil belakang yang tidak sabar. Padahal macet sedang terjadi. Daniel memilih tidak peduli. Ia fokus ke istrinya yang sedang meneguk pil.
...****************...
"Ah... sepertinya akan hujan," hela nafas seorang wanita paruh baya namun masih terlihat awet muda. Dia Sayu Caroline, Ibu Adamson.
"Prediksi cuaca akhir-akhir ini sering meleset. Sepertinya efek pemanasan global mulai kita rasakan sekarang," ucap Fernand Adamson tak lain adalah Ayah Aldebara Adamson alias Adam.
"Itu karena banyak orang serakah yang terlalu sering memanfaatkan alam tanpa memikirkan dampaknya. Semua itu demi kepuasan pribadi," dengus Adam sambil menyantap telur goreng sosis dan roti bakarnya untuk sarapan.
Keluarga kecil itu tengah sarapan bersama di sebuah rumah sederhana di komplek perumahan. Keluarga Adamson memang memiliki rekam jejak bisnis memukau. Namun, setelah menikah dengan Sayu Caroline yang sejatinya hanya wanita biasa membuat Fernand menuruti kemauan sang istri dengan tinggal di rumah sederhana.
Namun, tidak bisa dielakan kalau rumah utama bak istana megah milik keluarga Adamson tengah berdiri di sebuah pekarangan di pusat ibu kota. Dari pada dihuni, rumah itu sering ditinggal dan menyisahkan para ART yang bekerja. Sesekali Adam pun kesana untuk sekedar merehatkan diri.
"Lihatlah anak ini..." dengus Fernand melirik Adam yang tengah menyantap sarapan. "Dia membicarakan dirinya sendiri," dengus Fernand.
"Aku tidak serakah. Aku hanya memberikan apa yang mereka minta. Kalau mau bilang serakah. Seharusnya Ayah bilang kepada para klien ku!" sungut Adam
Sejak kecil Ayah dan Anak ini memang tidak akur. Entah apa yang mendasarinya. Mungkin ini seperti insting laki-laki yang harus berebutan kasih sayang kepada satu-satunya perempuan di rumah ini.
"Halah! Kamu pikir Ayah tidak tahu semua aktivitas bisnis mu selama di Kanada?! Ayah punya mata-mata asal kamu tahu..."
"Iya. Theo kan?" jawab Adam datar.
"Bukan... ada lagi!"
"Sudahlah, kalian selalu seperti ini. Jika bertemu pasti adu mulut. Kalau jauh pasti selalu tanya kabar," saut Sayu. Tidak habis pikir dengan kelakuan Ayah dan Anak yang menunjukan kasih sayang dengan cara unik mendekati aneh.
"Oh... ternyata Ayah diam-diam mengkhawatirkan ku?" ledek Adam merasa menang.
"Buat apa?! Kamu kan sudah besar!"
"Hemm...." dehem Adam dengan tatapan jail.
"Bukan hanya Ayah. Adam juga kalau di telepon sama Mama pasti tidak lupa tanya tentang Ayah. Kalian itu sebenarnya saling menyayangi. Jadi tidak usah malu-malu. Mama jadi kerepotan sendiri menanggapi sifat kekanakan dua bocah besar ini!" saut Sayu kesal.
"M-maaf Ma...." ucap Adam.
"Maaf sayang...." ucap Fernand.
Dua orang itu memang orang yang hebat. Bahkan beberapa orang menganggap mereka jenius bisinis. Namun hanya satu orang yang tidak bisa mereka sanggah, Sayu Caroline. Dia lah pemegang tahta tertinggi di kehidupan mereka.
"Adam bagaimana dengan lengan mu?" tanya Sayu. Ada tatapan khawatir di dalamnya.
"Aku sudah mulai terbiasa dengan gips ini Ma. Sebenarnya agak sulit saat memakai baju. Tapi, kadang Theo membantu ku," ucap Adam sengaja di baik-baikan. Karena Adam tidak ingin cinta pertamanya meneteskan air mata.
"Dari pada Theo bukankah lebih baik cari istri?" saut Fernand datar sembari menyendok telur goreng.
"Hah! Ayah ini sudah lelah mendengar isu sana-sini yang memberitakan tentang kelakuan mu."
"Hemm... mau bagaimana lagi. Aku kan anak Ayah. Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya."
"Hais, anak ini!" sulut Fernand.
"Hah! Sebenarnya Mama yang paling lelah melerai kalian berdua terus. Adam?" panggil Sayu. Adam pun langsung menyorot manik Mamanya.
"Dengar... Mama tidak akan memaksa mu untuk segera menikah. Tapi dengan satu syarat. Mama tidak mau kamu berhubungan dengan wanita sembarangan. Itu sebabnya Mama menyuruh mu pulang. Karena kelakuan mu di sana tidak bisa dikontrol. Selagi di sini, carilah wanita baik-baik. Mama tidak mematok harus yang ini dan itu. Yang penting kamu cocok. Ayah dan Mama pasti setuju."
Adam sempat diam sejenak. Jika pembicaraan dengan Fernand selalu membahas tentang rencana bisnis, berbeda dengan Sayu, Adam sering deep talk dengan Mamanya dan hanya dengan Sayu-lah Adam mau mendengarkan.
"Iya Ma," jawab Adam.
"Ngomong-ngomong bagaimana dengan orang yang menabrak mu? Apa dia dipenjara?" tanya Fernand
"Tidak... mana mungkin aku memenjarakannya."
"Kenapa? Dia kan bersalah."
"Dia dari keluarga Faranggis," jawab Adam lirih. Sejak kecelakaan, Adam bungkam tentang sosok yang menabraknya. Jika ia buka suara mungkin Ayahnya akan bertindak cepat tanpa sepengetahuannya.
"Siapa? David Faranggis?" tanya Fernand penasaran.
"Bukan...."
"Kalau begitu... Starla Faranggis?" saut Sayu ikut-ikutan penasaran.
"Humm...." jawab Adam sekenanya.
"Kenapa kamu tidak bilang pada kami?" tanya Fernand.
"Hah.... memangnya kenapa kalau bilang? Toh, aku sudah besar. Bukan zamannya mengadu. Lagi pula aku hanya patah tulang," sungut Adam tiba-tiba.
Mengulas kembali sejarah hidupnya saat kecil. Adam yang anak tunggal keluarga ternama sering menjadi target orang-orang jahat yang murni meminta tebusan atau orang yang memang merencanakan niat buruk untuk menjatuhkan keluarga Adamson.
Oleh sebab itu, Adam selalu dikawal banyak bodyguard. Membuatnya seperti dikekang walau di sekolah sendiri. Orangtuanya pun terlampau khawatir saat itu. Membuat Adam kesal dan memberontak dengan kabur dari rumah.
Siapa yang menyangka, ketika umurnya sudah menginjak 28 tahun dan sudah merasakan pahit manisnya dunia bisnis. Ia baru paham kenapa orangtuanya memberikan pengawalan super ketat.
Dunia bisnis itu tempatnya makan dan dimakan. Dengan kata lain hutan rimba.
"Ha... hahahaha...." tawa Fernand menggelegar. Diikuti Sayu yang tersenyum manis.
"Kenapa tiba-tiba tertawa?" ucap Adam cemberut.
"Bocah angkuh ini baru saja membela seseorang.... hahahaha...." tawa Fernand masih menggelegar.
"Membela apa? Aku tidak membela siapa pun kok!"
"Ternyata Adam masih menyukai Starla ya. Padahal sudah bertahun-tahun," saut Sayu. Hal itu sontak membuat Adam bersemu merah.
"A-apa-apaan! S-siapa yang menyukai Starla!"
"Hehe... lucunya. Dulu saat kecil pun respon mu sama seperti ini. Tapi wajah mu benar-benar tidak bisa dibohongi," goda Sayu.
"Hah... kapan terakhir aku tertawa sekeras ini?" gumam Fernand. Ia mengakhiri aktivitas tertawanya dan menatap Adam penuh keseriusan. "Adam.... kamu tidak boleh menyukai Starla!" cetus Fernand.
Hayoloh kenapa gak boleh suka...
Akankah Adam melawan restu orangtuanya?
Jangan Lupa like, vote dan favorite ya. Share juga buat temen mu yg suka genre cerita ini
Makasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments