"Om kenapa malah keluar lagi? Aku nggak bisa mandi kalau begini, Om! Aku takut sama cicak!" Citra memekik dari dalam.
Steven membuang napas dengan kasar. "Kamu cepat pakai handuk dulu! Nanti aku masuk dan membuang cicaknya!" jawabnya sedikit berteriak.
"Aku nggak bawa handuk, lupa, Om."
"Ya sudah pakai lagi bajumu lagi! Cepat!" pekik Steven.
"Iya, iya!" Tak berselang lama Citra pun kembali terkata. "Sudah, Om. Aku sudah pakai dress."
Steven perlahan memutar handle pintu itu sambil terus membuang napas. Dia tak menatap Citra sama sekali meski kini gadis itu sudah memakai pakaian. Cepat-cepat dia menarik tissue toilet lalu memungut cicak itu dan membawanya pergi.
***
Steven menoleh pada Citra. Gadis itu memakai baju tidur lengan pendek dan kini mereka duduk bersebelahan sambil makan bubur. Dia mencoba menepis semua apa yang dilihatnya tadi, dan menganggapnya tak melihat apa-apa.
Citra makan dengan lahap, tetapi banyak sekali bumbu di dalam bubur itu yang dia buang di plastik putih. Yaitu kacang dan daun bawang.
"Kamu nggak doyan daun bawang dan kacang?" tanya Steven.
Citra menoleh padanya. "Daun bawang doyan, tapi kalau mentah nggak. Dan kalau kacang emang aku alergi, Om."
Steven membulatkan matanya, segera dia merebut mangkuk itu dari tangan Citra. "Maaf aku nggak tahu, Cit. Lebih baik kamu nggak usah makan ini."
"Nggak apa-apa, Om. Tadi aku sudah memisahkannya kok." Citra mengambil kembali mangkuk itu. Lalu memakan beberapa suap lagi hingga habis.
"Besok-besok kamu beritahu aku apa yang kamu nggak suka dan nggak. Apalagi yang alergi. Jangan sampai gara-gara ini kamu sakit, Cit," ujar Steven.
Ucapannya terdengar begitu perhatian dan itu membuat Citra merasa senang. Tetapi entah mengapa gadis itu malah menutupi wajahnya, dan tak berselang lama isakan tangis itu terdengar.
"Lho, kamu kenapa? Kok nangis?" tanya Steven dengan binggung.
"Aku ... aku ingat sama Ayah, Om. Sekarang ... sekarang nggak akan ada lagi yang menanyakan aku sudah makan belum, sudah mandi, sudah belajar, aku ... aku sendiri—"
"Aku yang akan melakukannya," sela Steven cepat seraya meraih tubuh Citra lalu membawanya ke dalam dekapan. "Aku yang akan melakukan itu semua, kamu jangan sedih. Kan aku sudah bilang kalau aku akan selalu menjagamu. Berada disisimu."
Niat hati ingin menenangkan, justru tangisan Citra malah makin pecah, begitu nyaring mengisi ruangan itu. Padahal, Citra sendiri sangatlah senang mendapatkan pelukan seperti itu. Tetapi tetap saja air matanya tak bisa terbendung.
'Terima kasih, Om. Om sangat baik padaku. Aku suka sama Om ganteng.'
Setelah beberapa menit Steven mengusap-usap punggung gadis itu, suara tangisnya kini lama-lama berakhir dan malah sudah tak ada. Tubuhnya seketika lemas dan dilihat gadis itu memejamkan mata.
Citra tidur, dekapan pria itu yang begitu hangat membuatnya nyaman. Citra merasakan sentuhan seperti dia memeluk ayahnya, hanya saja bedanya Steven lebih wangi.
"Hhmm ... dia malah tidur. Kenapa kebanyakan orang yang habis nangis itu tidur?" cicit Steven. Lantas dia pun mengendong tubuh kecil Citra, lalu membawanya ke dalam kamar.
Dibaringkannya tubuh gadis itu di atas kasur, kemudian menarikkan selimut dan menyelimutinya sampai di atas dada. Steven menyunggingkan senyum tipisnya saat memandangi wajah polos Citra.
'Ternyata dia manis juga,' batin Steven.
"Ayah!" Citra tiba-tiba mengenggam lengan kiri Steven saat pria itu hendak melangkah.
"Iya," jawabnya. Pelan-pelan Steven melepaskan cekalan tangan Citra. Namun, gadis itu justru memeluk lengannya hingga membuat tubuh Steven ikut tertarik.
Sedikit lagi mungkin Citra akan tertimpa kalau tidak cepat-cepat dia tahan oleh kedua tangannya. Steven menghela napasnya lega, sambil menatap wajah Citra yang hanya berjarak beberapa inci saja. Lalu perlahan dia menarik tubuhnya hingga berdiri lagi, pelukan Citra sudah mulai merengang dan terlepas.
Suara dengkuran halus itu terdengar di telinga, sepertinya Citra sudah terlelap dari tidurnya.
'Aku harus lebih hati-hati lagi, ini terlalu berbahaya dan menguji iman,' batin Steven. Perlahan dia pun berjalan keluar dari kamar itu, kemudian menutup pintunya dengan rapat.
***
Steven duduk selonjoran di atas kasur sambil menatap layar laptop. Dia tengah memeriksa beberapa data pekerjaan. Tetapi entah mengapa rasa fokus itu hilang seketika saat mengingat kejadian tadi sore. Bayangan tubuh Citra yang bugil itu seakan bergelayut di dalam saraf otaknya. Dan itu membuat kejantanannya di dalam celana langsung menegang.
"Ah sial!" Steven mengusap wajahnya kasar, lalu menampar bolak-balik kedua pipinya itu dengan pelan. Seakan menyadarkan pikiran kotornya. "Ingat Stev, aku harus menjaganya, bukan merusaknya."
Dia melipat laptop, lalu bangkit dari tempat tidur. Kakinya perlahan masuk ke dalam kamar mandi, dia ingin mengambil air wudhu untuk melaksanakan shalat isya. Mungkin dengan begitu, pikiran kotornya akan hilang.
Steven bukan ahli dalam urusan agama, tetapi memang shalat lima waktunya tak pernah dia tinggalkan. Bahkan dijam-jam sibuk sekali pun.
***
Keesokan harinya.
Citra yang baru saja selesai mandi langsung mencium aroma sedap masakan. Wanginya seperti nasi goreng.
Krukuk-krukuk.
Cacing di dalam perutnya langsung berbunyi. Cepat-cepat dia memakai pakaian lalu keluar kamar.
Tepat di dapur, Citra melihat Steven yang tengah berkutat di depan kompor. Pria tampan itu memakai kemeja lengan panjang berwarna cream, tetapi lengan kemejanya digulung sampai siku. Dan memakai celana bahan berwarna hitam.
Punggung lebar pria itu selalu membuat Citra terkagum-kagum. Kedua pipi gadis itu langsung merona dan jantungnya seketika berdebar.
"Om Ganteng sedang apa?" tanya Citra seraya berlari dan dengan cepat memeluk tubuh Steven dari belakang.
Sontak pria itu terperangah hingga menjatukan suntil kayu. Lantas dia pun segera melepaskan pelukan itu, lalu menoleh padanya.
"Jangan peluk-peluk sembarangan! Aku kaget, Cit!" pekiknya marah. Wajah Steven langsung merah dan rahangnya mengeras. Dia membungkukkan badan untuk memungut suntul kayu itu dan melemparkannya ke dalam bak wastafel. Kemudian melanjutkan aktivitas menggoreng nasi itu dengan suntil kayu yang baru.
"Maaf, Om. Maafkan aku, aku tadi refleks," ujar Citra pelan dengan jantung yang makin berdebar. Tetapi debarannya kini bercampur takut karena telah dimarahi. Dia beringsut mundur beberapa langkah dan menjauhkan dirinya dari pria tampan itu, takut jika kena omel lagi.
"Duduk di meja makan. Nanti kita makan bersama." Sekarang nada suaranya merendah, pria itu mengatakannya tanpa menoleh.
"Iya, Om," jawab Citra pelan. Kemudian langsung menarik kursi dan duduk. Kebetulan meja makannya juga dekat dengan dapur.
Suasana sarapan mereka berjalan dengan keheningan. Yang terdengar hanya suara sendok yang beradu dengan piring saja. Steven menatap wajah Citra yang duduk di depannya. Gadis itu makan sambil menunduk, bahkan sedikit pun tak menatap ke arahnya.
"Apa nasi gorengku nggak enak rasanya?" tanya Steven menepis keheningan. Dia merasa tak enak jika berdiam terus, apalagi ingat kalau tadi habis membentak gadis itu.
"Enak, Om. Sangat enak." Citra langsung mengangkat wajahnya dan menampilkan senyuman terindahnya pada Steven. "Selain ganteng Om juga pintar memasak, ya? Belajar di mana, Om?"
"Otodidak. Nasi goreng juga gampang." Steven meraih gelas yang terisi penuh lalu menyesapnya sampai tandas. "Oh ya, ini ...." Steven membuka dompetnya yang dia ambil di dalam kantong celana, lalu menggeserkan sebuah kartu ATM berwarna hitam kepada Citra. "Mulai sekarang ... apa pun yang kamu mau beli, bayar pakai ini."
"Tapi aku sudah punya kartu rekening sendiri, Om. Om nggak usah memberikan ini padaku." Citra menolak, tetapi tangannya mengambil kartu itu. Sebuah black card yang hampir sama seperti miliknya.
"Itu berbeda, itu 'kan dariku. Mulai sekarang pakai itu dan kartu milikmu simpan saja. Jangan digunakan lagi."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 483 Episodes
Comments
Eka
semoga saja steven bisa memperlskukan citra sebagai istrinya
2024-06-01
0
p
kalo Steven udah dewasa kok ga paham gimana memperlakukan istri dengan baik✌️
2023-02-14
2
Okto Mulya D.
Thor, masih bingung status Steven di sini?, suami harusnya langsung MP, ini ngga malah kayak perawan takut sama istri dan ngga pengin menyentuh, itu sama aja berdosa karena sama saja dzalim pada pasangan istri
2022-12-14
1