Seharian Kimta mengurung diri di kamar. Kepalanya terasa pusing sekali. Padahal dia sudah meminum obat pereda pusing, namun rasa pusing masih terasa. Belum lagi sesekali bersin. Dia berbaring saja tanpa mengganti seragam yang dikenakannya. Seseorang mengetuk pintu kamarnya. Lalu orang itu membuka pintu kamarnya. Kimta menengok sebentar. Rupanya Nimas yang mendatanginnya.
Nimas
“Tadi aku datang dan ibumu menyuruhku langsung masuk saja di kamarmu. Katanya kamu kena migrain ya?”
tanyanya sambil membuka pintu kamar lebar-lear. Nimas melangkah masuk dengan santai dan mengambil kursi di dekat meja belajar Kimta untuk duduk. Kimta segera duduk bersandar di atas tempat tidur.
Kimta
“Nggak migrain lagi. Pusingnya sudah tingkat akut. Flu juga,”
Kimta hampir bersin lagi. Dia segera mengambil tisu di meja sebelahnya dan menutupi bersinnya. Dia tidak ingin seseorang tertular karenanya.
Nimas
“Aku nggak pernah tau kalau musim hujan membuat tubuhmu agak sensitif. Biasanya kan musim hujan begini kamu nggak apa-apa, Wan,”
Kimta hampir bersin lagi.
Kimta
“Gimana nggak sensitif. Selena mengajakku makan es di tengah hujan,”
Lalu dia tidak dapat menahan bersinnya. Dia mengambil tisu lagi untuk ingus di hidungnya yang meler.
Nimas
“Aku dengar kalau kamu jadian dengan Selena. Beneran?”
Kimta tidak menjawab. Dia bersin lagi.
Nimas
“Cewek aneh yang katannya nembak temanmu itu bohong kan? Sebenarnya cowok-cewek itu kamu dan Selena kan?”
Kimta menunduk, masih tidak menjawab.
Nimas merasa khawatir dengan temannya satu ini. Kimta, yang sering dipanggil Awan merupakan teman dekat sekaligus tetangga sebelah yang tubuhnya sudah lemah sejak kecil, sering sakit-sakitan. Dia selalu merasa cemas ketika Kimta merasakan sakit sekecil apapun itu. Bahkan Nimas rela berjuang apapun hanya untuk melindungi dan menjaga Kimta. Tak lama Kimta mengangguk pelan.
Kimta
“Kami pacaran menurut versi Selena. Padahal aku sendiri tidak jelas bagaimana dengan hubungan kita,”
ucapnya sambil menahan bersinnya.
Nimas
“Sebentar aku bingung. Kamu bilang Selena menembakmu. Dia menjadi berubah setelah jadian kan? Itu yang kamu katakan di telepon. Apa yang sebenarnya dia lakukan padamu? Apa dia sudah melukaimu atau gimana?”
Kimta mendengus kesal.
Kimta
“Kenapa pertanyaanmu begitu banyak. Pokoknya gitu deh. Nggak jelas. Ceritanya panjang dan membingungkan.”
Nimas mencoba untuk berpikir. Dia memajukan kursi di dekat Kimta.
Nimas
“Menurutku.. Selena berubah menjadi aneh itu karena pasti ada alasannya.”
Kimta mencoba memperhatikan Nimas dengan seksama.
Nimas
“Dia ingin membuka jati dirinya kepada orang yang dia suka.”
Kimta menunduk lemas mendengarnya.
Kimta
“Tetapi dia tidak pernah bilang kalau dia suka aku atau tidak. Dia hanya bilang karena aku menyukainya. Begitu saja,”
“Duh, apaan sih? Nggak simpati banget sama orang yang lagi sakit.”
Nimas
“Yang benar saja! Tentu saja dia menyukaimu. Dia kan yang menembakmu. Sudah jelas dia tidak bisa terang-terangan mengatakannya.”
Kimta terperangah. Dengan sigap, dia langsung turun dari tempat tidur. Dia segera mengenakan jaketnya.
Nimas
“Kamu mau kemana?”
Kimta
“Ke rumahnya.”
Nimas
“Memangnya kamu tau dimana rumahnya?”
Kimta
“Di depan sekolah kita,”
Setelah mengatakan itu, Kimta segera keluar kamar. Tinggal Nimas yang masih termenung melihat kepergiannya.
Nimas
‘Kenapa tadi aku mengatakannya? Sepertinya kedekatan Awan dengan Selena membuatku lebih khawatir daripada kedekatannya dengan anak-anak cowok seperti dulu.’
Comments