Chapter 10 - Membunuh Roy dan Kelompoknya

Setelah mendengarkan semua cerita Arya, wajah Yuki menggelap seakan awan mendung menutupi wajahnya. Tidak ada yang tahu ekspresi macam apa yang dia buat saat ini.

Tapi Arya yakin kalau Yuki terkejut dan tidak menyangka hal ini. Semuanya dapat terlihat jelas karena Yuki benar-benar terkejut saat mendengar ceritanya.

Saat ini, suasana menjadi sunyi dan hening, tanpa suara sedikit pun.

Niko yang duduk di sebelah Yuki tidak berbuat banyak. Dia hanya diam seperti patung tapi wajahnya memucat saat keringat dingin sebesar kacang menghiasi dahinya.

Sepertinya harapannya pada Arya terlalu besar. Dia berharap Arya hanya mengatakan sebagian rahasianya tapi ternyata dia mengatakan semuanya pada ibunya.

Ini membuatnya sedikit kesal tapi dia tidak berhak untuk itu. Pada dasarnya, dia yang salah karena tidak menceritakan pada ibunya kalau dia diganggu oleh sekelompok orang.

Seandainya dia cerita lebih awal kalau dia diganggu , mungkin semuanya tidak akan berakhir seperti ini. Kini dia sudah siap menerima amarah ibunya.

Dia sangat yakin ibunya akan marah. Lagi pula dia menyembunyikan fakta yang mengejutkan.

Setelah hening selama beberapa menit, akhirnya Yuki buka suara tapi suaranya sedingin es.

"Niko, kembali ke kamarmu."

"Ta-tapi, Bu..."

"Dengarkan aku dan jangan banyak bicara."

Yuki mengangkat kepalanya, menunjukan wajahnya yang dingin, membuat Niko merinding.

Dia tidak pernah melihat ekspresi ibunya yang begitu dingin.

Ibunya adalah sosok yang hangat dan cukup ceria, jadi melihatnya menjadi dingin seperti ini mengejutkannya. Niko tidak pernah berharap ibunya bisa membuat ekspresi seperti itu.

Tanpa mengucapkan satu kata lagi, Niko segera bangun dari tempat duduknya dan pergi ke kamarnya seperti yang diperintahkan ibunya.

Kembali pada Arya, dia tidak banyak bereaksi ketika melihat ekspresi dingin Yuki. Dia sudah menduga ini akan terjadi.

"Jadi, Niko menjadi babak belur begini karena dia diganggu dan dihajar? Dan semua ini ada kaitannya denganmu?"

"Ya, itu benar. Awalnya, karena aku sering menolong Niko ketika diganggu oleh Roy, dia jadi tersinggung olehku dan akhirnya kami berkelahi. Hal seperti ini terjadi beberapa kali."

Arya berkata demikian dengan ekspresi sedikit menyesal. Dia kemudian menjelaskan lagi kejadian yang terjadi beberapa minggu terakhir.

"Jadi maksudmu, saat itu kau menolong Niko yang sedang diganggu makan siangnya dan beberapa hari kemudian Niko dipanggil oleh Roy agar dia memanggilmu keluar supaya Roy bisa menyelesaikan dendam yang dia simpan padamu? Tapi karena Niko menolak, dia malah jadi dihajar dan babak belur, begitu?"

"Ya, itu benar, Tante. Selain itu, sepertinya Roy berencana mengeroyokku dengan kelompoknya tapi Niko mengetahui ini langsung memohon padanya agar tidak melakukan hal itu. Niko memohon pada Roy dan dia menawarkan dirinya sebagai seseorang yang mau mendengarkan semua perintah Roy sebagai imbalan yang terakhir tidak mengganguku."

Arya menjelaskan lebih detil pada Yuki, membuat wanita cantik itu sedikit kesal.

Dia menyalahkan Arya akan hal ini. Tapi setelah dia berpikir dengan kepala dingin, dia tidak menyalahkannya lagi.

Bagaimanapun, Arya sudah sering menolong Niko ketika diganggu, jadi tentu Niko memiliki rasa terima kasih padanya.

Dan mungkin, karena Niko merasa berhutang budi pada Arya, dia menghentikan Roy yang ingin mengeroyok Arya dengan cara mendengarkan semua perintah Roy sebagai imbalan yang terakhir tidak menggangu Arya.

Setidaknya itu yang dipikirkan Yuki.

Setelah beberapa saat, Yuki menghela nafas panjang dan berkata dengan tulus.

"Pertama-tama, aku ingin berterima kasih padamu karena telah menceritakan semuanya padaku dan membantu Niko ketika dia diganggu. Aku sangat berterima kasih akan hal itu. Dan maaf karena Niko, kamu harus berurusan dengan bocah Roy itu.

"Tidak, aku yang seharusnya minta maaf. Jika bukan karena aku, Niko tidak akan menjadi seperti ini."

Arya meminta maaf dengan tulus.

Ini adalah alasan lain mengapa Arya datang bertamu di waktu yang sedikit tidak tepat ini. Selain dia ingin menceritakan Niko diganggu, dia juga ingin meminta maaf pada Yuki.

Bagaimanapun, Niko menjadi babak belur begini ada kaitannya dengan dia.

Mendengar permintaan maaf tulus Arya, Yuki menggelengkan kepalanya dan berkata.

"Kamu tidak perlu minta maaf. Selain itu, aku ingin meminta bantuanmu untuk menjadi saksi untuk kasus yang terjadi ini. Aku ingin melaporkan semua ini kepada sekolah agar bocah bernama Roy itu dikeluarkan dari sekolah."

"Tidak perlu melaporkannya ke sekolah. Semuanya hanya akan sia-sia."

Arya melambaikan tangannya sambil tersenyum penuh makna, membuat Yuki kebingungan tapi dia tidak bertanya lebih lanjut.

*****

Esok harinya, sepulang sekolah, Arya tampak menunggu tidak jauh dari gerbang sekolahnya. Dia sedang menunggu Roy dan kelompoknya lewat. Jelas, dia merencanakan sesuatu.

Tidak lama kemudian, sekelompok pemuda yang berjumlah lebih dari selusin datang dari suatu arah. Mereka tampak saling mengobrol dan tertawa.

Mereka adalah Roy dan kelompoknya.

Roy mengobrol dengan yang lainnya saat dia memimpin dengan berkuasa.

Tiba-tiba, seseorang menghalangi jalan mereka.

"Oh, akhirnya orang yang aku cari menunjukan batang hidungnya."

Roy sedikit terkejut tapi dia gembira ketika Arya menghalangi jalannya. Matanya menunjukan permusuhan dan ekspresi wajahnya menunjukan bahwa dia menantang Arya.

"Temui aku di gudang yang ada di ujung kota. Ajak semua anak buahmu."

Arya sama sekali mengabaikan ucapan Roy dan hanya berkata dengan dingin sebelum berbalik dan pergi.

Mendengar ini, Roy dan kelompoknya terkejut. Mereka jelas tidak menyangka Arya akan mengatakan hal semacam ini.

Segera, Roy menyeringai jahat. Dia sudah bisa membayangkan dirinya akan menghajar Arya hingga babak belur. Dia jelas sangat ingin menyelesaikan beberapa dendam yang terjadi dulu.

*****

Di gudang yang ada di ujung kota, selusin pemuda berkumpul di sana dengan membawa beberapa pipa besi sepanjang satu meter dan beberapa tongkat kayu tebal.

Roy dan kelompoknya sengaja membawa pipa besi dan tongkat kayu ini. Meski mereka menang jumlah, tapi mereka tahu seberapa kuat Arya.

Bahkan dengan pemuda botak yang memiliki tubuh besar dengan kekuatan yang besar saja kalah dalam beberapa pukulan dan tendangan, jadi mereka tidak ingin meremehkan lawan mereka.

Setelah menunggu selama lima belas menit, sosok Arya yang memakai jaket hitam panjang akhirnya muncul di hadapan mereka. Dia datang dari pintu masuk depan dengan tangan kosong dan berjalan dengan santai, tidak menunjukan ketakutan sama sekali bahkan ketika lawannya berjumlah selusin dan menggunakan senjata berupa pipa besi dan tongkat kayu.

Dia menatap selusin orang tersebut dan menghela nafas, meremehkan lawannya.

Melihat ini, pemuda botak mengerutkan dahinya dan berkata dengan marah.

"Bocah, kau berani datang sendiri?!"

"Lalu kenapa? Aku memang datang sendiri karena aku yakin bisa melawan kalian seorang diri. Tapi lihatlah kalian sendiri, kalian membawa pipa besi dan berjumlah selusin meski lawan kalian hanya melawan satu orang. Sungguh memalukan!"

Arya tertawa mengejek, membuat pemuda botak itu berubah merah karena marah. Tangannya yang memegang pipa besi gemetar, menahan emosi.

"Roy, biarkan aku membunuh bocah ini."

Pemuda botak itu tidak tahan lagi, berkata pada Roy dan yang terakhir mengangguk ringan, membiarkan anak buahnya maju mewakili dirinya.

Perlahan, pemuda botak itu berjalan ke depan menuju Arya dengan memegang pipa besi dengan keras.

Meski termakan emosi, dia tetap waspada. Dirinya sudah belajar dari perkelahian sebelumnya. Kini pemuda botak itu tidak berani bertindak gegabah dan menggunakan otaknya untuk berkelahi.

Terakhir kali dia kalah dari Arya karena dia memiliki terlalu banyak celah terbuka, tapi sekarang dia waspada. Dia kemudian berlari ke kiri dan kanan, berharap Arya kebingungan dengan pergerakannya.

Tidak seperti yang diharapkan, Arya hanya diam di tempat dan menyeringai. Dia sama sekali tidak menunjukan ketakutan.

Ketika jarak keduanya hanya tersisa satu meter, pemuda botak itu mengangkat tinggi tangannya dan mengayunkan pipa besi di tangannya dengan keras, memukul lurus Arya.

Tapi, dengan gerakan cepat tangan Arya meraih ke balik jaketnya dan menghindar ke samping lalu sebuah erangan teredam terdengar.

Roy dan kelompoknya yang menonton dari belakang melebarkan matanya ketika mereka melihat pemandangan di hadapan mereka.

Di sana, Arya berhasil menghindar sementara pemuda botak mengerang saat pinggangnya tertusuk oleh sebuah pisau.

Pinggang pemuda botak tersebut langsung berdarah dan wajahnya memucat. Dahinya dipenuhi keringat dingin. Dengan keterkejutan di matanya, dia perlahan melirik ke samping hanya untuk melihat Arya memasang ekspresi dingin di wajahnya.

Dia kemudian melirik sumber rasa sakitnya dan matanya melebar. Dia melihat pinggangnya tertusuk pisau melengkung dan bergerigi milik Arya.

Dia tidak tahu kapan ini terjadi. Dia sama sekali tidak melihat Arya membawa apapun dan hanya datang dengan tangan kosong. Jadi, melihatnya menusuknya menggunakan sebuah pisau benar-benar mengejutkannya.

Setelah itu, pemuda botak itu mengerang kesakitan lagi saat Arya menusuk lebih dalam belatinya. Ekspresinya tetap dingin dan dia bahkan tidak mengedipkan matanya saat melakukan tindakan kejam ini seakan dia sudah terbiasa melakukannya.

Tidak berhenti di situ, Arya menggerakkan belatinya yang masih tertusuk di pinggang pemuda botak tersebut ke perut lalu naik hingga ke bawah dada.

Pemuda botak itu mengerang kesakitan lagi dan akhirnya terjatuh dan kehilangan kesadarannya sesaat setelah Arya mencabut kembali belatinya.

Ketika pemuda botak tersebut jatuh, organ dalam tubuhnya yang terkoyak oleh belati Arya dapat terlihat jelas, membuat siapapun yang melihatnya jadi pucat dan memuntahkan semua isi perutnya.

Melihat kondisinya yang parah, kemungkinan besar pemuda botak tersebut sudah mati.

Perlahan, Arya mengalihkan pandangannya ke Roy dan yang lainnya. Tatapannya dingin dan ekspresi wajahnya tidak menunjukan rasa bersalah ataupun ketakutan setelah dia melakukan tindakan kejam tadi.

Melihat tatapan dingin Arya, semua orang merasa sedang melihat malaikat maut sedang menatap mereka. Semuanya segera bergidik merinding. Wajah mereka segera memucat dan dahi mereka dipenuhi keringat dingin.

Beberapa dari mereka bahkan jatuh pingsan karena tidak tahan melihat darah dan organ tubuh pemuda botak yang baru saja mati di tangan Arya.

Terpopuler

Comments

Arthur Anderson

Arthur Anderson

Ngeri, tp gw suka. Lanjutkan thor, perbanyak yg kek gini

2022-12-24

0

Arthur Anderson

Arthur Anderson

Yaiyalah sia2, lah roy dkk mau dibunuh kok😂

2022-12-24

0

Arthur Anderson

Arthur Anderson

Emak2 klo dh marah emg ngeri sih wkwk

2022-12-24

0

lihat semua
Episodes
1 Chapter 1 - Pembuat Onar
2 Chapter 2 - Perkelahian
3 Chapter 3 - Perkelahian II
4 Chapter 4 - Babak Belur
5 Chapter 5 - Brent
6 Chapter 6 - Ancaman
7 Chapter 7 - Berkunjung ke Rumah Niko
8 Chapter 8 - Keterkejutan Arya
9 Chapter 9 - Rencana
10 Chapter 10 - Membunuh Roy dan Kelompoknya
11 Chapter 11 - Kematian Roy
12 Chapter 12 - Rumah Sakit
13 Chapter 13 - Introgasi Polisi
14 Chapter 14 - Saran Bisnis
15 Chapter 15 - Belajar bersama Niko
16 Chapter 16 - Ujian Kenaikan Kelas
17 Chapter 17 - Berbeda Kelas
18 Chapter 18 - Rumor
19 Chapter 19 - Rumor II
20 Chapter 20 - First Kiss
21 Chapter 21 - Lucy, Bagaimana Perasaanmu Sekarang?
22 Chapter 22 - Hanya Seratus Juta? Murah!
23 Chapter 23 - Lucy, Aku Ingin Sesuatu
24 Chapter 24 - Kakak David
25 Chapter 25 - Viktor si Penggangu
26 Chapter 26 - Jebakan
27 Chapter 27 - Terdesak dan Panik
28 Chapter 28 - Ini Bukan Mimpi!
29 Chapter 29 - Agresif
30 Chapter 30 - Agresif II
31 Chapter 31 - Demam
32 Chapter 32 - Merawat Lucy
33 Chapter 33 - Panik dan Takut
34 Chapter 34 - Jangan Membunuh Lagi, Kumohon
35 Chapter 35 - Vicky
36 Chapter 36 - Alice
37 Chapter 37 - Bercerai
38 Chapter 38 - Tekad Membunuh
39 Chapter 39 - Aku Sangat Ingin Membunuhmu
40 Chapter 40 - Berhenti Menyiksa Dirimu Sendiri
41 Chapter 41 - Bertemu Alice
42 Chapter 42 - Penjelasan
43 Chapter 43 - Teman atau Pacar?
44 Chapter 44 - Rasa Takut Kehilangan
45 Chapter 45 - Lylia dan Friska
46 Chapter 46 - Resmi Berpacaran
47 Chapter 47 - Pagi yang Panas
48 Chapter 48 - Nia
49 Chapter 49 - Kak Lucy, Aku Menyukaimu!
50 Chapter 50 - Hilangnya Waktu Bermesraan
51 Chapter 51 - Pengganggu Kemesraan
52 Chapter 52 - Kabur dari Rumah
53 Chapter 53 - Kabur dari Rumah II
54 Chapter 54 - Meminta Penjelasan
55 Chapter 55 - Masa Lalu Nia
56 Chapter 56 - Menemui Ayah Nia
57 Chapter 57 - Mengurungkan Niat
58 Chapter 58 - Membujuk Nia
59 Chapter 59 - Kehangatan yang Sempat Hilang
60 Chapter 60 - Memikirkan Hadiah Ulang Tahun
61 Chapter 61 - Obrolan Arya dan David
62 Chapter 62 - Bertemu Yuki
63 Chapter 63 - Suapan dari Yuki
64 Chapter 64 - Ulang Tahun Lucy
65 Chapter 65 - Tidak Lebih dari Lamaran!
66 Chapter 66 - Masalah Foto
67 Chapter 67 - Aku Cemburu!
68 Chapter 68 - Tiga Bulan
69 Chapter 69 - Emily
70 Chapter 70 - Satu Hari tanpa Lucy
71 Chapter 71 - Kabar Baik dan Buruk
72 Chapter 72 - Piyama atau Pulang?
73 Chapter 73 - Perubahan yang Merepotkan
74 Chapter 74 - Berdua dengan Yuki
75 Chapter 75 - Parfum
76 Chapter 76 - Panggil Namaku
77 Chapter 77 - Kenangan bersama Lylia
78 Chapter 78 - Kenangan bersama Lylia II
79 Chapter 79 - Kenangan bersama Lylia III
80 Chapter 80 - Kenangan bersama Lylia IV
81 Chapter 81 - Kenangan bersama Lylia V
82 Chapter 82 - Kenangan bersama Lylia VI
83 Chapter 83 - Kemarahan Lucy
84 Chapter 84 - Jadilah Kekasihku
85 Chapter 85 - Memanfaatkan Lylia
86 Chapter 86 - Kamu Sudah Punya Pacar?
87 Chapter 87 - Ide Bagus David
88 Chapter 88 - William Mendekati Lucy
89 Chapter 89 - Pujaan Hati William
90 Chapter 90 - Rencana Lucy
91 Chapter 91 - Rencana Lery dan Tommy
92 Chapter 92 - Memutus Hubungan
93 Chapter 93 - Guru James
94 Chapter 94 - Jangan Sebut Ibuku dengan Mulut Busukmu!
95 Chapter 95 - Kekejaman Arya
96 Chapter 96 - Aku Benci Ini
97 Chapter 97 - Kunjungan Lylia
98 Chapter 98 - Pelukan Hangat
99 Chapter 99 - Kenakalan Lylia
100 Chapter 100 - Menjadi Terkenal karena Kejam
101 Chapter 101 - Perubahan Perasaan Arya pada Lylia
102 Chapter 102 - Kencan di Jam Pelajaran
103 Chapter 103 - Gerald dan Vera
104 Chapter 104 - Cinta Mengubah Kepribadian Seseorang
105 Chapter 105 - Permintaan David
106 Chapter 106 - Pembunuhan Pertama
107 Chapter 107 - Membunuh Tiga Orang Dalam Satu Waktu
108 Chapter 108 - Keadaan Arya dan Lucy
109 Chapter 109 - Aku Hanya Ingin bersama Lylia Sekarang
110 Chapter 110 - Pulih dari Rasa Bersalah
111 Chapter 111 - Lucy Pasti Mau Mendengarkanku!
112 Chapter 112 - Saling Bercerita
113 Chapter 113 - Aku Tidak Butuh Omong Kosongmu!
114 Chapter 114 - Penjelasan
115 Chapter 115 - Permintaan Lylia
116 Chapter 116 - Bermesraan Sepuasnya
117 Chapter 117 - Kencan
118 Chapter 118 - Dua Minggu Kemudian
119 Chapter 119 - First Kiss
120 Chapter 120 - Salah Tanggal
121 Chapter 121 - Kunjungan Lucy
122 Chapter 122 - Reuni Kecil
123 Chapter 123 - Bertemu Orang Tua Lylia
124 Chapter 124 - Perpisahan
125 Chapter 125 - Kunjungan Tak Terduga
126 Chapter 126 - Pulang ke Kota Bern
127 Chapter 127 - Bertemu Mama
128 Chapter 128 - Kalian Sudah Pernah Ciuman?
129 Chapter 129 - Penyesalan Rosa
130 Chapter 130 - Permintaan Maaf Rosa
131 Chapter 131 - Mulut Semanis Madu
132 Chapter 132 - Pergi Jalan-Jalan
133 Chapter 133 - Hadiah Untuk Rosa
134 Chapter 134 - Kalung Liontin Rose
135 Chapter 135 - Menemani Emily
136 Chapter 136 - Perasaan Emily yang Sebenarnya
137 Chapter 137 - Tetap Menjadi Saudara Sepupu
138 Chapter 138 - Rencana yang Gagal Total
139 Chapter 139 - Alasan Membunuh
140 Chapter 140 - Juicy Kiss
141 Chapter 141 - Bagaimana Kalau Kita Melanjutkan yang Tadi?
142 Chapter 142 - Arya Mendapat Masalah
143 Chapter 143 - Permintaan Maaf
144 Chapter 144 - Penyesalan Lucy
145 Chapter 145 - Semua Karena Alice!
146 Chapter 146 - Jangan Menikah Lagi
147 Chapter 147 - Pertemuan Yuki dan Lucy
148 Chapter 148 - Study Tour
149 Chapter 149 - Firasat Buruk Rosa
150 Chapter 150 - Aku Ingin Kamarku Sendiri
151 Chapter 151 - Lucy Meledek Arya
152 Chapter 152 - Wanita Berambut Pirang
153 Chapter 153 - Kebetulan Macam Apa Ini?
154 Chapter 154 - Permintaan Maaf Wanita Berambut Pirang
155 Chapter 155 - Marissa
156 Chapter 156 - Lucy Merajuk
157 Chapter 157 - Ayo Jalan-Jalan Mencari Angin Segar
158 Chapter 158 - Lucy Diculik
159 Chapter 159 - Penculik
160 Chapter 160 - Melawan Para Penculik
161 Chapter 161 - Menyelamatkan Lucy
162 Chapter 162 - Bala Bantuan Tiba
163 Chapter 163 - Syukurlah Aku Berhasil Menyelamatkanmu
164 Chapter 164 - Kedatangan Para Polisi
165 Chapter 165 - Arya Siuman
166 Chapter 166 - Kecurigaan pada Arya
167 Chapter 167 - Diperiksa Lebih Lanjut
168 Chapter 168 - Kedatangan Luois
169 Chapter 169 - Identitas Marissa
170 Chapter 170 - Kejutan dari Marissa
171 Chapter 171 - Undangan ke Inggris
172 Chapter 172 - Minta Izin Pergi ke Inggris
173 Chapter 173 - Mendapatkan Izin
174 Chapter 174 - Bersiap Untuk Pergi ke Inggris
175 Chapter 175 - Ciuman Sebelum Pergi
176 Chapter 176 - Bertemu Ratu Inggris
177 Chapter 177 - Pangeran Ivor
178 Chapter 178 - Malam yang Indah Bersama Marissa (End Season 1)
179 Pengumuman
Episodes

Updated 179 Episodes

1
Chapter 1 - Pembuat Onar
2
Chapter 2 - Perkelahian
3
Chapter 3 - Perkelahian II
4
Chapter 4 - Babak Belur
5
Chapter 5 - Brent
6
Chapter 6 - Ancaman
7
Chapter 7 - Berkunjung ke Rumah Niko
8
Chapter 8 - Keterkejutan Arya
9
Chapter 9 - Rencana
10
Chapter 10 - Membunuh Roy dan Kelompoknya
11
Chapter 11 - Kematian Roy
12
Chapter 12 - Rumah Sakit
13
Chapter 13 - Introgasi Polisi
14
Chapter 14 - Saran Bisnis
15
Chapter 15 - Belajar bersama Niko
16
Chapter 16 - Ujian Kenaikan Kelas
17
Chapter 17 - Berbeda Kelas
18
Chapter 18 - Rumor
19
Chapter 19 - Rumor II
20
Chapter 20 - First Kiss
21
Chapter 21 - Lucy, Bagaimana Perasaanmu Sekarang?
22
Chapter 22 - Hanya Seratus Juta? Murah!
23
Chapter 23 - Lucy, Aku Ingin Sesuatu
24
Chapter 24 - Kakak David
25
Chapter 25 - Viktor si Penggangu
26
Chapter 26 - Jebakan
27
Chapter 27 - Terdesak dan Panik
28
Chapter 28 - Ini Bukan Mimpi!
29
Chapter 29 - Agresif
30
Chapter 30 - Agresif II
31
Chapter 31 - Demam
32
Chapter 32 - Merawat Lucy
33
Chapter 33 - Panik dan Takut
34
Chapter 34 - Jangan Membunuh Lagi, Kumohon
35
Chapter 35 - Vicky
36
Chapter 36 - Alice
37
Chapter 37 - Bercerai
38
Chapter 38 - Tekad Membunuh
39
Chapter 39 - Aku Sangat Ingin Membunuhmu
40
Chapter 40 - Berhenti Menyiksa Dirimu Sendiri
41
Chapter 41 - Bertemu Alice
42
Chapter 42 - Penjelasan
43
Chapter 43 - Teman atau Pacar?
44
Chapter 44 - Rasa Takut Kehilangan
45
Chapter 45 - Lylia dan Friska
46
Chapter 46 - Resmi Berpacaran
47
Chapter 47 - Pagi yang Panas
48
Chapter 48 - Nia
49
Chapter 49 - Kak Lucy, Aku Menyukaimu!
50
Chapter 50 - Hilangnya Waktu Bermesraan
51
Chapter 51 - Pengganggu Kemesraan
52
Chapter 52 - Kabur dari Rumah
53
Chapter 53 - Kabur dari Rumah II
54
Chapter 54 - Meminta Penjelasan
55
Chapter 55 - Masa Lalu Nia
56
Chapter 56 - Menemui Ayah Nia
57
Chapter 57 - Mengurungkan Niat
58
Chapter 58 - Membujuk Nia
59
Chapter 59 - Kehangatan yang Sempat Hilang
60
Chapter 60 - Memikirkan Hadiah Ulang Tahun
61
Chapter 61 - Obrolan Arya dan David
62
Chapter 62 - Bertemu Yuki
63
Chapter 63 - Suapan dari Yuki
64
Chapter 64 - Ulang Tahun Lucy
65
Chapter 65 - Tidak Lebih dari Lamaran!
66
Chapter 66 - Masalah Foto
67
Chapter 67 - Aku Cemburu!
68
Chapter 68 - Tiga Bulan
69
Chapter 69 - Emily
70
Chapter 70 - Satu Hari tanpa Lucy
71
Chapter 71 - Kabar Baik dan Buruk
72
Chapter 72 - Piyama atau Pulang?
73
Chapter 73 - Perubahan yang Merepotkan
74
Chapter 74 - Berdua dengan Yuki
75
Chapter 75 - Parfum
76
Chapter 76 - Panggil Namaku
77
Chapter 77 - Kenangan bersama Lylia
78
Chapter 78 - Kenangan bersama Lylia II
79
Chapter 79 - Kenangan bersama Lylia III
80
Chapter 80 - Kenangan bersama Lylia IV
81
Chapter 81 - Kenangan bersama Lylia V
82
Chapter 82 - Kenangan bersama Lylia VI
83
Chapter 83 - Kemarahan Lucy
84
Chapter 84 - Jadilah Kekasihku
85
Chapter 85 - Memanfaatkan Lylia
86
Chapter 86 - Kamu Sudah Punya Pacar?
87
Chapter 87 - Ide Bagus David
88
Chapter 88 - William Mendekati Lucy
89
Chapter 89 - Pujaan Hati William
90
Chapter 90 - Rencana Lucy
91
Chapter 91 - Rencana Lery dan Tommy
92
Chapter 92 - Memutus Hubungan
93
Chapter 93 - Guru James
94
Chapter 94 - Jangan Sebut Ibuku dengan Mulut Busukmu!
95
Chapter 95 - Kekejaman Arya
96
Chapter 96 - Aku Benci Ini
97
Chapter 97 - Kunjungan Lylia
98
Chapter 98 - Pelukan Hangat
99
Chapter 99 - Kenakalan Lylia
100
Chapter 100 - Menjadi Terkenal karena Kejam
101
Chapter 101 - Perubahan Perasaan Arya pada Lylia
102
Chapter 102 - Kencan di Jam Pelajaran
103
Chapter 103 - Gerald dan Vera
104
Chapter 104 - Cinta Mengubah Kepribadian Seseorang
105
Chapter 105 - Permintaan David
106
Chapter 106 - Pembunuhan Pertama
107
Chapter 107 - Membunuh Tiga Orang Dalam Satu Waktu
108
Chapter 108 - Keadaan Arya dan Lucy
109
Chapter 109 - Aku Hanya Ingin bersama Lylia Sekarang
110
Chapter 110 - Pulih dari Rasa Bersalah
111
Chapter 111 - Lucy Pasti Mau Mendengarkanku!
112
Chapter 112 - Saling Bercerita
113
Chapter 113 - Aku Tidak Butuh Omong Kosongmu!
114
Chapter 114 - Penjelasan
115
Chapter 115 - Permintaan Lylia
116
Chapter 116 - Bermesraan Sepuasnya
117
Chapter 117 - Kencan
118
Chapter 118 - Dua Minggu Kemudian
119
Chapter 119 - First Kiss
120
Chapter 120 - Salah Tanggal
121
Chapter 121 - Kunjungan Lucy
122
Chapter 122 - Reuni Kecil
123
Chapter 123 - Bertemu Orang Tua Lylia
124
Chapter 124 - Perpisahan
125
Chapter 125 - Kunjungan Tak Terduga
126
Chapter 126 - Pulang ke Kota Bern
127
Chapter 127 - Bertemu Mama
128
Chapter 128 - Kalian Sudah Pernah Ciuman?
129
Chapter 129 - Penyesalan Rosa
130
Chapter 130 - Permintaan Maaf Rosa
131
Chapter 131 - Mulut Semanis Madu
132
Chapter 132 - Pergi Jalan-Jalan
133
Chapter 133 - Hadiah Untuk Rosa
134
Chapter 134 - Kalung Liontin Rose
135
Chapter 135 - Menemani Emily
136
Chapter 136 - Perasaan Emily yang Sebenarnya
137
Chapter 137 - Tetap Menjadi Saudara Sepupu
138
Chapter 138 - Rencana yang Gagal Total
139
Chapter 139 - Alasan Membunuh
140
Chapter 140 - Juicy Kiss
141
Chapter 141 - Bagaimana Kalau Kita Melanjutkan yang Tadi?
142
Chapter 142 - Arya Mendapat Masalah
143
Chapter 143 - Permintaan Maaf
144
Chapter 144 - Penyesalan Lucy
145
Chapter 145 - Semua Karena Alice!
146
Chapter 146 - Jangan Menikah Lagi
147
Chapter 147 - Pertemuan Yuki dan Lucy
148
Chapter 148 - Study Tour
149
Chapter 149 - Firasat Buruk Rosa
150
Chapter 150 - Aku Ingin Kamarku Sendiri
151
Chapter 151 - Lucy Meledek Arya
152
Chapter 152 - Wanita Berambut Pirang
153
Chapter 153 - Kebetulan Macam Apa Ini?
154
Chapter 154 - Permintaan Maaf Wanita Berambut Pirang
155
Chapter 155 - Marissa
156
Chapter 156 - Lucy Merajuk
157
Chapter 157 - Ayo Jalan-Jalan Mencari Angin Segar
158
Chapter 158 - Lucy Diculik
159
Chapter 159 - Penculik
160
Chapter 160 - Melawan Para Penculik
161
Chapter 161 - Menyelamatkan Lucy
162
Chapter 162 - Bala Bantuan Tiba
163
Chapter 163 - Syukurlah Aku Berhasil Menyelamatkanmu
164
Chapter 164 - Kedatangan Para Polisi
165
Chapter 165 - Arya Siuman
166
Chapter 166 - Kecurigaan pada Arya
167
Chapter 167 - Diperiksa Lebih Lanjut
168
Chapter 168 - Kedatangan Luois
169
Chapter 169 - Identitas Marissa
170
Chapter 170 - Kejutan dari Marissa
171
Chapter 171 - Undangan ke Inggris
172
Chapter 172 - Minta Izin Pergi ke Inggris
173
Chapter 173 - Mendapatkan Izin
174
Chapter 174 - Bersiap Untuk Pergi ke Inggris
175
Chapter 175 - Ciuman Sebelum Pergi
176
Chapter 176 - Bertemu Ratu Inggris
177
Chapter 177 - Pangeran Ivor
178
Chapter 178 - Malam yang Indah Bersama Marissa (End Season 1)
179
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!