Steven menatap wajah perempuan itu sebentar, dilihat dari paras ayunya, dia sepertinya berusia 25 tahun. Dia memakai dress yang cukup mini, tetapi bentuk dadanya yang cukup besar itu tak terlihat sebab kerah dressnya tertutup.
"Apa Mama mau menjodohkanku?" Bukannya menanggapi ucapan wanita itu, Steven malah sudah menebak kalau wanita yang dipanggil Mama itu akan menjodohkannya. Sebab itu sudah sering terjadi.
Sindi Prawita, dia adalah Mama kandung Steven. Wanita itu sering sekali mengenalkan seorang perempuan padanya. Dari mulai seorang gadis hingga janda. Dari yang berusia 20 tahun, hingga yang seumuran dengannya.
Sindi melakukan hal tersebut lantaran dia ingin anak bungsunya berumah tangga. Bahkan yang dia tahu—pacar pun Steven tidak punya.
Dulu punya, bahkan Steven juga punya banyak mantan dan dia juga sudah mulai berpacaran semenjak kelas 1 smp. Tetapi belum ada salah satu di antara mereka yang mampu membuat Steven yakin untuk menikahinya.
Terlebih mantannya yang terakhir, dia menjalin kasih selama satu tahun. Bahkan lebih parahnya sudah bertunangan, tetapi dia begitu teganya mengkhianati Steven.
...(Flashback On)...
"Dia siapa, Imel? Apa pacarmu?" tuduh Steven saat memergoki pacarnya yang tengah bermesraan dengan pria lain di sofa.
Dia menuduh pacarnya bukan tanpa sebab, karena sejak awal dirinya datang ke rumah gadis itu—dia melihat gadis itu sudah dijemput oleh seorang pria berjas yang turun dari mobil. Steven sempat melihat adegan cipika cipiki keduanya sebelum mobil itu melaju.
Siapa orang yang tak panas melihat itu semua? Tidak ada, kan? Dan dengan emosi yang membara di dalam dada—Steven pun mengikuti mobil itu sampai akhirnya tiba di bar.
Terlihat gadis itu membulatkan matanya, dia begitu kaget melihat pacarnya itu berada di depan mata. Bahkan ciumannya yang baru saja dilakukan oleh pria yang saat itu bersamanya langsung dia hentikan. Buah dadanya yang sempat diremas dengan kuat itu dia tepis kasar.
Bugh!
"Brengs*knya kau mencium tunanganku!" geram Steven.
Sebuah bogem mentah mendarat pada salah satu pipi pria itu, hingga membuat pria itu terjungkal ke lantai. Steven sudah tak bisa mengontrol dirinya akibat emosi di dalam dada.
"Kak Steven! Stop!" Imel memekik seraya menghentikan tangan kekar Steven yang hampir sedikit lagi menonjok pria di sampingnya.
Steven langsung menarik kasar lengan gadis itu hingga membawanya keluar dari bar.
"Kau membelanya? Kau cinta padanya, Mel? Kenapa kau tega sekali padaku!" teriak Steven sambil melotot, kedua tangannya mengepal. Ingin sekali dia menampar pipi gadis di depannya, tetapi dia tak bisa.
"Dia hanya temanku, teman kuliahku, Kak," jelasnya entah itu jujur atau tidak. Sebab faktanya Steven mampu menilai sendiri.
"Teman kuliah kau bilang? Teman nggak mungkin sampai cium-cium bahkan meraba dada! Mulai sekarang kita putus!" pekik Steven, lantas dia pun berjalan cepat menuju mobilnya. Dan Imel langsung berlari mengejarnya, bahkan mengehentikan Steven yang hendak membuka pintu mobil.
"Kak ... aku nggak mau kita putus, maafkan aku, Kak," pinta Imel sambil menyentuh salah satu lengan kekar Steven, tetapi pria itu menampiknya.
"Mulai hari ini kau keluar dari apartemenku!" pekiknya lantang, kemudian dia menarik tubuh gadis itu supaya menyingkir dari mobilnya. Lantas Steven masuk ke dalam mobil dan mengemudi dengan kecepatan tinggi.
"Apa yang kurang dariku? Semuanya aku berikan bahkan seluruh cintaku. Tapi inikah balasannya?" Monolog Steven sambil menonjok stir.
Imel tinggal disalah satu unit apartemen milik Steven dan itu gratis. Biaya hidupnya entah dari makan, pakaian hingga perawatan wajah Steven yang tanggung. Juga dengan sebuah mobil mewah yang Steven berikan.
Setelah putus, dia tak akan meminta semua hartanya itu dikembalikan. Steven akan mengiklaskannya, tetapi dengan catatan gadis itu harus keluar dari apartemen. Supaya Mereka tak akan sering bertemu, meskipun memang sama-sama berada di Jakarta.
Dan semenjak saat itu, tiga tahun terakhir Steven menjomblo. Dia ingin menikmati kesendirian yang hanya sibuk dengan urusan kantor saja. Pernah ada juga saat dimana dia suka pada wanita, tetapi sayangnya wanita itu sudah bersuami. Steven memilih mundur daripada harus jadi duri dalam rumah tangga orang lain.
Steven juga termasuk tipe pria yang posesif terhadap pasangan, dia mudah sekali cemburu bahkan hanya dari sebuah jabatan tangan dengan pria lain.
...(Flashback Off)...
Sindi mengeleng cepat. "Nggak, Mama hanya ingin kalian berteman saja. Apalagi dia akan jadi sekertarismu. Bos dan karyawan juga harus akrab, supaya enak, kan?"
"Tapi darimana Mama tahu aku mencari sekertaris baru? Si Lia saja baru tadi pagi meminta risen." Steven menatap mata Sindi dengan curiga, yang tahu mungkin hanya dia dan asistennya saja. Dan alasan Lia risen karena dia tengah hamil dan ingin fokus pada perutnya menuju proses melahirkan.
"Mama malah nggak tahu kalau sekertarismu risen." Sindi menggeleng lagi, tetapi wajahnya tampak gugup. "Tadinya Mama mau dia jadi sekertaris keduamu, hanya untuk jaga-jaga kalau Lia akan risen."
"Ah lagu lama. Mama pasti bohong." Steven tersenyum miring sembari geleng-geleng kepala.
"Mana mungkin Mama bohong. Mama 'kan orangnya jujur. Oh ya, Mama ke sini mau ajak kamu dan Fira makan di Restoran Nissa. Ayok ikut." Sindi berjalan beberapa langkah menghampiri anaknya yang masih duduk.
"Aku sibuk, Ma. Mama dan Fira saja deh, ya?" tolak Steven. Dia malas sebab sudah merasa punya pirasat tak enak. Pasti nanti mamanya itu akan bercerita panjang lebar tentang keinginannya.
"Tadi kamu bilang nggak sibuk? Nggak boleh bohong sama orang tua, nanti dosa. Mama juga ke sini sama Fira naik taksi lho, mana macet." Sindi menarik sekuat tenaga lengan kekar Steven hingga pria itu berdiri. Ingin rasanya dia menolak lagi, tetapi lengannya malah sudah ditarik duluan keluar dari ruangannya.
***
Tibanya di restoran, mereka langsung duduk di meja yang berada di pojok ruangan. Itu adalah salah satu meja favorit Sindi setiap kali datang ke restoran. Dan restoran itu adalah restoran milik anak perempuannya. Tetapi meski begitu—dia selalu membayar setiap kali makan, walau terkadang kasirnya sendiri suka menolak.
Seorang pelayan datang dan langsung memberikan buku menu di atas meja. Sindi yang begitu antusiasnya langsung membuka dan memperlihatkannya pada Fira.
"Kamu mau pesan apa, Fir? Steven suka sekali sama steak daging, lho. Apa kamu mau mencobanya?" tawar Sindi sambil tersenyum memandangi wajah gadis di sampingnya.
"Boleh deh, Tante." Gadis yang bernama Fira itu mengangguk dan tersenyum.
"Kamu bagaimana, Stev?" Sindi bertanya pada anaknya yang sejak tadi melihat layar ponsel. Dan seketika kedua mata pria itu membulat sempurna, dia seperti kaget melihat sesuatu di sana. "Eh, mau ke mana?" Sindi menahan lengan anaknya saat pria itu hendak mengangkat bokong.
"Aku mau kencing. Kebelet. Mama pesan saja dulu, untukku apa saja." Steven menepis tangan Sindi begitu saja. Wajahnya terlihat panik dan segera lari terbirit-birit menuju toilet dan langsung masuk ke dalam.
Dengan napas yang tersengal—dia menatap tak percaya pada layar ponselnya sendiri sambil menempelkan punggangnya pada pintu.
"Apa nggak salah ini? Kok Citra ada di restoran?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 483 Episodes
Comments
Eka
lenapa kamu takut dua kan istrimu kenalkan sekalian samA mamamu stev
2024-06-01
0
Wirda Wati
lanjuut
2024-01-23
0
p
berarti Steven punya niat ga baik ma Citra mempermainkan Citra kasian sich😭
2023-02-14
2