Menjerat Hati Perjaka Tua
"Om mohon padamu ... tolong menikahlah dengan Citra, putri Om, setelah dia lulus SMA. Om yakin ... kamu bisa menjadi suami yang baik untuknya." Ucapan yang terdengar memohon itu berasal dari seorang pria paruh baya yang tengah berbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit. Dia menangis tersedu-sedu meratapi keadaannya.
Seorang pria bertubuh tegap tengah duduk di kursi kecil di sampingnya. Dia tampak termangu memikirkan permintaan pria yang sudah dia anggap sebagai papa keduanya.
Mungkin sudah lima kali pria itu memohon dengan ucapan yang serupa, dan kali ini dia seakan berat untuk menolaknya lagi. Sebab tak tega dengan keadaannya. Dengan segala pertimbangan—akhirnya dia pun menerima.
"Baiklah, aku akan menikahi Citra, Om," jawabnya dengan hembusan napas yang terdengar berat.
"Terima kasih. Kamu memang pria yang baik, Om beruntung mengenalmu." Pria paruh baya itu tersenyum lebar dan perlahan menyeka air mata di pipi. Dia merasakan dadanya yang sempat sesak kini langsung lega, napasnya yang tersendat sudah kembali lancar.
Kemudian, seorang pria berkacamata yang sejak tadi berdiri di samping pria yang duduk, lantas memberikan sebuah map coklat dan pulpen kepada pria yang akan menikahi Citra.
***
Seminggu kemudian....
Ceklek~
Beberapa gadis berseragam putih abu-abu dengan coretan warna warni khas kelulusan itu masuk ke dalam ruang perawatan rumah sakit. Jumlah mereka ada tiga, dan ada dua laki-laki memakai seragam bebas yang mungkin usianya dua tahun di atas mereka.
Salah satu gadis yang paling cantik diantara para gadis itu—lantas menghamburkan pelukan kepada seorang pria paruh baya yang tengah berbaring lemah di ranjang pasien. Banyak alat medis di dadanya dan selang infusan pada punggung tangan.
"Ayah ... bagaimana keadaan Ayah? Aku lulus Ayah, alhamdulillah!" Gadis itu tampak bahagia. Setelah pelukan itu terlepas—dia pun memperlihatkan selembar kertas yang bertuliskan 'LULUS' kepada ayahnya.
Pria itu hanya melihatnya saja, sebab tangannya susah untuk digerakkan secara bebas.
"Alhamdulillah, Ayah ikut senang, Sayang," sahutnya seraya tersenyum lebar.
Pria yang disebut Ayah itu bernama Danu Siregar. Dia seorang pengusaha sukses dibidang property. Tetapi sayangnya sudah hampir satu tahun penyakit gagal ginjal yang dideritanya tak kunjung sembuh. Juga dengan riwayat asma yang sering kambuh.
Usaha pencangkokan ginjal untuknya belum dilakukan. Bukan karena tak ada biaya, tetapi pihak rumah sakit mengatakan jika sampai sekarang mereka belum berhasil menemukan yang cocok. Dia juga sering bolak balik ke luar negeri untuk berobat di sana. Namun sama saja, tak membuahkan hasil.
Sekarang yang bisa Danu lakukan hanya pasrah, apalagi dokter sering mengatakan jika umurnya tinggal menghitung hari. Mungkin untuk sementara waktu dia hanya mencuci darah. Selebihnya pasrah pada Tuhan yang maha kuasa.
Danu tersenyum melihat putri semata wayangnya itu duduk di kursi kecil lalu mencium keningnya, tetapi senyuman itu seketika pudar lantaran melihat warna rambutnya yang begitu menyilaukan mata.
"Kenapa rambutmu diwarnai lagi? Bukannya baru kemarin Ayah sudah memintamu mengubahnya jadi hitam?" tanya Danu lirih, wajahnya menggambarkan ekspresi tidak suka.
Baru kemarin rambut gadis itu berwarna hijau lumut, sekarang berubah menjadi kuning terang.
Jelas saja, Citra Putri Siregar atau biasa dipanggil Citra ini adalah putri semata wayangnya. Tetapi diusianya yang masih 19 tahun itu—dia sering sekali membuat dibuat khawatir.
Bukan karena anaknya itu nakal, Citra sendiri tipekal gadis penurut dan manja. Tetapi memang terkadang dia selalu overprotektif. Apalagi pergaulan zaman sekarang sangat mengerikan. Danu tak mau putri satu-satunya itu salah bergaul, apalagi dengan teman-teman yang datang bersamanya.
Dari kedua gadis yang tengah berdiri di depan pintu itu sama sekali tak ada yang salah di matanya, tetapi yang menganggu mata Danu adalah seorang lelaki yang sekarang baru duduk di sofa.
Kulitnya hitam, giginya tonggos dan agak kuning. Rambutnya berantakan serta wajahnya tampak kusam seperti belum bersentuhan dengan air. Ditambah Danu mencium bau tidak sedap menyerupai aroma ketek yang berasal darinya.
Dia memakai jaket kulit hitam, celana jeans panjang berwarna biru nevy robek-robek, anting rantai yang panjang sebahu di sebelah telinga kiri, tindikan di bibir bawah, tatto di leher bergambar tengkorak dan warna rambut yang serupa dengan Citra.
Bahkan Danu baru sadar jika semua rambut anak-anak itu berwarna kuning-kuning. Menggelikan sekali kelihatanya, untungnya tidak mengambang di kali.
"Dia siapa? Temanmu?" Danu menatap tajam lelaki yang tengah duduk di sofa dengan kedua kaki bertengger di atas meja. Sungguh sangat tidak sopan—pikirnya.
"Mereka semua teman-temanku, Ayah. Masa Ayah lupa? Dia Lusi dan Rosa." Citra memutar kepala ke arah dua temannya itu, yang satu berambut pendek dan yang satunya agak ikal.
"Terus yang cowok itu mereka siapa? Dan yang seperti preman itu siapa?" Danu kenal dua teman anaknya itu, tetapi yang dia maksud adalah lelaki yang bergigi tonggos.
"Oh, itu Udin dan David. Mereka temannya Rosa, tapi sekarang menjadi temanku juga." Citra menunjuk mereka sesuai nama. Dan lelaki yang tidak disukai Danu yang bernama Udin.
"Apa kalian bisa pulang dari sini?" tanya Danu dengan nada mengusir.
"Kok Ayah mengusir mereka? Mereka 'kan datang ingin menjenguk Ayah." Citra tampak kesal, ditambah dia juga merasa tak enak, takut jika teman-temannya marah.
Danu membuang napasnya kasar. "Bukan mengusir, tapi Ayah ingin bicara berdua denganmu. Ini masalah penting."
Lama-lama pernapasannya semakin sesak mencium aroma tidak sedap lelaki itu. Tidak baik rasanya untuk kesehatan. Dan memang benar dia ingin bicara empat mata dengan putrinya.
"Kita nggak apa-apa kok kalau Om Danu mau istirahat, Cit." Gadis berambut pendek yang bernama Rosa itu bersuara, lantas dia pun berjalan menghampiri Citra. "Tapi kita semua mau bicara sebentar dengan Citra, boleh ya, Om?"
Danu mengangguk pelan sebagai jawaban. Lantas Citra berdiri lalu keluar dari ruangan itu, disusul dengan teman-temannya yang lain.
"Katanya kamu mau traktir kita ke restoran? Jadi apa nggak, Cit?" tanya Udin. Tadi Rosa meminta untuk mengobrol dengan Citra karena dialah yang menyuruhnya.
Sebenarnya bukan Citra ingin mentraktir niat awalnya, tetapi kedua teman perempuannya yang terus merengek. Bahkan saat masih berada di sekolah.
"Jadi. Tapi nanti malam saja bagaimana? Nanti aku izin sama Ayah," tawar Citra.
"Dih, aku kepengennya sekarang, Cit. Perutku laper." Lusi mengusap perutnya yang tiba-tiba berbunyi.
Memang rencana mereka semua ke restoran adalah habis Citra bertemu dengan ayahnya, akan tetapi melihat ayahnya tadi mengusir, tentu harapan mereka akan gagal. Dan itu tak boleh sampai terjadi.
"Bagaimana kalau sekarang saja. Ah kalau tidak, mentahannya saja berikan sama kami." Udin mengusulkan ide.
"Mentahan? Maksudnya bagaimana?" Citra mengerenyitkan dahinya heran.
"Uangmu. Berikan saja pada kami, itung-itung mentraktir. Nanti kita semua bisa makan di restoran," sahut Udin.
"Ah, benar juga tuh, Cit." Rosa ikut menimpali.
"Memangnya nggak apa-apa kalau mentraktir dengan cara seperti itu?" tanya Citra. Dia tampak heran, tetapi temannya justru terkekeh melihat kepolosannya itu.
"Nggak apa-apa. Iya, kan?" Udin bertanya apa temannya yang lain. Dan mereka pun menyahuti dengan anggukan semangat.
"Ya sudah. Terus berapa masing-masing yang harus aku berikan?" Citra ini memang begitu polos dan gampang dibujuk, dia langsung saja mengambil dompet di dalam tas jinjingnya tanpa pikir panjang.
Setelah dibuka, banyak sekali lembaran uang seratus ribuan dan seketika membuat mata teman-temannya itu langsung melotot.
...Hay, selamat datang di karyaku yang ke tiga di Noveltoon. Terima kasih sudah mampir, semoga suka...
...Jangan lupa tambahkan ke favorit, like serta komennya, ya!...
...Dilarang BoomLike, ya! karena itu akan mengurangi kualitas novel. Kalau niat ingin membaca, baca sampai akhir dan jangan diskip....
...Ayok dukung terus, karena dukungan dari pembaca sangat berguna untuk penyemangat dalam menulis ❤️😉...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 483 Episodes
Comments
Dedeh Herawati
mampir ach
2024-09-15
0
Kopi pahit pahit Mopai
trs
2024-03-31
3
Rasmiah Rasmiah
baru mampir
2024-03-17
1