Dari kejauhan, Arya berjalan dengan santai dengan kedua tangannya memegang belati. Belati di tangan kanannya sudah penuh dengan darah yang menetes dari ujung belati tersebut.
Tentu, belati yang berada di tangan kanannya merupakan belati yang dia gunakan untuk membunuh pemuda botak tadi yang kini terbaring mati dengan perutnya yang memiliki luka sepanjang lengan, memperlihatkan organ tubuhnya dan tulang putihnya.
Meski Arya berjalan santai, Roy dan kelompoknya merasakan tekanan yang tidak bisa dijelakan setiap langkah yang Arya ambil.
Mereka tidak berani bergerak karena ketakutan sementara beberapa sudah jatuh pingsan.
Mereka semua tidak menyangka hal ini.
Bahkan Roy, sebagai pemimpin kelompoknya terkejut bukan main dengan Arya yang membunuh tanpa berkedip. Tidak pernah ada satu pun dari seribu pemikirannya bahwa Arya adalah seorang pembunuh.
Jika Roy tahu Arya seorang pembunuh, dia tidak akan mencari masalah dengannya sejak dulu.
Ketika Arya hanya berjarak sepuluh langkah darinya, dua orang yang masih memiliki kesadaran berteriak panik dan histeris sambil berlari, berharap bisa melarikan diri.
Berkat teriakan kedua orang itu, Roy dan sisa temannya tersadar dan kembali ke akal sehat mereka.
Melihat bahwa ketakutan Roy dan kelompoknya sedikit menurun, Arya mempercepat langkahnya dan segera berlari menuju dua orang yang berlari tadi.
Dia tidak akan melepaskan mereka satu pun. Selain itu, jika ada seseorang yang selamat dan pergi melaporkan pada polisi, maka semuanya akan menjadi rumit.
Makanya, Arya memilih membunuh mereka yang hendak melarikan diri terlebih dahulu agar tidak ada saksi mata.
Hanya dalam sekejap, Arya berhasil membunuh dua orang itu. Dia menusuk keduanya di leher sebanyak dua kali dan perut tiga kali. Setelah itu, keduanya mati dengan teriakan kesakitan yang menakutkan.
Dari teriakan keduanya, semua orang tahu kalau mereka mati dengan mengenaskan.
Kini, hanya tersisa sepuluh orang lagi.
Pemuda botak dan dua orang lainnya sudah mati, hanya menyisakan Roy dan sembilan lainnya. Empat orang pingsan, jadi Arya mendapat kemudahan karena harus menghadapi lima orang saja.
Sekarang, dia memiliki keyakinan penuh bahwa dia bisa membunuh sisanya dengan mudah.
"Ja-jangan lari atau kalian akan dibunuh! Serang dia, kita berlima sedangkan dia hanya seorang diri!"
Sebuah teriakan penik dan gemetar terdengar. Tentu, Roy yang berteriak.
Empat orang yang hendak melarikan diri ragu-ragu untuk waktu yang cukup lama sebelum akhirnya mereka menguatkan tekad untuk melawan.
Mereka menang jumlah dan memiliki pipa besi di tangan mereka.
Meski pipa besi tidak semenakutkan belati, tapi pipa besi memiliki keunggulan yang tidak dimiliki belati, yaitu panjangnya.
Pipa besi di tangan mereka memiliki panjang setidaknya satu meter sedangkan belati Arya hanya memiliki panjang sekitar tiga puluh centimeter.
Tentu, di titik ini pipa besi memiliki sedikit keunggulan.
Melihat lima orang yang tersisa ingin melawannya, Arya tertawa kecil yang terdengar menakutkan sebelum dia menguatkan pegangannya pada kedua belatinya dan berlari melawan Roy dan empat lainnya.
Terkejut, Roy dan empat lainnya segera berpencar menjadi tiga kelompok.
Arya segera menuju kelompok pertama yang paling terdekat dengannya yang berjumlah dua orang.
Kedua orang itu terkejut, membuat yang satu berteriak takut dan melarikan diri sementara satu lagi mengayunkan pipa besinya ke bahu Arya tapi Arya menghindar.
Dia segera menusuk leher pemuda yang menyerang lurus ke arahnya dan langsung mengejar yang melarikan diri tadi.
Dalam seketika, dua orang terbunuh lagi.
Ketika Arya hendak berbalik dan membunuh tiga lainnya, dia terkejut karena tiba-tiba Roy sudah berada di belakangnya tanpa dia sadari.
Roy menyerang dengan sekuat tenaga dengan pipa besinya, memukul punggung Arya dan membuat yang terakhir mengerang kesakitan.
Tidak menyia-nyiakan kesempatan, Roy memukul sekali lagi.
"Apa yang kalian lakukan?! Bantu aku membunuhnya, sialan!"
Roy berteriak pada dua yang masih hidup. Keduanya segera datang dan membantunya.
Arya berdecak kesal ketika dia mendengar teriakan Roy. Dia segera menjauh tapi tiba-tiba dia merasakan kepala bagian belakangnya terpukul oleh sesuatu.
Ternyata, salah seorang dari dua lainnya melempar tongkat kayunya dan secara kebetulan mengenai kepala Arya.
Dia segera merasakan sakit dan menjadi pusing sesaat.
Roy dengan sekuat tenaganya menedang Arya, membuat Arya yang masih merasa pusing terjatuh.
Dengan cepat, keadaan berbalik dan Arya dipukuli oleh tiga orang menggunakan pipa besi.
Arya meringkuk di tanah sambil memegang kepalanya menggunakan kedua tangannya, melindungi kepalanya.
Roy dan dua orang lainnya memukulinya dengan sekuat tenang. Mereka tidak peduli dengan nyawa Arya. Mereka hanya mementingkan keselamatan mereka sendiri.
Selain itu, Arya telah membunuh tiga orang, jadi semuanya berpikir untuk membunuh Arya.
Tidak peduli bagian mana yang mereka pukuli, Arya hanya bisa mengerang teredam sambil menunggu celah.
Bugh!
Arya tiba-tiba merasakan sakit yang teramat pada bagian rusuknya.
Ternyata, Roy memukul rusuknya dengan kuat sebanyak dua kali, membuatnya mengerang lagi dan segera menjadi marah.
Arya menendang secara brutal, membuat tiga orang itu mundur secara reflek.
Arya segera bangkit dan memeriksa rusuknya hanya untuk merasakan sakit. Tampaknya pukulan Roy tadi menyebabkan rusuknya retak bahkan mungkin patah.
Dengan rusuknya retak, setiap gerakan yang dia buat akan menyebabkan dirinya kesakitan. Tapi meski begitu, dia masih bisa melanjutkan pertarungannya dan berhasil membunuh dua orang lagi.
Kini, hanya tersisa Roy yang jatuh terduduk dengan celana basah karena dia buang air kecil secara tidak sadar karena ketakutan.
Dia pikir dia sudah membuat Arya menyerah setelah dipukuli dengan cukup parah tapi nyatanya dia terlalu meremehkan lawannya.
Dengan Roy yang jatuh terduduk dan ketakutan, Arya yang nafasnya terputus-putus menatapnya dengan dingin. Dia sengaja menyisakan Roy untuk dibunuh terakhir dengan sengaja.
Baginya, makanan penutup harus dimakan diakhir.
Oleh karena itu, Arya yang berdiri di hadapan Roy mengangkat tangannya dan hendak membunuh Roy.
"Berhenti, mohon maafkan kau!"
Roy berteriak dan Arya seketika menghentikan tangannya.
Belati Arya hanya berjarak satu jari dari wajah Roy.
"Apakah kau memiliki kata-kata terakhir?"
Arya bertanya dengan dingin, tidak sabar untuk membunuh orang di depannya.
"Maafkan aku, maafkan aku. Biarkan aku hidup, aku akan melakukan apapun untukmu!"
"Huh, sampah!"
"Ya, ya, ya. Aku sampah, aku sampah!"
Roy hanya mengangguk seperti ayam mematuk nasi ketika dia mengakui bahwa dirinya adalah sampah.
"Sampah, katakan padaku. Mengapa kau berani menyuruh Niko memanggilku keluar padahal kau bisa mendatangiku sendiri?"
Arya bertanya.
"A-aku melakukannya karena aku ingin dia mengkhianatimu. A-aku ingin melihat ekspresi..."
"Ekspresi apa?" Arya bertanya lagi.
"Ekspresi ketidakpercayaanmu ketika Niko yang selalu kau bantu ternyata malah mengkhianatimu."
"Huh, omong kosong."
Arya hanya mendengus dingin dan dengan cepat menusuk Roy. Dia sangat tidak senang dengan alasan Roy.
Dirinya sangat paham bahwa Niko bukanlah orang yang akan berkhianat meski diancam.
Ketika tubuhnya ditusuk, Roy mengerang kesakitan.
Tidak berhenti di situ, Arya terus menusuknya di bagian perut lebih dari selusin kali, menyebabkan darah berceceran dari perutnya dan organ tubuhnya terlihat keluar dari tempatnya, membuat Arya yang sudah terbiasa membunuh menunjukan reaksi jijik dan sedikit mual.
Meski dia sudah sering membunuh, tapi dia tidak akan menyiksanya terlalu berlebihan jika dia tidak dalam emosi yang buruk.
Setelah selesai dengan Roy, Arya menoleh dan melihat bahwa masih ada empat orang yang pingsan diawal.
Arya menghela nafas lega ketika melihat empat lainnya masih pingsan. Dia dengan cepat membunuh mereka semua.
"Ahhh!!!"
Sebuah suara teriakan terdengar, membuat Arya terkejut dan langsung menoleh dengan waspasa. Dia mengambil kuda-kuda, seakan siap menyerang.
Di depan pintu masuk gudang, seorang pemuda bertubuh besar jatuh terduduk dengan ekspresi ketakutan dengan wajah pucat seperti kertas dan dahinya dipenuhi keringat dingin sebesar kacang yang mengalir deras.
Menyipitkan matanya, Arya terkejut karena orang yang berteriak terkejut itu adalah seseorang yang dia kenal, yaitu Brent.
"Brent?"
Arya memanggil dan Brent segera membeku. Dia perlahan menoleh dan menyadari bahwa yang berdiri di tengah gudang tersebut adalah Arya.
"Brent, kemari!"
Arya berteriak, memerintahnya.
Brent pun terkejut. Dia hendak melarikan diri tapi setelah melihat selusin mayat yang tergeletak mati di tanah, dia segera mendekati Arya dengan rasa takut, takut dibunuh.
Setelah Brent semakin dekat, Arya menghela nafas lega dan ketakutannya menghilang. Jika yang datang orang lain, maka dia akan kewalahan karena staminanya sudah menipis dan dia sudah mencapai batasnya.
"A-Arya, kau membunuh?!"
"Diam, jangan bicara. Bawakan aku motor yang ada di luar. Jangan berani macam-macam atau kau akan merasakan apa itu kematian!"
Arya mengancam ketika memerintahkan Brent untuk membawa motor yang berada di luar gudang. Tentu, motor itu adalah milik Roy dan kelompoknya.
Brent segera melakukan apa yang Arya perintahkan tanpa banyak bicara. Dia membawa tiga buah motor pada Arya tanpa bicara sepatah kata pun.
Setelah itu, Arya menyuruh Brent untuk menunggu di luar gudang sementara dia membereskan mayat selusin orang ini.
Dia mengumpulkan selusin mayat tersebut dan menumpuknya menjadi satu, menciptakan gunung mayat kecil. Dia kemudian menjatuhkan motor-motor itu ke tumpukan mayat tersebut, menyebabkan bensin motor itu tumpah.
Dengan ini, Arya mengeluarkan korek api dari sakunya dan membakar selusin mayat itu beserta tiga buah motor.
Dengan begini, mayat-mayat tersebut akan terbakar hingga menjadi hitam dan tidak dikenali lagi. Jadi, jika selusin mayat ini ditemukan, akan memakan waktu untuk mengenali mereka karena mereka sudah terbakar.
Setelah itu, Arya berjalan keluar gudang. Dia menemukan Brent masih menunggu dengan wajah pucat dan berkeringat dingin.
Perlahan, Arya mendekatinya dan Brent mundur perlahan karena takut.
"Brent, bawa aku pergi dari sini. Bawa aku ke rumah sakit jika..."
Arya tidak bisa menyelesaikan kata-katanya ketika pandangannya menjadi kabur dan dia terjatuh, kehilangan kesadaran karena kelelahan dan merasakan sakit di rusuknya yang patah.
Melihat Arya kehilangan kesadarannya, Brent bimbang antara harus membiarkannya atau membawanya ke rumah sakit seperti yang diminta.
Tapi pada akhirnya, Brent tetap membawa Arya ke rumah sakit seperti yang Arya minta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
Arthur Anderson
Walau retak jg cpt sembuh. Plot armor MC kuat bos😏
2022-12-27
0
Arthur Anderson
Gimana sih thor, katanya lawannya 10, yg pingsan 4. Kok arya dpt keringanan krn lawannya sisa 5, kan harusnya sisa lawannya 6 thor. Author nya ngantuk nih waktu nulis bagian ini💀
2022-12-24
1
teti kurniawati
woow.... serem...
2022-09-18
0