Sore hari yang cerah dengan warna jingga menghiasi angkasa. Membuat setiap hasil bidikan foto Sandi menjadi lebih indah. Sandi yang memang memiliki hobi memotret, membuat dia tidak kesusahan untuk menghasilkan gambar yang bagus.
"Aku rasa cukup," ucap Sandi seraya melihat ke layar kameranya. "Tali, tolong ambilkan minum untukku!" pintanya.
"Untuk aku juga ya,Tali!" sambung Camelia.
"Namanya Thalia. Aku kurang suka saat orang lain memanggil dia Tali," tegur Sandi.
"Oke, tidak masalah. Kamu perhatian sekali sama bawahan kamu," ucap Camelia.
"Dia sahabat aku. Kami ...." Sandi tidak melanjutkan ucapannya saat melihat Thalia datang dengan dua botol air mineral di tangannya.
"Ini minumnya. Silakan, Nona!" Thalia memberikan satu botol pada Camelia dan satu lagi untuk Sandi.
"Makasih!" sahut Camelia.
"Sama-sama, Nona." Thalia pun kembali ke tempat duduknya semula.
Gadis itu menyibukkan dirinya dengan berselancar di dunia maya. Dia tidak ingin berada di tengah-tengah Sandi dan Camelia. Thalia lebih memilih tempat duduk yang agak jauh dari sahabatnya.
Bukan hal yang aneh melihat Sandi begitu mesra dengan gadis-gadis itu. Tapi kenapa hatiku tidak pernah bisa berpaling. Terkadang aku sangat kesal dengan diriku sendiri. Kenapa harus dia yang aku cintai? Padahal ada hati lain yang mengharapkan aku, batin Thalia.
Dia akhirnya larut dalam dunianya. Tidak peduli dengan apa yang Sandi lakukan bersama dengan Camelia. Sampai akhirnya Sandi datang menghampiri, ketika langit sudah mulai gelap.
"Tali, kita pulang sekarang. Camelia mau kembali syuting," ucap Sandi.
"Oh, kalau begitu terima kasih, Nona. Saya pamit pulang," ucap Thalia dengan membungkukkan sedikit badannya pada Camelia.
"Tidak apa, aku senang bisa membantu Sandi." Camelia tersenyum manis dengan menatap wajah tampan kekasihnya.
"Aku pulang ya!" pamit Sandi dengan cium pipi kanan dan kiri Camelia.
"Iya, Sayang. Hati-hati di jalan! Jaga hatimu untuk aku ya!" pesan Camelia sebelum akhirnya mereka benar-benar berpisah.
Bukan hanya aku yang mencintai Sandi. Tapi gadis yang dia kencani pun begitu tergila-gila padanya. Entah pelet apa yang dia pakai, hingga bisa meruntuhkan iman kaum hawa, batin Thalia.
Selama perjalanan pulang, tidak ada percakapan di antara keduanya. Baik Thalia maupun Sandi, larut dalam pikirannya masing-masing. Sandi yang terus memikirkan rencana ke depannya tentang bisnis kafe yang dia tekuni, sedangkan Thalia mengenang masa lalunya saat awal jumpa dengan Sandi.
Sandi yang pertama kali dia kenal, sangat berbeda jauh dengan Sandi yang sekarang. Dulu, saat pertama kali Sandi kost di samping rumahnya, sahabatnya itu tidak suka banyak bicara. Sementara Thalia, anaknya sedikit tomboy. Namun entah kenapa, semenjak duduk di bangku SMA, Sandi berubah seratus delapan puluh derajat dari saat masih SMP.
Ternyata waktu bisa merubah seseorang. Sifat manusia memang tidak bisa statis tapi sewaktu-waktu bisa berubah, batin Thalia.
"Tali, ayo kita makan dulu!" ajak Sandi saat mobilnya sudah terparkir rapi di depan sebuah restoran.
"Kamu lapar?" ceplos Thalia yang merasa kaget karena tiba-tiba saja lamunannya buyar.
"Nggak aku ingin pup," sarkas Sandi.
"Ngapain ke sini kalau ingin pup? Kamu mau numpang di restoran?" tanya Thalia heran.
"Ya ampun sayangku, manisku, kucingku, semua orang juga tahu kalau ke restoran mau makan karena lapar. Bukan mau numpang pup," jawab Sandi jengah.
"Hehehe ... Aku lupa!"
Untung saja, aku sayang. Kalau gak aku tinggalkan, batin Sandi.
Kini keduanya sedang menikmati hidangan yang mereka pesan. Sandi makan begitu lahap. Begitupun dengan Thalia yang sangat menyukai ayam kampung bakar. Dengan lalapan dan sambel serta tahu dan tempe, makan malam mereka begitu nikmat.
"Sandi, boleh aku tanya sesuatu?" tanya Thalia saat sudah menghabiskan makanannya.
"Tanya saja, kenapa harus minta ijin segalanya?" tanya Sandi dengan mengeryitkan keningnya.
"Kamu kan suka dengan semua wanita cantik. Bahkan guru dan dosen saja kau godain. Meskipun mereka sudah berumur. Tapi kenapa kamu tidak pernah menerima cinta adikku? Bukankah Tifani pernah mengungkapkan perasaannya sama kamu?"
Sandi langsung menghentikan kunyahan-nya. Dia melihat ke arah Thalia sekilas. Lalu kembali melanjutkan makannya.
"Aku gak suka sama dia," jawab Sandi singkat.
"Kenapa? Apa karena Fani bukan berasal dari keluarga yang berada seperti keluarga kamu?" selidik Thalia.
"Kalau aku berpikir seperti itu, mungkin dari dulu aku tidak berteman dengan kamu. Sudahlah Tali! Jangan bahas adik kamu, aku tidak suka!" tukas Sandi.
Dia langsung meminum air yang ada di depannya hingga tandas. Entahlah, Sandi sangat tidak suka saat mendengar Thalia menyuruhnya berpacaran dengan adik tirinya.
Secantik apapun Tifani, tapi aku tidak pernah suka saat dia mendekati aku, batin Sandi.
Kenapa Sandi selalu sensi kalau bicara soal Tifani. Padahal dia cantik. Semua saudara bahkan tetangga selalu bilang kalau adikku lebih cantik dari aku, batin Thalia.
"Kalau makannya sudah selesai, yuk kita berangkat lagi biar gak terlalu malam. Tali, kalau sampai kemalaman, kamu nginap di apartemen aku saja. Biar ibu tiri kamu tidak usah marah-marah. Bilang saja kalau kamu nginap di rumah Melati," saran Sandi.
Bukannya langsung menjawab, Thalia melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Waktu sudah menunjukkan angka delapan. Sudah pasti saat tiba di ibu kota hari sudah larut malam. Thalia pun segera menghubungi teman dekatnya Melati.
"Hallo Mel, kamu lagi di mana?" tanya Thalia saat panggilan teleponnya sudah tersambung.
"Iya, Tha. Kenapa?"
"Nanti kalau ayah nelpon, bilang aku lagi nginap di rumah kamu ya! Aku masih di jalan nih habis cek kafe di puncak."
"Terus kamu mau nginap di mana? Kenapa gak beneran nginap di rumahku saja?"
"Tali nginap di apartemen aku," potong Sandi.
"Awas lu San! Macam-macam sama Thalia, tak benyek-benyek biar pisang tanduk kamu jadi keripik," ancam Melati.
"Elah, kayak berani aja. Sudah Mel, Tali aman sama aku. Paling juga aku kekepin semalaman. Apalagi di sini dingin banget," ucap Sandi memanasi Melati.
Klik
Sandi langsung mematikan sambungan teleponnya, lalu dia mengambil ponsel Thalia dan mengirim pesan pada Pak Gerry. Setelah semua ijin perijinan selesai. Dia pun langsung bangun dari duduknya.
"Ayo, kenapa malam bengong?" tanya Sandi saat melihat Thalia hanya diam di tempat duduknya.
"Kamu janji dulu, jangan ngapa-ngapain aku! Aku ingin orang pertama yang menyentuhku itu suami aku nanti."
"Ya ampun, Tali. Mana mungkin aku ngapa-ngapain kamu. Dengar ya, kamu itu bukan selera aku. Kita pure sahabatan oke!"
"Oke! Aku pegang ucapan kamu, termasuk tidak boleh asal cium."
"Kalau itu karena aku gemas sama kamu. Bukan karena napsu. Ayo nanti keburu malam!"
...~Bersambung~...
...Dukung terus Author ya kawan! Klik like, comment, vote, rate, gift dan favorite....
...Terima kasih....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
NGOMONG GK SSUAI FAKTA.. LO BOLEH DEKAT DGN WANITA MANAPUN, HINGGA JOSEPH NNTI DENDAN MA ELO...
2024-01-02
1
Sasa Al Khansa 💞💞
ngeles bisa aja..
2022-12-28
1
Edelweiss
awas loh Tali...sandal punya trik intrik
2022-08-04
2