Chapter 2 - Perkelahian

Bertukar pukulan, Arya berhasil melayangkan pukulannya sambil menepis tinju pihak lain, sementara pemuda botak itu menderita kerugian, mendapat pukulan dari Arya.

Pemuda tersebut terhuyung dan mundur satu langkah. Dia mengerang pelan dan menyentuh wajahnya yang terpukul. Wajahnya berubah merah karena marah.

Dia memiliki tubuh besar dan tinggi, dia juga sangat memahami kekuatannya tapi dia kalah cepat dari Arya. Selain itu, dia sedikit tidak menyangka jika Arya akan memiliki kekuatan sedemikian rupa. Tampaknya dia terlalu meremehkannya.

"Huh, padahal aku ingin bersikap lunak padamu, tapi sepertinya kau malah meminta kekerasan!"

Pemuda botak itu mendengus, lari ke arah Arya dengan tangan terkepal. Seluruh kekuatannya dia pusatkan pada tangannya yang terkepal itu. Dia sangat yakin, jika Arya terkena pukulannya ini, dia pasti akan kehilangan kesadarannya.

Di sisi lain, Roy yang sudah menstabilkan napasnya tersenyum jahat saat melihat pemuda botak itu mengerahkan semua kekuatannya. Pemuda botak itu merupakan anak buahnya yang paling kuat, jadi dia yakin jika pemuda botak itu bisa mengalahkan Arya.

Dengan ini, dia tidak perlu turun tangan untuk mengatasi Arya.

Arya mengerutkan dahinya dan ekspresi serius. Dia tahu jika dia tidak menghindari pukulan lawannya, dia mungkin akan menderita kerugian. Dia segera memutar otaknya, melihat ke arah pemuda botak yang berlari ke arahnya sambil mencari celah.

Menyeringai, Arya tampaknya menemukan celah.

Pemuda botak itu terkejut melihat seringai Arya, dia tiba-tiba memiliki firasat buruk. Mengabaikan keterkejutannya, dia melanglah lebih cepat dan tiba di hadapan Arya seketika.

Arya mengambil ancang-ancang, menguatkan satu kakinya dan memusatkan kekuatannya di sana. Ketika pemuda botak itu semakin dekat, kakinya yang berisi kekuatannya itu terangkat dan menendang lututnya, menyebabkan pemuda botak itu kehilangan keseimbangan dan terhuyung ke samping, terjatuh dengan suara gedebuk yang keras.

Mulut Roy terbuka lebar, anak buahnya yang lain juga memiliki ekspresi yang sama. Semua orang terkejut.

Pemuda botak itu menggertakkan giginya karena marah, merasa malu karena terjatuh di depan banyak orang. Dia menatap Arya dengan penuh kebencian.

Pemuda botak itu dengan segera bergerak untuk bangkit.

Arya tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Ketika dia melihat lawan hendak bangkit, dia berlari dan menendang wajahnya dengan keras, menyebabkan wajah pemuda botak itu miring ke samping.

"Sial, Arya benar-benar menakutkan! Dia tidak berbelas kasih pada lawannya!"

"Huh, apakah kau lupa siapa Arya? Dia pernah mematahkan tangan dan kaki guru saat tahun pertamanya! Aku berada di kelas yang sama dengan dulu, jadi aku melihatnya sendiri!"

"Wah, dia benar-benar gila! Mengapa Arya tidak dikeluarkan dari sekolah saja? Dia sudah melakukan tindak kejahatan!"

"Sulit untuk mengeluarkan Arya dari sekolah. Kepala sekolah kita sepertinya dekat dengan Arya, ayah Arya juga merupakan seorang polisi, jadi tentu saja dia memiliki perlindungan dari orang-orang hebat, makanya dia tidak dikeluarkan dari sekolah ini."

Para siswa yang menonton perkelahian terjadi saling berbisik, beberapa kagum dengan Arya sementara lainnya takut dan tidak memiliki keberanian untuk membuat masalah dengannya.

Aksi Arya tanpa henti, dia menendang dan memukul pemuda botak yang terjatuh itu, tidak memberinya kesempatan untuk bangkit ataupun membalas.

Roy yang melihat ini menggertakkan giginya karena marah, mengutuk pemuda botak itu. Dia kemudian menyuruh dua orang anak buahnya untuk membantu pemuda botak itu.

Dua orang yang diperintahkan Roy saling memandang, terlihat ragu. Mereka berdua merupakan saudara kembar dan setelah melihat bagaimana kejamnya Arya, keduanya ragu dan takut.

Roy yang melihat keraguan si kembar mendesak keduanya, mengancam mereka. Pada akhirnya, si kembar hanya bisa menghela napas tanpa daya dan menuruti perintah Roy.

Salah satu dari keduanya maju lebih dulu, berlari lalu menendang Arya dari samping, mengenai pinggangnya.

Arya terkejut dan terlempar beberapa langkah ke samping. Dia segera menoleh ke orang yang menendangnya dengan tatapan tajam.

Si kembar yang menendang Arya segera membantu pemuda botak itu untuk bangkit.

Pemuda botak tersebut tidak dalam keadaan baik. Di wajahnya penuh memar dan hidungnya mengeluarkan darah. Dia terengah-engah dan mengerang dari waktu ke waktu.

Di sisi lain, si kembar lainnya maju untuk melawan Arya. Keduanya adu pukulan dan saling menghindar.

Baik Arya maupun dirinya hampir imbang dalam hal kecepatan, namun tidak dalam hal kekuatan.

Setelah membantu pemuda botak itu bangkit, si kembar ini lalu membantu kakaknya yang sedang berkelahi dengan Arya. Dia mengambil kesempatan dan berhasil mendaratkan pukulan sekali lalu mundur.

Saudara kembar itu kemudian memgambil jarak dari Arya. Napas keduanya memburu dan mereka mengepalkan tangan mereka dengan erat. Mata mereka mengunci Arya, seakan jika Arya bergerak, maka mereka akan memukulnya.

Arya yang menghadapi dua orang sekaligus berdecak kesal. Meski ini bukan pertama kalinya dia berkelahi dengan dua orang, namun itu tetap saja merepotkan.

"Berhenti! Hentikan perkelahian kalian!"

Tiba-tiba, ketika perkelahian semakin memanas, sebuah teriakan datang dari suatu arah.

Semua orang terdiam dan menoleh ke sumber suara, agak terkejut ketika menyadari yang berteriak merupakan seorang guru pria berpakaian olahraga.

Arya menoleh ke guru olahraga tersebut sejenak lalu mengalihkan pandangannya ke si kembar. Dia segera menuju keduanya dan menerjang, menendang perut si kembar adik, yang menendangnya di awal tadi.

Si kembar kakak terkejut saat menyadari adiknya terhuyung mundur. Dia menggertakkan giginya dan membalas Arya dengan pukulan. Namun sayangnya, tangannya yang terkepal itu tertangkap oleh Arya. Dia berusaha keras menarik tangannya, namun gagal. Dia benar-benar merasakan perbedaan kekuatan di sini.

Tanpa buang waktu, Arya memutar tangan si kembar kakak, memelintirnya.

Si kembar kakak mengerang kesakitan, merasakan tangannya diputar begitu keras. Dia yakin jika Arya tidak melepaskannya dalam beberapa detik ke depan, tangannya pasti patah.

Arya memiliki ekspresi acuh tak acuh ketika melihat ekspresi kesakitan si kembar kakak. Tatapannya dingin ketika dia melihat pemuda yang tangannya dia pelintir ini.

Dengan teriakan kerasnya, si kembar kakak hampir kehabisan suaranya karena berteriak, membuatnya serak.

Setiap orang yang melihat ini memejamkan mata mereka, tidak berani melihat kekejaman Arya.

Guru olahraga segera berlari dan menghentikan Arya ketika melihat keadaan yang melewati batas.

Tepat sebelum guru olahraga tiba, Arya sudah melepaskan tangannya yang memelintir tangan si kembar kakak. Dia bisa dengan mudahnya mematahkan tangan si kembar kakak, tapi dia tidak melakukannya. Dia tidak ingin menyebabkan masalah yang berlebihan hanya karena perkelahian kecil semacam ini.

"Aku bilang hentikan! Apakah kau tidak dengar?!"

Guru olahraga itu menghela napas lega karena Arya tidak mematahkan tangan si kembar kakak. Dia kemudian segera memarahi Arya karena mengabaikan kata-katanya tadi.

Arya hanya mendengus dingin dan mengabaikannya.

Guru olahraga itu tidak terlalu memperdulikannya, dia lebih mementingkan si kembar kakak, memeriksanya dan mengetahui bahwa semuanya aman. Dia kemudian melihat pemuda botak yang babak belur dengan hidung berdarah. Dia juga melihat si kembar adik yang memegangi perutnya.

Melihat ini semua, guru olahraga bercedak heran. Dia tidak bisa mempercayai matanya. Tidak pernah sekalipun dia melihat seseorang bisa berkelahi dengan tiga orang sekaligus, bahkan melukai mereka semua.

Setelah itu, guru olahraga menyuruh setiap siswa yang tidak berkepentingan kembali ke kelas mereka masing-masing. Para siswa menuruti guru olahraga dan pergi, menyisakan Arya, Roy, pemuda botak serta si kembar.

Guru olahraga itu segera memarahi mereka semua, terutama Arya dan Roy yang merupakan orang yang memulai perkelahian.

Tidak lama setelah guru olahraga itu memarahi mereka, Niko tiba-tiba datang dengan napas terengah-engah. Dia merupakan orang yang memanggil guru olahraga ini dan meminta bantuannya agar menghentikan perkelahian.

Setelah Niko tiba, guru olahraga berterima kasih pada Niko karena sudah melaporkan perkelahian ini. Dia kemudian meminta penjelasan pada Niko tentang penyebab perkelahian ini terjadi.

Niko menjelaskan semuanya tanpa menutupi apapun, namun karena dia teman baik Arya, dia membela Arya lebih banyak. Juga, dia sadar jika dia sedang dibela oleh Arya saat dia diganggu oleh Roy ketika sedang makan tadi. Oleh karena itu, dia mengatakan banyak hal baik tentang Arya.

Arya diam-diam tersenyum tipis mendengar pembelaan Niko, merasa puas.

Guru olahraga itu mengerutkan dahinya dan ekspresi berpikir terlihat di wajahnya. Dia yakin dengan penjelasan yang Niko berikan. Tapi melihat apa saja yang terjadi di sini, dimana pemuda botak babak belur dengan hidung berdarah serta si kembar kakak yang tangannya hampir dipatahkan Arya, dia merasa bahwa orang yang memulai perkelahian adalah Arya, bukan Roy dan kelompoknya.

Guru olahraga menghela napas panjang. Dia melirik Arya lalu ke Niko, tersenyum sambil berkata.

"Um, terima kasih, Niko. Sekarang, kembali ke kelasmu. Aku akan memberi mereka beberapa nasehat lagi."

Guru olahraga menunjuk ke arah Arya dan lainnya.

Niko ragu-ragu dan melirik ke arah Arya, meminta sarannya.

Arya hanya mengangguk setuju pada Niko.

Niko tersenyum tipis lalu kembali ke kelasnya setelah mendapat persetujuan Arya.

Kembali pada Arya, dia melirik orang-orang yang berkelahi dengannya, menatap mereka dengan mengejek. Dia kemudian mengalihkan pandangannya ke guru olahraga.

"Baiklah, masalah ini sudah selesai. Jadi aku ingin kembali ke kelas."

Arya berkata acuh tak acuh, berbalik.

"Hei, berhenti! Aku belum menyuruhmu kembali, jadi jangan pergi ke manapun! Kau masih perlu memberi penjelasan!"

Guru olahraga itu segera menghentikan Arya.

Pemuda itu berhenti dan berbalik, berdecak kesal.

"Apakah kau memerlukan sesuatu dariku? Kau sudah mendapat penjelasan dari Niko dan apa yang dikatakan Niko adalah fakta. Mereka yang memulai mengganggu makan siangku, jadi aku tidak bersalah di sini."

Arya berkata dengan dingin, menunjuk Roy sebagai pelaku utama atas terjadinya perkelahian ini.

Roy menggertakkan giginya dan membantah, membela diri jika dia tidak bersalah. Pemuda botak dan si kembar juga menyuarakan pembelaan mereka.

Guru olahraga merasakan kepalanya sakit. Jika dia membiarkan Arya pergi begitu saja, tidak adil rasanya untuk Roy dan lainnya, karena mereka terluka parah. Bahkan salah satunya hampir kehilangan tangan mereka.

Namun, jika dia membela Roy, mereka semua adalah pembuat onar dan yang Niko katakan tidak mungkin bohong.

Guru olahraga diam cukup lama, ekspresi berpikir terlihat di wajahnya dam dia menghela napas setelah sunyi beberapa detik.

"Baiklah, tidak ada satupun dari kalian yang benar di sini. Jadi, aku akan menghukum kalian sama rata. Sekarang, pergi dan bersihkam toilet pria serta halaman belakang sekolah. Setelah semua selesai, datang kembali padaku untuk melapor. Jangan ada yang berani kabur dari hukuman, atau kalian akan mendapat hukuman lainnya."

Roy dan lainnya saling memandang, jelas tidak senang dengan hukuman yang diberikan. Masing-masing dari mereka mengeluh dan terus-menerus menyalahkan Arya atas semua yang terjadi.

Arya di sisi lain mengerutkan dahinya dengan tidak senang. Dia menajamkan tatapannya pada guru olahraga dan berkata dengan dingin.

"Sepertinya ada yang salah di sini. Aku merupakan korban dari mereka. Mereka mengganggu makan siangku dan temanku, jadi aku jelas kesal. Aku hanya membalas apa yang mereka lakukan. Aku tidak terima hukuman semacam ini."

"Arya, benar? Jangan melawan ataupun membantah. Cukup lakukan hukumanmu. Kau juga sudah melewati batas karena berniat mematahkan tangan lawan berkelahimu serta membuat yang lainnya mimisan. Memberimu hukuman itu sudah sangat baik, jangan memaksaku!" Guru olahraga mulai kesal.

"Hei, keparat. Jika aku mengatakan aku tidak bersalah, maka aku tidak bersalah."

Arya juga mulai kesal, memanggil guru olahraga dengan mengumpat. Dia sedang makan siang tapi Roy tiba-tiba datang dan memuntahkan makanan di depan matanya, membuatnya kehilangan selera makan. Siapapun akan kesal dengan perbuatan Roy.

Roy dan lainnya terkejut mendengar Arya berkata demikian.

Guru olahraga gemetar karena marah, ekspresinya menggelap. Tidak pernah sekalipun dia dipanggil keparat oleh muridnya sendiri. Terlebih lagi, dia dipanggil seperti ini di hadapan orang banyak, jika dia tidak membalas, dia hanya akan merasa malu seumur hidupnya.

Terpopuler

Comments

Arthur Anderson

Arthur Anderson

Bro? Really? Manggil guru keparat?

2022-12-12

1

Arthur Anderson

Arthur Anderson

Backingannya ngeri, lgsg di backingin sm kepsek😎

2022-12-12

1

Arthur Anderson

Arthur Anderson

Ngeri ngerong boy😈

2022-12-12

1

lihat semua
Episodes
1 Chapter 1 - Pembuat Onar
2 Chapter 2 - Perkelahian
3 Chapter 3 - Perkelahian II
4 Chapter 4 - Babak Belur
5 Chapter 5 - Brent
6 Chapter 6 - Ancaman
7 Chapter 7 - Berkunjung ke Rumah Niko
8 Chapter 8 - Keterkejutan Arya
9 Chapter 9 - Rencana
10 Chapter 10 - Membunuh Roy dan Kelompoknya
11 Chapter 11 - Kematian Roy
12 Chapter 12 - Rumah Sakit
13 Chapter 13 - Introgasi Polisi
14 Chapter 14 - Saran Bisnis
15 Chapter 15 - Belajar bersama Niko
16 Chapter 16 - Ujian Kenaikan Kelas
17 Chapter 17 - Berbeda Kelas
18 Chapter 18 - Rumor
19 Chapter 19 - Rumor II
20 Chapter 20 - First Kiss
21 Chapter 21 - Lucy, Bagaimana Perasaanmu Sekarang?
22 Chapter 22 - Hanya Seratus Juta? Murah!
23 Chapter 23 - Lucy, Aku Ingin Sesuatu
24 Chapter 24 - Kakak David
25 Chapter 25 - Viktor si Penggangu
26 Chapter 26 - Jebakan
27 Chapter 27 - Terdesak dan Panik
28 Chapter 28 - Ini Bukan Mimpi!
29 Chapter 29 - Agresif
30 Chapter 30 - Agresif II
31 Chapter 31 - Demam
32 Chapter 32 - Merawat Lucy
33 Chapter 33 - Panik dan Takut
34 Chapter 34 - Jangan Membunuh Lagi, Kumohon
35 Chapter 35 - Vicky
36 Chapter 36 - Alice
37 Chapter 37 - Bercerai
38 Chapter 38 - Tekad Membunuh
39 Chapter 39 - Aku Sangat Ingin Membunuhmu
40 Chapter 40 - Berhenti Menyiksa Dirimu Sendiri
41 Chapter 41 - Bertemu Alice
42 Chapter 42 - Penjelasan
43 Chapter 43 - Teman atau Pacar?
44 Chapter 44 - Rasa Takut Kehilangan
45 Chapter 45 - Lylia dan Friska
46 Chapter 46 - Resmi Berpacaran
47 Chapter 47 - Pagi yang Panas
48 Chapter 48 - Nia
49 Chapter 49 - Kak Lucy, Aku Menyukaimu!
50 Chapter 50 - Hilangnya Waktu Bermesraan
51 Chapter 51 - Pengganggu Kemesraan
52 Chapter 52 - Kabur dari Rumah
53 Chapter 53 - Kabur dari Rumah II
54 Chapter 54 - Meminta Penjelasan
55 Chapter 55 - Masa Lalu Nia
56 Chapter 56 - Menemui Ayah Nia
57 Chapter 57 - Mengurungkan Niat
58 Chapter 58 - Membujuk Nia
59 Chapter 59 - Kehangatan yang Sempat Hilang
60 Chapter 60 - Memikirkan Hadiah Ulang Tahun
61 Chapter 61 - Obrolan Arya dan David
62 Chapter 62 - Bertemu Yuki
63 Chapter 63 - Suapan dari Yuki
64 Chapter 64 - Ulang Tahun Lucy
65 Chapter 65 - Tidak Lebih dari Lamaran!
66 Chapter 66 - Masalah Foto
67 Chapter 67 - Aku Cemburu!
68 Chapter 68 - Tiga Bulan
69 Chapter 69 - Emily
70 Chapter 70 - Satu Hari tanpa Lucy
71 Chapter 71 - Kabar Baik dan Buruk
72 Chapter 72 - Piyama atau Pulang?
73 Chapter 73 - Perubahan yang Merepotkan
74 Chapter 74 - Berdua dengan Yuki
75 Chapter 75 - Parfum
76 Chapter 76 - Panggil Namaku
77 Chapter 77 - Kenangan bersama Lylia
78 Chapter 78 - Kenangan bersama Lylia II
79 Chapter 79 - Kenangan bersama Lylia III
80 Chapter 80 - Kenangan bersama Lylia IV
81 Chapter 81 - Kenangan bersama Lylia V
82 Chapter 82 - Kenangan bersama Lylia VI
83 Chapter 83 - Kemarahan Lucy
84 Chapter 84 - Jadilah Kekasihku
85 Chapter 85 - Memanfaatkan Lylia
86 Chapter 86 - Kamu Sudah Punya Pacar?
87 Chapter 87 - Ide Bagus David
88 Chapter 88 - William Mendekati Lucy
89 Chapter 89 - Pujaan Hati William
90 Chapter 90 - Rencana Lucy
91 Chapter 91 - Rencana Lery dan Tommy
92 Chapter 92 - Memutus Hubungan
93 Chapter 93 - Guru James
94 Chapter 94 - Jangan Sebut Ibuku dengan Mulut Busukmu!
95 Chapter 95 - Kekejaman Arya
96 Chapter 96 - Aku Benci Ini
97 Chapter 97 - Kunjungan Lylia
98 Chapter 98 - Pelukan Hangat
99 Chapter 99 - Kenakalan Lylia
100 Chapter 100 - Menjadi Terkenal karena Kejam
101 Chapter 101 - Perubahan Perasaan Arya pada Lylia
102 Chapter 102 - Kencan di Jam Pelajaran
103 Chapter 103 - Gerald dan Vera
104 Chapter 104 - Cinta Mengubah Kepribadian Seseorang
105 Chapter 105 - Permintaan David
106 Chapter 106 - Pembunuhan Pertama
107 Chapter 107 - Membunuh Tiga Orang Dalam Satu Waktu
108 Chapter 108 - Keadaan Arya dan Lucy
109 Chapter 109 - Aku Hanya Ingin bersama Lylia Sekarang
110 Chapter 110 - Pulih dari Rasa Bersalah
111 Chapter 111 - Lucy Pasti Mau Mendengarkanku!
112 Chapter 112 - Saling Bercerita
113 Chapter 113 - Aku Tidak Butuh Omong Kosongmu!
114 Chapter 114 - Penjelasan
115 Chapter 115 - Permintaan Lylia
116 Chapter 116 - Bermesraan Sepuasnya
117 Chapter 117 - Kencan
118 Chapter 118 - Dua Minggu Kemudian
119 Chapter 119 - First Kiss
120 Chapter 120 - Salah Tanggal
121 Chapter 121 - Kunjungan Lucy
122 Chapter 122 - Reuni Kecil
123 Chapter 123 - Bertemu Orang Tua Lylia
124 Chapter 124 - Perpisahan
125 Chapter 125 - Kunjungan Tak Terduga
126 Chapter 126 - Pulang ke Kota Bern
127 Chapter 127 - Bertemu Mama
128 Chapter 128 - Kalian Sudah Pernah Ciuman?
129 Chapter 129 - Penyesalan Rosa
130 Chapter 130 - Permintaan Maaf Rosa
131 Chapter 131 - Mulut Semanis Madu
132 Chapter 132 - Pergi Jalan-Jalan
133 Chapter 133 - Hadiah Untuk Rosa
134 Chapter 134 - Kalung Liontin Rose
135 Chapter 135 - Menemani Emily
136 Chapter 136 - Perasaan Emily yang Sebenarnya
137 Chapter 137 - Tetap Menjadi Saudara Sepupu
138 Chapter 138 - Rencana yang Gagal Total
139 Chapter 139 - Alasan Membunuh
140 Chapter 140 - Juicy Kiss
141 Chapter 141 - Bagaimana Kalau Kita Melanjutkan yang Tadi?
142 Chapter 142 - Arya Mendapat Masalah
143 Chapter 143 - Permintaan Maaf
144 Chapter 144 - Penyesalan Lucy
145 Chapter 145 - Semua Karena Alice!
146 Chapter 146 - Jangan Menikah Lagi
147 Chapter 147 - Pertemuan Yuki dan Lucy
148 Chapter 148 - Study Tour
149 Chapter 149 - Firasat Buruk Rosa
150 Chapter 150 - Aku Ingin Kamarku Sendiri
151 Chapter 151 - Lucy Meledek Arya
152 Chapter 152 - Wanita Berambut Pirang
153 Chapter 153 - Kebetulan Macam Apa Ini?
154 Chapter 154 - Permintaan Maaf Wanita Berambut Pirang
155 Chapter 155 - Marissa
156 Chapter 156 - Lucy Merajuk
157 Chapter 157 - Ayo Jalan-Jalan Mencari Angin Segar
158 Chapter 158 - Lucy Diculik
159 Chapter 159 - Penculik
160 Chapter 160 - Melawan Para Penculik
161 Chapter 161 - Menyelamatkan Lucy
162 Chapter 162 - Bala Bantuan Tiba
163 Chapter 163 - Syukurlah Aku Berhasil Menyelamatkanmu
164 Chapter 164 - Kedatangan Para Polisi
165 Chapter 165 - Arya Siuman
166 Chapter 166 - Kecurigaan pada Arya
167 Chapter 167 - Diperiksa Lebih Lanjut
168 Chapter 168 - Kedatangan Luois
169 Chapter 169 - Identitas Marissa
170 Chapter 170 - Kejutan dari Marissa
171 Chapter 171 - Undangan ke Inggris
172 Chapter 172 - Minta Izin Pergi ke Inggris
173 Chapter 173 - Mendapatkan Izin
174 Chapter 174 - Bersiap Untuk Pergi ke Inggris
175 Chapter 175 - Ciuman Sebelum Pergi
176 Chapter 176 - Bertemu Ratu Inggris
177 Chapter 177 - Pangeran Ivor
178 Chapter 178 - Malam yang Indah Bersama Marissa (End Season 1)
179 Pengumuman
Episodes

Updated 179 Episodes

1
Chapter 1 - Pembuat Onar
2
Chapter 2 - Perkelahian
3
Chapter 3 - Perkelahian II
4
Chapter 4 - Babak Belur
5
Chapter 5 - Brent
6
Chapter 6 - Ancaman
7
Chapter 7 - Berkunjung ke Rumah Niko
8
Chapter 8 - Keterkejutan Arya
9
Chapter 9 - Rencana
10
Chapter 10 - Membunuh Roy dan Kelompoknya
11
Chapter 11 - Kematian Roy
12
Chapter 12 - Rumah Sakit
13
Chapter 13 - Introgasi Polisi
14
Chapter 14 - Saran Bisnis
15
Chapter 15 - Belajar bersama Niko
16
Chapter 16 - Ujian Kenaikan Kelas
17
Chapter 17 - Berbeda Kelas
18
Chapter 18 - Rumor
19
Chapter 19 - Rumor II
20
Chapter 20 - First Kiss
21
Chapter 21 - Lucy, Bagaimana Perasaanmu Sekarang?
22
Chapter 22 - Hanya Seratus Juta? Murah!
23
Chapter 23 - Lucy, Aku Ingin Sesuatu
24
Chapter 24 - Kakak David
25
Chapter 25 - Viktor si Penggangu
26
Chapter 26 - Jebakan
27
Chapter 27 - Terdesak dan Panik
28
Chapter 28 - Ini Bukan Mimpi!
29
Chapter 29 - Agresif
30
Chapter 30 - Agresif II
31
Chapter 31 - Demam
32
Chapter 32 - Merawat Lucy
33
Chapter 33 - Panik dan Takut
34
Chapter 34 - Jangan Membunuh Lagi, Kumohon
35
Chapter 35 - Vicky
36
Chapter 36 - Alice
37
Chapter 37 - Bercerai
38
Chapter 38 - Tekad Membunuh
39
Chapter 39 - Aku Sangat Ingin Membunuhmu
40
Chapter 40 - Berhenti Menyiksa Dirimu Sendiri
41
Chapter 41 - Bertemu Alice
42
Chapter 42 - Penjelasan
43
Chapter 43 - Teman atau Pacar?
44
Chapter 44 - Rasa Takut Kehilangan
45
Chapter 45 - Lylia dan Friska
46
Chapter 46 - Resmi Berpacaran
47
Chapter 47 - Pagi yang Panas
48
Chapter 48 - Nia
49
Chapter 49 - Kak Lucy, Aku Menyukaimu!
50
Chapter 50 - Hilangnya Waktu Bermesraan
51
Chapter 51 - Pengganggu Kemesraan
52
Chapter 52 - Kabur dari Rumah
53
Chapter 53 - Kabur dari Rumah II
54
Chapter 54 - Meminta Penjelasan
55
Chapter 55 - Masa Lalu Nia
56
Chapter 56 - Menemui Ayah Nia
57
Chapter 57 - Mengurungkan Niat
58
Chapter 58 - Membujuk Nia
59
Chapter 59 - Kehangatan yang Sempat Hilang
60
Chapter 60 - Memikirkan Hadiah Ulang Tahun
61
Chapter 61 - Obrolan Arya dan David
62
Chapter 62 - Bertemu Yuki
63
Chapter 63 - Suapan dari Yuki
64
Chapter 64 - Ulang Tahun Lucy
65
Chapter 65 - Tidak Lebih dari Lamaran!
66
Chapter 66 - Masalah Foto
67
Chapter 67 - Aku Cemburu!
68
Chapter 68 - Tiga Bulan
69
Chapter 69 - Emily
70
Chapter 70 - Satu Hari tanpa Lucy
71
Chapter 71 - Kabar Baik dan Buruk
72
Chapter 72 - Piyama atau Pulang?
73
Chapter 73 - Perubahan yang Merepotkan
74
Chapter 74 - Berdua dengan Yuki
75
Chapter 75 - Parfum
76
Chapter 76 - Panggil Namaku
77
Chapter 77 - Kenangan bersama Lylia
78
Chapter 78 - Kenangan bersama Lylia II
79
Chapter 79 - Kenangan bersama Lylia III
80
Chapter 80 - Kenangan bersama Lylia IV
81
Chapter 81 - Kenangan bersama Lylia V
82
Chapter 82 - Kenangan bersama Lylia VI
83
Chapter 83 - Kemarahan Lucy
84
Chapter 84 - Jadilah Kekasihku
85
Chapter 85 - Memanfaatkan Lylia
86
Chapter 86 - Kamu Sudah Punya Pacar?
87
Chapter 87 - Ide Bagus David
88
Chapter 88 - William Mendekati Lucy
89
Chapter 89 - Pujaan Hati William
90
Chapter 90 - Rencana Lucy
91
Chapter 91 - Rencana Lery dan Tommy
92
Chapter 92 - Memutus Hubungan
93
Chapter 93 - Guru James
94
Chapter 94 - Jangan Sebut Ibuku dengan Mulut Busukmu!
95
Chapter 95 - Kekejaman Arya
96
Chapter 96 - Aku Benci Ini
97
Chapter 97 - Kunjungan Lylia
98
Chapter 98 - Pelukan Hangat
99
Chapter 99 - Kenakalan Lylia
100
Chapter 100 - Menjadi Terkenal karena Kejam
101
Chapter 101 - Perubahan Perasaan Arya pada Lylia
102
Chapter 102 - Kencan di Jam Pelajaran
103
Chapter 103 - Gerald dan Vera
104
Chapter 104 - Cinta Mengubah Kepribadian Seseorang
105
Chapter 105 - Permintaan David
106
Chapter 106 - Pembunuhan Pertama
107
Chapter 107 - Membunuh Tiga Orang Dalam Satu Waktu
108
Chapter 108 - Keadaan Arya dan Lucy
109
Chapter 109 - Aku Hanya Ingin bersama Lylia Sekarang
110
Chapter 110 - Pulih dari Rasa Bersalah
111
Chapter 111 - Lucy Pasti Mau Mendengarkanku!
112
Chapter 112 - Saling Bercerita
113
Chapter 113 - Aku Tidak Butuh Omong Kosongmu!
114
Chapter 114 - Penjelasan
115
Chapter 115 - Permintaan Lylia
116
Chapter 116 - Bermesraan Sepuasnya
117
Chapter 117 - Kencan
118
Chapter 118 - Dua Minggu Kemudian
119
Chapter 119 - First Kiss
120
Chapter 120 - Salah Tanggal
121
Chapter 121 - Kunjungan Lucy
122
Chapter 122 - Reuni Kecil
123
Chapter 123 - Bertemu Orang Tua Lylia
124
Chapter 124 - Perpisahan
125
Chapter 125 - Kunjungan Tak Terduga
126
Chapter 126 - Pulang ke Kota Bern
127
Chapter 127 - Bertemu Mama
128
Chapter 128 - Kalian Sudah Pernah Ciuman?
129
Chapter 129 - Penyesalan Rosa
130
Chapter 130 - Permintaan Maaf Rosa
131
Chapter 131 - Mulut Semanis Madu
132
Chapter 132 - Pergi Jalan-Jalan
133
Chapter 133 - Hadiah Untuk Rosa
134
Chapter 134 - Kalung Liontin Rose
135
Chapter 135 - Menemani Emily
136
Chapter 136 - Perasaan Emily yang Sebenarnya
137
Chapter 137 - Tetap Menjadi Saudara Sepupu
138
Chapter 138 - Rencana yang Gagal Total
139
Chapter 139 - Alasan Membunuh
140
Chapter 140 - Juicy Kiss
141
Chapter 141 - Bagaimana Kalau Kita Melanjutkan yang Tadi?
142
Chapter 142 - Arya Mendapat Masalah
143
Chapter 143 - Permintaan Maaf
144
Chapter 144 - Penyesalan Lucy
145
Chapter 145 - Semua Karena Alice!
146
Chapter 146 - Jangan Menikah Lagi
147
Chapter 147 - Pertemuan Yuki dan Lucy
148
Chapter 148 - Study Tour
149
Chapter 149 - Firasat Buruk Rosa
150
Chapter 150 - Aku Ingin Kamarku Sendiri
151
Chapter 151 - Lucy Meledek Arya
152
Chapter 152 - Wanita Berambut Pirang
153
Chapter 153 - Kebetulan Macam Apa Ini?
154
Chapter 154 - Permintaan Maaf Wanita Berambut Pirang
155
Chapter 155 - Marissa
156
Chapter 156 - Lucy Merajuk
157
Chapter 157 - Ayo Jalan-Jalan Mencari Angin Segar
158
Chapter 158 - Lucy Diculik
159
Chapter 159 - Penculik
160
Chapter 160 - Melawan Para Penculik
161
Chapter 161 - Menyelamatkan Lucy
162
Chapter 162 - Bala Bantuan Tiba
163
Chapter 163 - Syukurlah Aku Berhasil Menyelamatkanmu
164
Chapter 164 - Kedatangan Para Polisi
165
Chapter 165 - Arya Siuman
166
Chapter 166 - Kecurigaan pada Arya
167
Chapter 167 - Diperiksa Lebih Lanjut
168
Chapter 168 - Kedatangan Luois
169
Chapter 169 - Identitas Marissa
170
Chapter 170 - Kejutan dari Marissa
171
Chapter 171 - Undangan ke Inggris
172
Chapter 172 - Minta Izin Pergi ke Inggris
173
Chapter 173 - Mendapatkan Izin
174
Chapter 174 - Bersiap Untuk Pergi ke Inggris
175
Chapter 175 - Ciuman Sebelum Pergi
176
Chapter 176 - Bertemu Ratu Inggris
177
Chapter 177 - Pangeran Ivor
178
Chapter 178 - Malam yang Indah Bersama Marissa (End Season 1)
179
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!