Bab 13

BRAK

"Kurang ajar!" pekik Daniel setelah menggebrak meja. Kertas dalam genggamannya sudah lecek ulah cengkraman tangannya sendiri. Seolah segala bentuk kemarahannya ia salurkan ke sana.

"Berani-beraninya mereka memalsukan aktivitas ekspor dan keluhan klien selama berbulan-bulan!"

"S*al! Bagaimana aku harus menangani hal ini?!" keluhnya frustasi sambil menjambak rambut bagian depan.

"A-apa separah itu dampaknya terhadap perusahaan kita?" saut Alarie yang sejak tadi menyaksikan kemarahan Daniel.

"Tck! Kamu diam saja! Tidak usah melakukan apapun!"

Kening Alarie berkerut. Selama ini ia haus akan pujian. Membuatnya ingin melakukan sesuatu yang luar biasa supaya mendapat kepercayaan dari Daniel. Namun, tak jarang ia gagal dan memperkeruh keadaan.

Sejatinya Alarie yang tidak mau disalahkan. Kadang ia justru berbalik menyalahkan Daniel.

"Aku hanya ingin membantu mu Niel! Apa aku terlihat tidak mampu dibanding Starla? Iya kan?! Jika di hadapan mu Starla, mungkin kamu akan bercerita panjang lebar. Aku juga tahu bisnis! Aku kuliah di jurusan yang sama dengan Starla. Tapi kamu tidak pernah mengandalkan ku!"

"Ku mohon... ku mohon... DIAM! Kamu semakin membuat ku gila!" bentak Daniel.

"Kamu membentak ku?! Kamu banyak berubah setelah menikahi Starla! Ternyata benar! Kamu sudah jatuh hati dengan ****** itu!" ucap Alarie. Air mata sudah menumpuk di pelupuk matanya.

"Tolong keluar...."

"DANIEL!"

"KELUAR!"

Alarie menyorot tajam dan dalam. Air matanya sudah merembas jatuh entah kemana. Tak lama ia melangkah keluar ruangan. Meninggalkan Daniel yang tengah frustasi ulah seseorang yang berencana melengserkannya dari kursi calon Presedir.

"Sia*an!" dengusnya sembari merebahkan diri kembali ke kursi kerja. Matanya menyorot langit-langit kantor. Langit mendung menemaninya malam ini. Menambah kesan pelik dalam pikiran.

Pertemuan dengan pengusaha muda asal Dubai, Habsyi Al Farezi baru saja selesai. Awalnya Daniel positif akan mendapat tanggapan bagus dari pihak Habsyi atas kerjasama selama setahun ini. Namun, itu hanya harapan sia-sia!

Kenyatannya, Daniel justru mendapat ultimatum penalti atas kuota ekspor yang tidak memenuhi target setiap bulannya. Padahal laporan yang ia dapati sejauh ini, jumlah ekspor selalu memenuhi target. Keluhan Habsyi pun tidak sampai ke tangannya.

Jika tebakan Daniel benar. Ini pasti ulah orang itu, David Faranggis-- Paman Starla. Dia satu-satunya orang yang secara terang-terangan menentang naiknya posisi Daniel menjadi Presedir dan orang itu juga yang menjadi dalang Radit Faranggis mengalami stroke sampai meninggal.

"Sia*an!"

"Bre*gsek!"

"Argh!"

PYAR!

Sebuah asbak pecah tak berbentuk. Daniel dibuat gila. Pasalnya kerjasama ini bukanlah dalam skala kecil. Banyak investor yang menaruh harapan. Bagaimana Daniel akan memberi alasan dengan para investor itu?

Sibuk dengan pikiran kusutnya. Tiba-tiba matanya mengarah pada jendela di ujung sana. Ia menyorot pinggiran jendela, tempat di mana kaktus pemberian Starla seharusnya di sana namun kini telah hancur di tangan Alarie.

"Starla..." gumamnya lirih.

Ia meraih handphone. Jarinya membawa pada kontak whatsapp Starla. Ia berniat menelepon istrinya untuk sekedar bercerita.

Namun ketika jarinya akan menekan ikon panggil tiba-tiba handphone-nya beralih ke layar dial. Seseorang memanggilnya dan tulisan Alarie terpampang di layar handphone.

"Tck! Mau apa lagi dia?!" Daniel sengaja menolak panggilan. Seperti biasa, Alarie pasti akan meminta maaf sambil tersedu-sedu. Klasik sekali! Jika boleh jujur Daniel sudah jengah dengan sikap Alarie. Rasanya ia ingin menyudahi hubungan gila ini. Tapi ia tidak bisa, ada alasan kenapa Daniel tetap mempertahankan hubungan gelap dengan Alarie sejak kuliah dulu.

Tatapan Daniel menyendu sejurus dengan itu panggilan dari nomor Alarie terpampang lagi. Hembusan nafas terdengar berat, Daniel terpaksa mengangkat panggilan itu.

"Hallo?"

"Dengan Pak Daniel?"

Kening Daniel berkerut. Ia mengecek sekali lagi nomor yang tertera di handphone-nya. Tulisannya masih sama, Alarie. Tapi kenapa yang menjawab laki-laki?

"Ini siapa?"

"Saya dari kepolisian lalu lintas Pak. Saya ingin memberitahu Bapak kalau terjadi kecelakaan dengan saudari Alarie."

DEG!

"Di mana dia?"

"Saat ini sedang dirawat di rumah sakit Harapan Bunda."

"Baik Pak. Saya akan segera kesana."

Daniel menyaut jas dan kunci mobilnya. Ia buru-buru ke rumah sakit tempat Alarie dirawat.

...****************...

Cardigan coklat muda menyampir apik di pundak seorang wanita yang tengah mengaduk coklat panas kesukaannya.

Sunyinya apartemen membuat suasana hatinya tenang. Kenyataan bahwa kehadiran suaminya justru menbuat gejolak hati membara sungguh menyiksa batinnya selama ini. Suasana seperti ini lah yang Starla inginkan.

Untuk menjadi ratu Starla tidak butuh raja. Ia sudah kenyang akan perlakuan bak ratu dari Papanya sejak kecil. Justru menginjak usia remaja ia sudah berpikir untuk menjadi mandiri. Melepas laki-laki seperti Daniel bukanlah masalah besar. Hanya saja, ini belum saatnya! Starla akan merencanakan skenario terbaik untuk panggung sandiwara yang susah payah mereka buat.

Setelah selesai dengan coklat panasnya. Starla beralih ke ruang tengah. Di sampingnya terpampang jendela besar yang jika dibuka gordennya akan menampakan pemandangan kota Jakarta di malam hari.

Malam ini Starla tidak berniat membukanya. Sebab cuaca sedang mendung sedikit gerimis. Ia memilih bergelut dengan laptop.

Barisan kata tertera pada layar laptop. Di waktu luang, Starla sering menghabiskan waktu mencari inovasi baru untuk boutique-nya. Seperti fashion terkini di berbagai kalangan. Karena dengan begitu, Starla akan mudah menentukan target pasar.

Rata-rata target pasar boutiq-nya kebanyakan kalangan Ibu-Ibu. Tidak heran boutique-nya dipenuhi gamis dan beberapa dress.

Boutique-nya ini sudah berdiri sejak Starla lulus kuliah. Dengan alibi ingin membuat brand-nya sendiri, Starla membujuk sang Papa untuk memberi modal awal. Dan hanya berselang satu tahun setengah, Starla bisa mengembalikan modal dari Papanya.

Tring!

Sebuah notifikasi masuk ke handphone Starla. Layar pop up terpampang nama Daniel dengan isi pesan,

"Maaf sayang, sepertinya aku akan pulang telat. Alarie kecelakaan. Kamu tidak perlu khawatir. Aku sudah mengurusnya."

Starla memandang datar kemudian melirik ke arah jam. Sudah pukul sebelas malam. Bibirnya tersungging. "Memang apa yang dilakukan dua orang itu sampai selarut ini?"

Handphone itu di angkat. "Kecelakaan ya? Mungkin itu seperempat karma yang harus kamu terima!" sarkas Starla.

"Walaupun begitu aku harus membalasnya. Aku harus jadi istri sekaligus teman yang baik bukan?"

Jemari Starla aktif merangkai kalimat palsu. Apapun yang sudah mereka lakukan Starla tidak peduli.

"Ya ampun. Bagaimana kondisi Alarie? Apa dia baik-baik saja?"

"Dia baik-baik saja. Jangan khawatir," balas Daniel.

"Syukurlah, sayang. Kamu juga harus hati-hati ya. Ku lihat sebentar lagi hujan. Jangan kebut di jalan."

"Iya sayang. Kamu tidur duluan saja ya. Jangan tunggu aku pulang. Sepertinya aku akan menjaga Alarie semalaman. Dia tidak punya siapa pun untuk menjaganya. Kamu tidak keberatan kan?"

Starla tersenyum miris. Sialan! Kenapa hatinya terasa sakit?!

"Iya."

Starla melempar asal handphone-nya. Ia menaruh lengan kanannya ke wajah sambil menyandarkan diri ke kepala sofa.

"Laki-laki bren*sek!" umpat Starla.

Tak lama handphone-nya bergetar. Dengan malas ia menyautnya. Layar dial terpampang dengan nama Adamson.

"Tck! Kenapa laki-laki ini telepon jam segini?" sungutnya kesal.

Hayo Adam mau ngapain nih? hehe

Like, favorit, and share ya cantik 😍

makasih 😘

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!