Tiga hari sudah Sandi di rawat di rumah sakit. Dia tidak membiarkan Thalia untuk pulang ke rumah ataupun bekerja di kafe. Sandi meminta gadis itu untuk tetap berada di sisinya.
Mau tidak mau, Thalia dengan setia menjaga sahabatnya di rumah sakit. Entahlah, Sandi seakan memanfaatkan sakitnya agar Thalia selalu ada di dekatnya. Playboy itu selalu saja bersikap manja pada Thalia.
"Tali, kepalaku pusing sekali," keluh Sandi
"Bukannya tadi sudah minum obat? Kenapa masih pusing?" tanya Thalia bingung.
"Kamunya sini pijitin aku, biar cepat sembuh!" pinta Sandi.
"Ya udah sini aku pijitin," ucap Thalia.
Pemuda tampan itu langsung saja tiduran di paha Thalia dengan wajah menghadap ke perut gadis itu Dihirupnya dalam-dalam aroma tubuh Thalia yang menenangkan pikirannya. Sungguh, Sandi sangat takut jika dia sudah tidak memiliki kesempatan lagi untuk bersama dengan sahabatnya.
Tanpa bisa dicegah, setetes air mata jatuh dari sudut matanya. Saat dulu dia harus berpisah dengan mamanya, rasanya tidak sesakit ini. Tetapi sekarang hatinya benar-benar merasa tidak siap jika harus kehilangan Thalia.
Aku tidak akan menyerah untuk mempertahankan kamu. Apapun caranya, kamu harus tetap bersamaku. Aku tidak boleh lemah, karena saat aku lemah, mungkin saja sialan itu merebut Tali dariku, batin Sandi.
"Sandal, masih pusing gak?" tanya Thalia saat dia merasakan ada yang membasahi pahanya.
"Aku pusing, mikirin kamu. Tali, ada obat yang belum kamu berikan sama aku biar aku cepat sembuh," ucap Sandi dengan merubah posisi tidurnya jadi telentang.
"Obat apa?" tanya Thalia bingung. Tangannya langsung berhenti untuk memijat kepala Sandi.
"Sini jamunya!" Tangan Sandi langsung terulur menarik tengkuk Thalia hingga bibir mereka saling bersentuhan.
"Sandal ...." Thalia tidak dapat melanjutkan ucapannya saat lidah Sandi sudah menerobos masuk ke dalam rongga mulut. Pemuda itu terus mengabsen tiap inci rongga mulut Thalia. Hingga suara decakan pun memenuhi seisi ruangan yang hening itu.
Tok tok tok
Terdengar suara pintu ada yang mengetuk dari luar, Sandi pun segera melepaskan pagutannya. Dia tersenyum dengan tangan yang membersihkan sisa saliva di bibir Thalia. "Tali, kenapa kita tidak saling jujur kalau kita sama-sama menginginkan."
Thalia tidak menjawab ucapan Sandi. Dia bergegas turun untuk membuka pintu. Dilihatnya, seorang laki-laki dewasa yang tampan hampir mirip dengan Sandi. Thalia pun tersenyum pada laki-laki yang dia tahu sebagai papanya Sandi.
"Siang, Om! Silakan masuk!" sapa Thalia.
"Siang, Bagaimana keadaan Sandi?" tanya Tuan Morgan seraya masuk ke dalam.
"Sudah membaik, Om!" jawab Thalia.
Thalia memilih untuk duduk di sofa dan membiarkan Sandi melepaskan kerinduan pada papanya. Dia tidak ingin mengganggu kebersamaan mereka yang jarang sekali terjadi.
"Tali, aku ingin minum jus alpukat. Sekalian juga buat papa ya!" pinta Sandi.
"Ya sudah aku beli dulu. Om mau minum apa?" tanya Thalia.
"Om, capuccino saja."
"Baik, Om! Saya permisi," pamit Thalia.
Sandi hanya melihat kepergian Thalia. Dia sengaja menyuruh gadis itu keluar karena ada hal ingin dia katakan pada papanya. Setelah memastikan Thalia tidak akan mendengar pembicaraannya, Sandi pun mulai bicara pada papanya.
"Papa, aku ingin menikah dengan gadis itu."
"Maksud kamu sahabat kamu itu?" tanya Morgan.
"Iya, tapi sekarang dia dijodohin oleh keluarganya dengan kutu kupret itu," adu Sandi.
"Siapa kutu kupret?"
"Anaknya pebinor itu. Sekarang aku yang akan merebutnya. Aku gak akan biarkan dia menikah dengan Tali. Papa harus bantu aku agar bisa membatalkan acara pernikahan mereka."
"Tenang saja, Papa pasti akan bantu kamu. Apa harus Papa pindah ke sini lagi?" tanya Morgan dengan menatap lekat putranya.
Sebenarnya dia ingin membawa Sandi pergi bersamanya. Tetapi dia tidak ingin Sandi semakin tertekan jika dia memaksanya. Sehingga membiarkan putranya berbuat sesuka hatinya.
"Jangan! Aku yang akan bawa istriku ke tempat Papa."
"Oke Papa tunggu! Kamu bilang saja apapun yang kamu butuhkan. Nanti sekretaris Papa yang akan mengurusnya."
Tunggu saja kejutan dari aku! Tali, selamanya kamu akan jadi milik aku, batin Sandi.
Ayah dan anak pun mulai menyusup rencana agar bisa membatalkan pernikahan Thalia. Morgan terlihat bersemangat saat membahas strategi demi strategi bersama dengan putranya. Setelah bertahun-tahun lamanya. Dia kembali merasakan hal yang dulu sering dia lakukan bersama dengan Sandi ketika pemuda itu masih kecil.
"Perfect, Pah! Aku akan ikuti rencana Papa. Kita satu team sekarang," ucap Sandi dengan wajah yang berbinar.
Tidak berapa lama kemudian, Thalia datang dengan dua kantong plastik di tangannya. Dia membawa jus pesanan Sandi beserta dengan cemilannya. Hatinya menghangat saat melihat Sandi dan papanya sedang tertawa bersama.
"Sandal ini jusnya dan ini untuk Om," ucap Thalia dengan menyimpan jus dan capuccino di atas nakas. Sementara dia memilih kembali duduk di sofa.
"Terima kasih!" sahut Morgan tersenyum ramah pada gadis yang dicintai putranya.
"Sama-sama, Om."
"Thalia, Om dengar kamu akan menikah. Siapa calon suami kamu?" tanya Morgan.
"Iya, Om. Dia Jojo Frizt Om. Artis terkenal itu loh," jawab Thalia dengan bangga.
Cih! Cowok gemulai gitu disukai, mending juga aku ke mana-mana, sungut Sandi dalam hati.
"Oh, iya Om tahu. Tapi kalian kenal di mana?" tanya Morgan lagi penasaran.
"Sebenarnya, Tuan Simon yang meminta pada ayah untuk menjodohkan aku dengan putranya," jelas Thalia.
"Oh, seperti itu rupanya." Morgan hanya menganggukkan kepalanya berkali-kali. Kini dia mengerti dengan apa yang terjadi sebenarnya.
Harusnya Sandi gak sulit merebut gadis itu. Tapi, baiklah. Aku pasti akan membantu putraku meski dengan cara kotor sekalipun. Simon, kita kembali berhadapan, batin Morgan.
Morgan kembali mengobrol dengan putranya memakai bahasa yang tidak diimengerti oleh Thalia. Sehingga gadis itu pun memilih untuk bermain ponsel. Setelah mereka cukup berbincang-bincang, Morgan pun pamit pulang. Dia mengeluarkan sebuah amplop cokelat dari balik jasnya. Kemudian menghampiri Thalia yang sedang asyik berseluncur di dunia Maya.
"Thalia, Om pulang dulu. Ini sedikit sebagai ucapan terima kasih Om, karena kamu menjaga putra Om yang bandel itu."
"Tidak usah, Om. Aku ikhlas kho, lagipula aku kan sahabat dia," tolak Thalia.
"Om, memaksa. Simpan saja untuk berjaga-jaga jika ada kebutuhan yang mendesak." Morgan langsung mengambil tangan Thalia dan menyimpan amplop yang lumayan tebal itu di atas telapak tangan Thalia.
"Tapi, Om aku ...."
"Om, mohon jangan menolak!"
"Baiklah, Om. Terima kasih!"
"Ya sudah, Om pulang ya!" Morgan berniat langsung pulang ke hotel. Dia mulai merasakan lelah karena tadi setibanya di Jakarta, dia langsung menuju ke rumah sakit.
Saat dia keluar dari ruang perawatan Sandi. Bibirnya tersenyum sinis saat mendapati seorang wanita yang sedang menyembunyikan wajahnya di balik lidah topi yang lebar. Namun, sedikit pun dia tidak berniat untuk menyapanya.
Kasihan sekali, keegoisan kamu membuat anak yang sudah kamu lahirkan tidak peduli padamu, batin Morgan.
...~Bersambung~...
...Dukung terus Author ya kawan! Klik like, comment, vote, rate, gift dan favorite....
...Terima kasih....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
PASTI RALINE SI WANITA/IBU & ISTRI PENGHIANAT..
2024-01-02
1
Asef Sudarsono
lanjut dong kk
2022-08-12
4