Chapter 11 - Kematian Roy

Dari kejauhan, Arya berjalan dengan santai dengan kedua tangannya memegang belati. Belati di tangan kanannya sudah penuh dengan darah yang menetes dari ujung belati tersebut.

Tentu, belati yang berada di tangan kanannya merupakan belati yang dia gunakan untuk membunuh pemuda botak tadi yang kini terbaring mati dengan perutnya yang memiliki luka sepanjang lengan, memperlihatkan organ tubuhnya dan tulang putihnya.

Meski Arya berjalan santai, Roy dan kelompoknya merasakan tekanan yang tidak bisa dijelakan setiap langkah yang Arya ambil.

Mereka tidak berani bergerak karena ketakutan sementara beberapa sudah jatuh pingsan.

Mereka semua tidak menyangka hal ini.

Bahkan Roy, sebagai pemimpin kelompoknya terkejut bukan main dengan Arya yang membunuh tanpa berkedip. Tidak pernah ada satu pun dari seribu pemikirannya bahwa Arya adalah seorang pembunuh.

Jika Roy tahu Arya seorang pembunuh, dia tidak akan mencari masalah dengannya sejak dulu.

Ketika Arya hanya berjarak sepuluh langkah darinya, dua orang yang masih memiliki kesadaran berteriak panik dan histeris sambil berlari, berharap bisa melarikan diri.

Berkat teriakan kedua orang itu, Roy dan sisa temannya tersadar dan kembali ke akal sehat mereka.

Melihat bahwa ketakutan Roy dan kelompoknya sedikit menurun, Arya mempercepat langkahnya dan segera berlari menuju dua orang yang berlari tadi.

Dia tidak akan melepaskan mereka satu pun. Selain itu, jika ada seseorang yang selamat dan pergi melaporkan pada polisi, maka semuanya akan menjadi rumit.

Makanya, Arya memilih membunuh mereka yang hendak melarikan diri terlebih dahulu agar tidak ada saksi mata.

Hanya dalam sekejap, Arya berhasil membunuh dua orang itu. Dia menusuk keduanya di leher sebanyak dua kali dan perut tiga kali. Setelah itu, keduanya mati dengan teriakan kesakitan yang menakutkan.

Dari teriakan keduanya, semua orang tahu kalau mereka mati dengan mengenaskan.

Kini, hanya tersisa sepuluh orang lagi.

Pemuda botak dan dua orang lainnya sudah mati, hanya menyisakan Roy dan sembilan lainnya. Empat orang pingsan, jadi Arya mendapat kemudahan karena harus menghadapi lima orang saja.

Sekarang, dia memiliki keyakinan penuh bahwa dia bisa membunuh sisanya dengan mudah.

"Ja-jangan lari atau kalian akan dibunuh! Serang dia, kita berlima sedangkan dia hanya seorang diri!"

Sebuah teriakan penik dan gemetar terdengar. Tentu, Roy yang berteriak.

Empat orang yang hendak melarikan diri ragu-ragu untuk waktu yang cukup lama sebelum akhirnya mereka menguatkan tekad untuk melawan.

Mereka menang jumlah dan memiliki pipa besi di tangan mereka.

Meski pipa besi tidak semenakutkan belati, tapi pipa besi memiliki keunggulan yang tidak dimiliki belati, yaitu panjangnya.

Pipa besi di tangan mereka memiliki panjang setidaknya satu meter sedangkan belati Arya hanya memiliki panjang sekitar tiga puluh centimeter.

Tentu, di titik ini pipa besi memiliki sedikit keunggulan.

Melihat lima orang yang tersisa ingin melawannya, Arya tertawa kecil yang terdengar menakutkan sebelum dia menguatkan pegangannya pada kedua belatinya dan berlari melawan Roy dan empat lainnya.

Terkejut, Roy dan empat lainnya segera berpencar menjadi tiga kelompok.

Arya segera menuju kelompok pertama yang paling terdekat dengannya yang berjumlah dua orang.

Kedua orang itu terkejut, membuat yang satu berteriak takut dan melarikan diri sementara satu lagi mengayunkan pipa besinya ke bahu Arya tapi Arya menghindar.

Dia segera menusuk leher pemuda yang menyerang lurus ke arahnya dan langsung mengejar yang melarikan diri tadi.

Dalam seketika, dua orang terbunuh lagi.

Ketika Arya hendak berbalik dan membunuh tiga lainnya, dia terkejut karena tiba-tiba Roy sudah berada di belakangnya tanpa dia sadari.

Roy menyerang dengan sekuat tenaga dengan pipa besinya, memukul punggung Arya dan membuat yang terakhir mengerang kesakitan.

Tidak menyia-nyiakan kesempatan, Roy memukul sekali lagi.

"Apa yang kalian lakukan?! Bantu aku membunuhnya, sialan!"

Roy berteriak pada dua yang masih hidup. Keduanya segera datang dan membantunya.

Arya berdecak kesal ketika dia mendengar teriakan Roy. Dia segera menjauh tapi tiba-tiba dia merasakan kepala bagian belakangnya terpukul oleh sesuatu.

Ternyata, salah seorang dari dua lainnya melempar tongkat kayunya dan secara kebetulan mengenai kepala Arya.

Dia segera merasakan sakit dan menjadi pusing sesaat.

Roy dengan sekuat tenaganya menedang Arya, membuat Arya yang masih merasa pusing terjatuh.

Dengan cepat, keadaan berbalik dan Arya dipukuli oleh tiga orang menggunakan pipa besi.

Arya meringkuk di tanah sambil memegang kepalanya menggunakan kedua tangannya, melindungi kepalanya.

Roy dan dua orang lainnya memukulinya dengan sekuat tenang. Mereka tidak peduli dengan nyawa Arya. Mereka hanya mementingkan keselamatan mereka sendiri.

Selain itu, Arya telah membunuh tiga orang, jadi semuanya berpikir untuk membunuh Arya.

Tidak peduli bagian mana yang mereka pukuli, Arya hanya bisa mengerang teredam sambil menunggu celah.

Bugh!

Arya tiba-tiba merasakan sakit yang teramat pada bagian rusuknya.

Ternyata, Roy memukul rusuknya dengan kuat sebanyak dua kali, membuatnya mengerang lagi dan segera menjadi marah.

Arya menendang secara brutal, membuat tiga orang itu mundur secara reflek.

Arya segera bangkit dan memeriksa rusuknya hanya untuk merasakan sakit. Tampaknya pukulan Roy tadi menyebabkan rusuknya retak bahkan mungkin patah.

Dengan rusuknya retak, setiap gerakan yang dia buat akan menyebabkan dirinya kesakitan. Tapi meski begitu, dia masih bisa melanjutkan pertarungannya dan berhasil membunuh dua orang lagi.

Kini, hanya tersisa Roy yang jatuh terduduk dengan celana basah karena dia buang air kecil secara tidak sadar karena ketakutan.

Dia pikir dia sudah membuat Arya menyerah setelah dipukuli dengan cukup parah tapi nyatanya dia terlalu meremehkan lawannya.

Dengan Roy yang jatuh terduduk dan ketakutan, Arya yang nafasnya terputus-putus menatapnya dengan dingin. Dia sengaja menyisakan Roy untuk dibunuh terakhir dengan sengaja.

Baginya, makanan penutup harus dimakan diakhir.

Oleh karena itu, Arya yang berdiri di hadapan Roy mengangkat tangannya dan hendak membunuh Roy.

"Berhenti, mohon maafkan kau!"

Roy berteriak dan Arya seketika menghentikan tangannya.

Belati Arya hanya berjarak satu jari dari wajah Roy.

"Apakah kau memiliki kata-kata terakhir?"

Arya bertanya dengan dingin, tidak sabar untuk membunuh orang di depannya.

"Maafkan aku, maafkan aku. Biarkan aku hidup, aku akan melakukan apapun untukmu!"

"Huh, sampah!"

"Ya, ya, ya. Aku sampah, aku sampah!"

Roy hanya mengangguk seperti ayam mematuk nasi ketika dia mengakui bahwa dirinya adalah sampah.

"Sampah, katakan padaku. Mengapa kau berani menyuruh Niko memanggilku keluar padahal kau bisa mendatangiku sendiri?"

Arya bertanya.

"A-aku melakukannya karena aku ingin dia mengkhianatimu. A-aku ingin melihat ekspresi..."

"Ekspresi apa?" Arya bertanya lagi.

"Ekspresi ketidakpercayaanmu ketika Niko yang selalu kau bantu ternyata malah mengkhianatimu."

"Huh, omong kosong."

Arya hanya mendengus dingin dan dengan cepat menusuk Roy. Dia sangat tidak senang dengan alasan Roy.

Dirinya sangat paham bahwa Niko bukanlah orang yang akan berkhianat meski diancam.

Ketika tubuhnya ditusuk, Roy mengerang kesakitan.

Tidak berhenti di situ, Arya terus menusuknya di bagian perut lebih dari selusin kali, menyebabkan darah berceceran dari perutnya dan organ tubuhnya terlihat keluar dari tempatnya, membuat Arya yang sudah terbiasa membunuh menunjukan reaksi jijik dan sedikit mual.

Meski dia sudah sering membunuh, tapi dia tidak akan menyiksanya terlalu berlebihan jika dia tidak dalam emosi yang buruk.

Setelah selesai dengan Roy, Arya menoleh dan melihat bahwa masih ada empat orang yang pingsan diawal.

Arya menghela nafas lega ketika melihat empat lainnya masih pingsan. Dia dengan cepat membunuh mereka semua.

"Ahhh!!!"

Sebuah suara teriakan terdengar, membuat Arya terkejut dan langsung menoleh dengan waspasa. Dia mengambil kuda-kuda, seakan siap menyerang.

Di depan pintu masuk gudang, seorang pemuda bertubuh besar jatuh terduduk dengan ekspresi ketakutan dengan wajah pucat seperti kertas dan dahinya dipenuhi keringat dingin sebesar kacang yang mengalir deras.

Menyipitkan matanya, Arya terkejut karena orang yang berteriak terkejut itu adalah seseorang yang dia kenal, yaitu Brent.

"Brent?"

Arya memanggil dan Brent segera membeku. Dia perlahan menoleh dan menyadari bahwa yang berdiri di tengah gudang tersebut adalah Arya.

"Brent, kemari!"

Arya berteriak, memerintahnya.

Brent pun terkejut. Dia hendak melarikan diri tapi setelah melihat selusin mayat yang tergeletak mati di tanah, dia segera mendekati Arya dengan rasa takut, takut dibunuh.

Setelah Brent semakin dekat, Arya menghela nafas lega dan ketakutannya menghilang. Jika yang datang orang lain, maka dia akan kewalahan karena staminanya sudah menipis dan dia sudah mencapai batasnya.

"A-Arya, kau membunuh?!"

"Diam, jangan bicara. Bawakan aku motor yang ada di luar. Jangan berani macam-macam atau kau akan merasakan apa itu kematian!"

Arya mengancam ketika memerintahkan Brent untuk membawa motor yang berada di luar gudang. Tentu, motor itu adalah milik Roy dan kelompoknya.

Brent segera melakukan apa yang Arya perintahkan tanpa banyak bicara. Dia membawa tiga buah motor pada Arya tanpa bicara sepatah kata pun.

Setelah itu, Arya menyuruh Brent untuk menunggu di luar gudang sementara dia membereskan mayat selusin orang ini.

Dia mengumpulkan selusin mayat tersebut dan menumpuknya menjadi satu, menciptakan gunung mayat kecil. Dia kemudian menjatuhkan motor-motor itu ke tumpukan mayat tersebut, menyebabkan bensin motor itu tumpah.

Dengan ini, Arya mengeluarkan korek api dari sakunya dan membakar selusin mayat itu beserta tiga buah motor.

Dengan begini, mayat-mayat tersebut akan terbakar hingga menjadi hitam dan tidak dikenali lagi. Jadi, jika selusin mayat ini ditemukan, akan memakan waktu untuk mengenali mereka karena mereka sudah terbakar.

Setelah itu, Arya berjalan keluar gudang. Dia menemukan Brent masih menunggu dengan wajah pucat dan berkeringat dingin.

Perlahan, Arya mendekatinya dan Brent mundur perlahan karena takut.

"Brent, bawa aku pergi dari sini. Bawa aku ke rumah sakit jika..."

Arya tidak bisa menyelesaikan kata-katanya ketika pandangannya menjadi kabur dan dia terjatuh, kehilangan kesadaran karena kelelahan dan merasakan sakit di rusuknya yang patah.

Melihat Arya kehilangan kesadarannya, Brent bimbang antara harus membiarkannya atau membawanya ke rumah sakit seperti yang diminta.

Tapi pada akhirnya, Brent tetap membawa Arya ke rumah sakit seperti yang Arya minta.

Terpopuler

Comments

Arthur Anderson

Arthur Anderson

Walau retak jg cpt sembuh. Plot armor MC kuat bos😏

2022-12-27

0

Arthur Anderson

Arthur Anderson

Gimana sih thor, katanya lawannya 10, yg pingsan 4. Kok arya dpt keringanan krn lawannya sisa 5, kan harusnya sisa lawannya 6 thor. Author nya ngantuk nih waktu nulis bagian ini💀

2022-12-24

1

teti kurniawati

teti kurniawati

woow.... serem...

2022-09-18

0

lihat semua
Episodes
1 Chapter 1 - Pembuat Onar
2 Chapter 2 - Perkelahian
3 Chapter 3 - Perkelahian II
4 Chapter 4 - Babak Belur
5 Chapter 5 - Brent
6 Chapter 6 - Ancaman
7 Chapter 7 - Berkunjung ke Rumah Niko
8 Chapter 8 - Keterkejutan Arya
9 Chapter 9 - Rencana
10 Chapter 10 - Membunuh Roy dan Kelompoknya
11 Chapter 11 - Kematian Roy
12 Chapter 12 - Rumah Sakit
13 Chapter 13 - Introgasi Polisi
14 Chapter 14 - Saran Bisnis
15 Chapter 15 - Belajar bersama Niko
16 Chapter 16 - Ujian Kenaikan Kelas
17 Chapter 17 - Berbeda Kelas
18 Chapter 18 - Rumor
19 Chapter 19 - Rumor II
20 Chapter 20 - First Kiss
21 Chapter 21 - Lucy, Bagaimana Perasaanmu Sekarang?
22 Chapter 22 - Hanya Seratus Juta? Murah!
23 Chapter 23 - Lucy, Aku Ingin Sesuatu
24 Chapter 24 - Kakak David
25 Chapter 25 - Viktor si Penggangu
26 Chapter 26 - Jebakan
27 Chapter 27 - Terdesak dan Panik
28 Chapter 28 - Ini Bukan Mimpi!
29 Chapter 29 - Agresif
30 Chapter 30 - Agresif II
31 Chapter 31 - Demam
32 Chapter 32 - Merawat Lucy
33 Chapter 33 - Panik dan Takut
34 Chapter 34 - Jangan Membunuh Lagi, Kumohon
35 Chapter 35 - Vicky
36 Chapter 36 - Alice
37 Chapter 37 - Bercerai
38 Chapter 38 - Tekad Membunuh
39 Chapter 39 - Aku Sangat Ingin Membunuhmu
40 Chapter 40 - Berhenti Menyiksa Dirimu Sendiri
41 Chapter 41 - Bertemu Alice
42 Chapter 42 - Penjelasan
43 Chapter 43 - Teman atau Pacar?
44 Chapter 44 - Rasa Takut Kehilangan
45 Chapter 45 - Lylia dan Friska
46 Chapter 46 - Resmi Berpacaran
47 Chapter 47 - Pagi yang Panas
48 Chapter 48 - Nia
49 Chapter 49 - Kak Lucy, Aku Menyukaimu!
50 Chapter 50 - Hilangnya Waktu Bermesraan
51 Chapter 51 - Pengganggu Kemesraan
52 Chapter 52 - Kabur dari Rumah
53 Chapter 53 - Kabur dari Rumah II
54 Chapter 54 - Meminta Penjelasan
55 Chapter 55 - Masa Lalu Nia
56 Chapter 56 - Menemui Ayah Nia
57 Chapter 57 - Mengurungkan Niat
58 Chapter 58 - Membujuk Nia
59 Chapter 59 - Kehangatan yang Sempat Hilang
60 Chapter 60 - Memikirkan Hadiah Ulang Tahun
61 Chapter 61 - Obrolan Arya dan David
62 Chapter 62 - Bertemu Yuki
63 Chapter 63 - Suapan dari Yuki
64 Chapter 64 - Ulang Tahun Lucy
65 Chapter 65 - Tidak Lebih dari Lamaran!
66 Chapter 66 - Masalah Foto
67 Chapter 67 - Aku Cemburu!
68 Chapter 68 - Tiga Bulan
69 Chapter 69 - Emily
70 Chapter 70 - Satu Hari tanpa Lucy
71 Chapter 71 - Kabar Baik dan Buruk
72 Chapter 72 - Piyama atau Pulang?
73 Chapter 73 - Perubahan yang Merepotkan
74 Chapter 74 - Berdua dengan Yuki
75 Chapter 75 - Parfum
76 Chapter 76 - Panggil Namaku
77 Chapter 77 - Kenangan bersama Lylia
78 Chapter 78 - Kenangan bersama Lylia II
79 Chapter 79 - Kenangan bersama Lylia III
80 Chapter 80 - Kenangan bersama Lylia IV
81 Chapter 81 - Kenangan bersama Lylia V
82 Chapter 82 - Kenangan bersama Lylia VI
83 Chapter 83 - Kemarahan Lucy
84 Chapter 84 - Jadilah Kekasihku
85 Chapter 85 - Memanfaatkan Lylia
86 Chapter 86 - Kamu Sudah Punya Pacar?
87 Chapter 87 - Ide Bagus David
88 Chapter 88 - William Mendekati Lucy
89 Chapter 89 - Pujaan Hati William
90 Chapter 90 - Rencana Lucy
91 Chapter 91 - Rencana Lery dan Tommy
92 Chapter 92 - Memutus Hubungan
93 Chapter 93 - Guru James
94 Chapter 94 - Jangan Sebut Ibuku dengan Mulut Busukmu!
95 Chapter 95 - Kekejaman Arya
96 Chapter 96 - Aku Benci Ini
97 Chapter 97 - Kunjungan Lylia
98 Chapter 98 - Pelukan Hangat
99 Chapter 99 - Kenakalan Lylia
100 Chapter 100 - Menjadi Terkenal karena Kejam
101 Chapter 101 - Perubahan Perasaan Arya pada Lylia
102 Chapter 102 - Kencan di Jam Pelajaran
103 Chapter 103 - Gerald dan Vera
104 Chapter 104 - Cinta Mengubah Kepribadian Seseorang
105 Chapter 105 - Permintaan David
106 Chapter 106 - Pembunuhan Pertama
107 Chapter 107 - Membunuh Tiga Orang Dalam Satu Waktu
108 Chapter 108 - Keadaan Arya dan Lucy
109 Chapter 109 - Aku Hanya Ingin bersama Lylia Sekarang
110 Chapter 110 - Pulih dari Rasa Bersalah
111 Chapter 111 - Lucy Pasti Mau Mendengarkanku!
112 Chapter 112 - Saling Bercerita
113 Chapter 113 - Aku Tidak Butuh Omong Kosongmu!
114 Chapter 114 - Penjelasan
115 Chapter 115 - Permintaan Lylia
116 Chapter 116 - Bermesraan Sepuasnya
117 Chapter 117 - Kencan
118 Chapter 118 - Dua Minggu Kemudian
119 Chapter 119 - First Kiss
120 Chapter 120 - Salah Tanggal
121 Chapter 121 - Kunjungan Lucy
122 Chapter 122 - Reuni Kecil
123 Chapter 123 - Bertemu Orang Tua Lylia
124 Chapter 124 - Perpisahan
125 Chapter 125 - Kunjungan Tak Terduga
126 Chapter 126 - Pulang ke Kota Bern
127 Chapter 127 - Bertemu Mama
128 Chapter 128 - Kalian Sudah Pernah Ciuman?
129 Chapter 129 - Penyesalan Rosa
130 Chapter 130 - Permintaan Maaf Rosa
131 Chapter 131 - Mulut Semanis Madu
132 Chapter 132 - Pergi Jalan-Jalan
133 Chapter 133 - Hadiah Untuk Rosa
134 Chapter 134 - Kalung Liontin Rose
135 Chapter 135 - Menemani Emily
136 Chapter 136 - Perasaan Emily yang Sebenarnya
137 Chapter 137 - Tetap Menjadi Saudara Sepupu
138 Chapter 138 - Rencana yang Gagal Total
139 Chapter 139 - Alasan Membunuh
140 Chapter 140 - Juicy Kiss
141 Chapter 141 - Bagaimana Kalau Kita Melanjutkan yang Tadi?
142 Chapter 142 - Arya Mendapat Masalah
143 Chapter 143 - Permintaan Maaf
144 Chapter 144 - Penyesalan Lucy
145 Chapter 145 - Semua Karena Alice!
146 Chapter 146 - Jangan Menikah Lagi
147 Chapter 147 - Pertemuan Yuki dan Lucy
148 Chapter 148 - Study Tour
149 Chapter 149 - Firasat Buruk Rosa
150 Chapter 150 - Aku Ingin Kamarku Sendiri
151 Chapter 151 - Lucy Meledek Arya
152 Chapter 152 - Wanita Berambut Pirang
153 Chapter 153 - Kebetulan Macam Apa Ini?
154 Chapter 154 - Permintaan Maaf Wanita Berambut Pirang
155 Chapter 155 - Marissa
156 Chapter 156 - Lucy Merajuk
157 Chapter 157 - Ayo Jalan-Jalan Mencari Angin Segar
158 Chapter 158 - Lucy Diculik
159 Chapter 159 - Penculik
160 Chapter 160 - Melawan Para Penculik
161 Chapter 161 - Menyelamatkan Lucy
162 Chapter 162 - Bala Bantuan Tiba
163 Chapter 163 - Syukurlah Aku Berhasil Menyelamatkanmu
164 Chapter 164 - Kedatangan Para Polisi
165 Chapter 165 - Arya Siuman
166 Chapter 166 - Kecurigaan pada Arya
167 Chapter 167 - Diperiksa Lebih Lanjut
168 Chapter 168 - Kedatangan Luois
169 Chapter 169 - Identitas Marissa
170 Chapter 170 - Kejutan dari Marissa
171 Chapter 171 - Undangan ke Inggris
172 Chapter 172 - Minta Izin Pergi ke Inggris
173 Chapter 173 - Mendapatkan Izin
174 Chapter 174 - Bersiap Untuk Pergi ke Inggris
175 Chapter 175 - Ciuman Sebelum Pergi
176 Chapter 176 - Bertemu Ratu Inggris
177 Chapter 177 - Pangeran Ivor
178 Chapter 178 - Malam yang Indah Bersama Marissa (End Season 1)
179 Pengumuman
Episodes

Updated 179 Episodes

1
Chapter 1 - Pembuat Onar
2
Chapter 2 - Perkelahian
3
Chapter 3 - Perkelahian II
4
Chapter 4 - Babak Belur
5
Chapter 5 - Brent
6
Chapter 6 - Ancaman
7
Chapter 7 - Berkunjung ke Rumah Niko
8
Chapter 8 - Keterkejutan Arya
9
Chapter 9 - Rencana
10
Chapter 10 - Membunuh Roy dan Kelompoknya
11
Chapter 11 - Kematian Roy
12
Chapter 12 - Rumah Sakit
13
Chapter 13 - Introgasi Polisi
14
Chapter 14 - Saran Bisnis
15
Chapter 15 - Belajar bersama Niko
16
Chapter 16 - Ujian Kenaikan Kelas
17
Chapter 17 - Berbeda Kelas
18
Chapter 18 - Rumor
19
Chapter 19 - Rumor II
20
Chapter 20 - First Kiss
21
Chapter 21 - Lucy, Bagaimana Perasaanmu Sekarang?
22
Chapter 22 - Hanya Seratus Juta? Murah!
23
Chapter 23 - Lucy, Aku Ingin Sesuatu
24
Chapter 24 - Kakak David
25
Chapter 25 - Viktor si Penggangu
26
Chapter 26 - Jebakan
27
Chapter 27 - Terdesak dan Panik
28
Chapter 28 - Ini Bukan Mimpi!
29
Chapter 29 - Agresif
30
Chapter 30 - Agresif II
31
Chapter 31 - Demam
32
Chapter 32 - Merawat Lucy
33
Chapter 33 - Panik dan Takut
34
Chapter 34 - Jangan Membunuh Lagi, Kumohon
35
Chapter 35 - Vicky
36
Chapter 36 - Alice
37
Chapter 37 - Bercerai
38
Chapter 38 - Tekad Membunuh
39
Chapter 39 - Aku Sangat Ingin Membunuhmu
40
Chapter 40 - Berhenti Menyiksa Dirimu Sendiri
41
Chapter 41 - Bertemu Alice
42
Chapter 42 - Penjelasan
43
Chapter 43 - Teman atau Pacar?
44
Chapter 44 - Rasa Takut Kehilangan
45
Chapter 45 - Lylia dan Friska
46
Chapter 46 - Resmi Berpacaran
47
Chapter 47 - Pagi yang Panas
48
Chapter 48 - Nia
49
Chapter 49 - Kak Lucy, Aku Menyukaimu!
50
Chapter 50 - Hilangnya Waktu Bermesraan
51
Chapter 51 - Pengganggu Kemesraan
52
Chapter 52 - Kabur dari Rumah
53
Chapter 53 - Kabur dari Rumah II
54
Chapter 54 - Meminta Penjelasan
55
Chapter 55 - Masa Lalu Nia
56
Chapter 56 - Menemui Ayah Nia
57
Chapter 57 - Mengurungkan Niat
58
Chapter 58 - Membujuk Nia
59
Chapter 59 - Kehangatan yang Sempat Hilang
60
Chapter 60 - Memikirkan Hadiah Ulang Tahun
61
Chapter 61 - Obrolan Arya dan David
62
Chapter 62 - Bertemu Yuki
63
Chapter 63 - Suapan dari Yuki
64
Chapter 64 - Ulang Tahun Lucy
65
Chapter 65 - Tidak Lebih dari Lamaran!
66
Chapter 66 - Masalah Foto
67
Chapter 67 - Aku Cemburu!
68
Chapter 68 - Tiga Bulan
69
Chapter 69 - Emily
70
Chapter 70 - Satu Hari tanpa Lucy
71
Chapter 71 - Kabar Baik dan Buruk
72
Chapter 72 - Piyama atau Pulang?
73
Chapter 73 - Perubahan yang Merepotkan
74
Chapter 74 - Berdua dengan Yuki
75
Chapter 75 - Parfum
76
Chapter 76 - Panggil Namaku
77
Chapter 77 - Kenangan bersama Lylia
78
Chapter 78 - Kenangan bersama Lylia II
79
Chapter 79 - Kenangan bersama Lylia III
80
Chapter 80 - Kenangan bersama Lylia IV
81
Chapter 81 - Kenangan bersama Lylia V
82
Chapter 82 - Kenangan bersama Lylia VI
83
Chapter 83 - Kemarahan Lucy
84
Chapter 84 - Jadilah Kekasihku
85
Chapter 85 - Memanfaatkan Lylia
86
Chapter 86 - Kamu Sudah Punya Pacar?
87
Chapter 87 - Ide Bagus David
88
Chapter 88 - William Mendekati Lucy
89
Chapter 89 - Pujaan Hati William
90
Chapter 90 - Rencana Lucy
91
Chapter 91 - Rencana Lery dan Tommy
92
Chapter 92 - Memutus Hubungan
93
Chapter 93 - Guru James
94
Chapter 94 - Jangan Sebut Ibuku dengan Mulut Busukmu!
95
Chapter 95 - Kekejaman Arya
96
Chapter 96 - Aku Benci Ini
97
Chapter 97 - Kunjungan Lylia
98
Chapter 98 - Pelukan Hangat
99
Chapter 99 - Kenakalan Lylia
100
Chapter 100 - Menjadi Terkenal karena Kejam
101
Chapter 101 - Perubahan Perasaan Arya pada Lylia
102
Chapter 102 - Kencan di Jam Pelajaran
103
Chapter 103 - Gerald dan Vera
104
Chapter 104 - Cinta Mengubah Kepribadian Seseorang
105
Chapter 105 - Permintaan David
106
Chapter 106 - Pembunuhan Pertama
107
Chapter 107 - Membunuh Tiga Orang Dalam Satu Waktu
108
Chapter 108 - Keadaan Arya dan Lucy
109
Chapter 109 - Aku Hanya Ingin bersama Lylia Sekarang
110
Chapter 110 - Pulih dari Rasa Bersalah
111
Chapter 111 - Lucy Pasti Mau Mendengarkanku!
112
Chapter 112 - Saling Bercerita
113
Chapter 113 - Aku Tidak Butuh Omong Kosongmu!
114
Chapter 114 - Penjelasan
115
Chapter 115 - Permintaan Lylia
116
Chapter 116 - Bermesraan Sepuasnya
117
Chapter 117 - Kencan
118
Chapter 118 - Dua Minggu Kemudian
119
Chapter 119 - First Kiss
120
Chapter 120 - Salah Tanggal
121
Chapter 121 - Kunjungan Lucy
122
Chapter 122 - Reuni Kecil
123
Chapter 123 - Bertemu Orang Tua Lylia
124
Chapter 124 - Perpisahan
125
Chapter 125 - Kunjungan Tak Terduga
126
Chapter 126 - Pulang ke Kota Bern
127
Chapter 127 - Bertemu Mama
128
Chapter 128 - Kalian Sudah Pernah Ciuman?
129
Chapter 129 - Penyesalan Rosa
130
Chapter 130 - Permintaan Maaf Rosa
131
Chapter 131 - Mulut Semanis Madu
132
Chapter 132 - Pergi Jalan-Jalan
133
Chapter 133 - Hadiah Untuk Rosa
134
Chapter 134 - Kalung Liontin Rose
135
Chapter 135 - Menemani Emily
136
Chapter 136 - Perasaan Emily yang Sebenarnya
137
Chapter 137 - Tetap Menjadi Saudara Sepupu
138
Chapter 138 - Rencana yang Gagal Total
139
Chapter 139 - Alasan Membunuh
140
Chapter 140 - Juicy Kiss
141
Chapter 141 - Bagaimana Kalau Kita Melanjutkan yang Tadi?
142
Chapter 142 - Arya Mendapat Masalah
143
Chapter 143 - Permintaan Maaf
144
Chapter 144 - Penyesalan Lucy
145
Chapter 145 - Semua Karena Alice!
146
Chapter 146 - Jangan Menikah Lagi
147
Chapter 147 - Pertemuan Yuki dan Lucy
148
Chapter 148 - Study Tour
149
Chapter 149 - Firasat Buruk Rosa
150
Chapter 150 - Aku Ingin Kamarku Sendiri
151
Chapter 151 - Lucy Meledek Arya
152
Chapter 152 - Wanita Berambut Pirang
153
Chapter 153 - Kebetulan Macam Apa Ini?
154
Chapter 154 - Permintaan Maaf Wanita Berambut Pirang
155
Chapter 155 - Marissa
156
Chapter 156 - Lucy Merajuk
157
Chapter 157 - Ayo Jalan-Jalan Mencari Angin Segar
158
Chapter 158 - Lucy Diculik
159
Chapter 159 - Penculik
160
Chapter 160 - Melawan Para Penculik
161
Chapter 161 - Menyelamatkan Lucy
162
Chapter 162 - Bala Bantuan Tiba
163
Chapter 163 - Syukurlah Aku Berhasil Menyelamatkanmu
164
Chapter 164 - Kedatangan Para Polisi
165
Chapter 165 - Arya Siuman
166
Chapter 166 - Kecurigaan pada Arya
167
Chapter 167 - Diperiksa Lebih Lanjut
168
Chapter 168 - Kedatangan Luois
169
Chapter 169 - Identitas Marissa
170
Chapter 170 - Kejutan dari Marissa
171
Chapter 171 - Undangan ke Inggris
172
Chapter 172 - Minta Izin Pergi ke Inggris
173
Chapter 173 - Mendapatkan Izin
174
Chapter 174 - Bersiap Untuk Pergi ke Inggris
175
Chapter 175 - Ciuman Sebelum Pergi
176
Chapter 176 - Bertemu Ratu Inggris
177
Chapter 177 - Pangeran Ivor
178
Chapter 178 - Malam yang Indah Bersama Marissa (End Season 1)
179
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!