"Bocah! Kau berani memanggil gurumu seperti itu?! Apakah kau ingin hukuman lebih?!"
Guru olahraga itu berteriak marah, ekspresinya garang dan wajahnya merah karena marah. Matanya dipenuhi kebencian ketika melihat Arya yang acuh tak acuh itu.
Arya dengan santai mengangkat bahunya, tersenyum mengejek.
"Hukuman apa? Aku bahkan tidak bersalah di sini."
"Bajingan cilik! Kau keterlaluan! Lihat saja, aku akan mengadu kepada kepala sekolah agar kau dikeluarkan dari sekolah ini!"
Guru olahraga itu kehabisan kesabaran. Dia sangat ingin menghajar Arya saat ini juga, tapi memikirkan reputasinya sebagai seorang guru, terlebih lagi dia merupakan pria dewasa, jadi dia memilih mengalah dan menahan emosinya. Akan lebih baik baginya untuk melaporkan ini semua pada kepala sekolah.
Arya hanya mendengus, sepenuhnya mengabaikannya.
Guru olahraga itu kemudian berbalik dan pergi, menuju ruangan kepala sekolah. Dia berjalan sambil menghentakkan kakinya, menggerutu sepanjang jalan.
Roy dan yang lainnya, yang ditinggal di kantin itu menatap kepergian guru olahraga. Mereka menatapnya cukup lama, sebelum akhirnya menatap Arya dengan penuh makna.
Tersenyum jahat, mereka jelas memiliki niat buruk.
Arya mengerutkan dahinya dengan erat melihat mereka. Kewaspadaannya juga meningkat pesat. Melawan empat orang akan sulit baginya.
Terkekeh, pemuda botak adalah yang pertama maju, ekspresinya serius dan dia menatap Arya dalam-dalam.
"Bocah, kudengar tadi kau berbicara dengan tidak sopan pada guru tadi. Dia adalah orang tua, jadi setidaknya jaga ucapanmu dan hormati dia!"
Pemuda botak itu menggertakkan giginya. Dia merasa marah karena Arya berbicara kasar pada guru olahraga tadi. Dia mungkin pembuat onar, namun dia selalu menghormati seseorang yang jauh lebih tua darinya. Oleh karena itu, saat dia mendengar Arya berbicara kasar, dia segera berjanji dalam hatinya jika dia akan mengajarkan sopan santun pada Arya.
Arya diam sejenak, wajahnya acuh tak acuh saat dia berkata.
"Menghormati? Menghormati siapa?" Arya mengangkat bahunya.
"Dengar, pria botak. Aku hanya menghormati orang-orang tertentu. Jadi, tidak setiap orang berhak menerima rasa hormatku, bahkan jika itu adalah orang yang lebih tua dariku!"
Arya membalas tanpa ragu, membuat pemuda botak itu semakin marah. Kepalanya bahkan menjadi merah.
"Kau terlalu lancang!"
Pemuda botak itu mengayunkan tinjunya, membuat Arya terkejut dan segera menghindar. Dia mengutuk dalam hatinya.
Pemuda botak itu berdecak kesal karena tinjunya tidak mengenai Arya.
Arya segera mundur beberapa langkah untuk mengambil jarak. Dia tahu bahwa situasinya saat ini kurang baik, di mana Roy dan dua lainnya bisa bergerak kapan saja.
Pemuda botak itu segera berlari ke arah Arya, mengepalkan tangannya dengan erat.
Arya tersenyum licik dengan ini. Dia jelas menemukan celah.
Menghindar ke samping, Arya mengulurkan kakinya, menyebabkan pemuda botak itu tidak hanya gagal memukul Arya. Tapi dia juga tersandung oleh kaki Arya dan terjatuh dengan bunyi gedebuk.
"Huh, sungguh bodoh. Kau melakukan gerakan yang sama seperti tadi."
Arya mengejek, menendang wajah pemuda botak itu berkali-kali hingga dia tergeletak di tanah dengan lemas.
Mengambil napas, Arya menatap ke tempat Roy berada. Dia terkejut saat mengetahui jika Roy dan si kembar sudah tidak ada di tempat.
"Sekelompok pengecut." Arya mencibir.
Setelah istirahat sejenak, Arya menuju suatu arah.
*****
Di ruang kepala sekolah, terlihat seorang pria sedang menggebrak meja. Pria tersebut terdengar marah ketika dia berbicara pada seorang wanita yang duduk di balik meja tersebut.
Pria itu tidak lain adalah guru olahraga yang memiliki masalah dengan Arya tadi, sementara wanita tersebut merupakan kepala sekolah SMA Daeil, Tuti.
Tuti memijat kepalanya dan dia perlahan mengangkat kepalanya, menatap guru olahraga itu.
"Jadi, kau kemari dengan marah-marah karena kau dihina oleh seorang murid bernama Arya? Bolehkah aku bertanya, Arya mana yang kau maksud?" Tuti bertanya.
"Tentu saja, Arya yang sering membuat masalah itu! Dia memanggilku keparat seenaknya!"
"Jadi, karena hal itu kau meminta dia dikeluarkan dari sekolah ini?"
"Ya, Kepsek. Saya meminta Arya untuk dikeluarkan dari sekolah ini. Dia hanya murid pembuat masalah, kita harus menghentikannya sebelum dia semakin melakukan tindakan berlebihan lagi!"
Tuti semakin sakit kepala mendengar ocehan guru olahraga itu. Dia kemudian menghela napas panjang dan tanpa daya berkata.
"Dengarkan aku, Arya tidak bisa dikeluarkan semudah yang kau bayangkan. Ayahnya adalah seorang polisi dengan jabatan, serta ayahnya juga merupakan teman dekatku. Juga, masih banyak siswa lain yang lebih bermasalah daripada Arya. Kita harus memikirkan yang lebih bermasalah, baru kita pikirkan tentang Arya."
"Kepsek, tidak seharusnya kau seperti itu! Arya, dia itu..."
Ketika guru olahraga itu berbicara, suara ketukan pintu terdengar sehingga membuatnya terdiam.
Tuti menatap pintu sejenak, sebelum akhirnya menyuruh orang yang mengetuk masuk.
Ketika pintu terbuka, baik guru olahraga ataupun Tuti terkejut melihat siapa yang datang.
Masuk ke dalam ruangan, itu tidak lain adalah Arya. Dia mendengar jika guru olahraga akan mengadu pada kepala sekolah, jadi dia datang ke sini untuk mencari tahu kebenarannya.
Ternyata, guru olahraga itu benar-benar mengadu, membuatnya agak terkejut.
"Jadi, bagaimana? Apakah kau sudah berhasil membuatku dikeluarkan dari sekolah ini?"
Arya bertanya, dia berjalan dan duduk di sofa, bersandar dan meletakkan kakinya di atas kaki lainnya. Dia menatap guru olahraga itu dengan mengejek.
Guru olahraga itu menggertakkan giginya, semakin marah dengan provokasi Arya. Jika bukan karena adanya kepala sekolah, dia sudah menghajar Arya. Dia kini menyesali perbuatannya, seharusnya dia hajar saja Arya saat di kantin tadi.
"Kepsek, lihat! Dia datang dan seenaknya duduk, tanpa mengucapkan permisi!"
"Biarkan saja, abaikan jika memungkinkan. Dia sudah biasa seperti itu, bahkan sejak tahun pertama."
Tuti merasakan kepalanya hampir pecah karena Arya tiba-tiba datang.
Mengalihkan pandangannya pada Arya, Tuti menghela napas panjang.
"Arya, kau berkelahi lagi?"
"Begitulah, Kepsek. Maaf untuk itu, tapi aku selalu memiliki alasan kenapa aku berkelahi."
"Baiklah, aku mengerti. Sekarang, aku minta padamu untuk kembali ke kelasmu. Pelajaran sudah di mulai."
Kepsek dengan lembut berkata saat sudut mulutnya berkedut.
Arya tersenyum tipis dan berdiri. Dia menatap guru olahraga dengan tatapan menghina dan jijik, seakan dia sedang melihat sampah.
Guru olahraga itu gemetar hebat karena marah, tangannya terkepal dengan kencang hingga mengeluarkan bunyi.
Dia benar-benar marah pada Arya dan Tuti.
Niat awalnya adalah datang untuk meminta kepala sekolah untuk mengeluarkan Arya dari SMA Daeil. Namun, bukan hanya rencananya gagal, tapi dia juga dihina berkali-kali oleh Arya. Yang membuatnya lebih kesal adalah Arya dan Tuti yang mengobrol dengan akrab, bagai teman lama.
Dia curiga jika sebenarnya Arya sudah menyuap kepala sekolah agar tidak mengeluarkannya dari SMA ini.
"Bocah, aku dengar kau adalah anak haram. Apakah itu benar? Oh, ya ampun. Aku tidak menyangka kau semenjijikkan itu."
Tiba-tiba, guru olahraga berkata demikian, nadanya dipenuhi kebencian.
Dia berkata demikian bukan tanpa sebab, semuanya berdasarkan rumor yang beredar di antara para murid dan guru. Dia sudah mendengar hal ini berkali-kali dan mempertanyakan faktanya.
Namun, saat ini dia sedang dalam kemarahannya, jadi dia tanpa pikir panjang berkata demikian, sepenuhnya hanya untuk menghina Arya sebagai pembalasan.
Arya yang sudah memegang gagang pintu dan hendak keluar itu tiba-tiba membeku. Dia terdiam cukup lama.
Tuti yang mendengar ini sangat terkejut, dia bahkan sampai berdiri dari tempat duduknya. Wajahnya kini pucat dan keringat dingin menetes dari dahinya.
"Hentikan omong kosongmu!"
Tuti berteriak dengan panik, dia kemudian menatap Arya dengan ketakutan.
"Arya, jangan dengarkan apapun. Guru ini hanya salah bicara, oke? Jangan didengarkan."
Tuti mati-matian mencoba membujuk Arya.
Dia dengan jelas mengetahui kepribadian Arya yang meledak-ledak ketika dihina seperti ini.
Arya yang membeku itu perlahan menoleh dengan kaku. Dia kemudian melirik dingin guru olahraga itu dari sudut matanya.
"Jaga ucapanmu. Jangan pernah menyesal dengan kata-katamu itu."
Dengan nada dingin yang penuh kebencian, Arya berkata demikin sebelum akhir membuka pintu dan meninggalkan ruangan kepala sekolah.
Tuti terkejut dengan tindakan Arya. Dia jelas mengetahui jika Arya sudah dihina seperti itu, pemuda itu pasti akan meledak dan menghajar orang yang menghinanya dengan kejam, tanpa memedulikan siapa yang menghinanya.
Namun, tindakan Arya kali ini mengejutkannya. Dia belum pernah melihat Arya bisa tenang setelah dihina.
Guru olahraga yang menghina Arya sama sekali tidak merasa senang karena telah menghina Arya. Dia justru kesal karena Arya merespon dengan acuh tak acuh.
Dua hari kemudian, guru olahraga yang menghina Arya meninggal dunia dikarenakan rumahnya kebakaran. Bukan hanya dia, tetapi seluruh keluarganya.
Tidak ada yang tahu penyebab kejadian kebakaran ini. Hanya Arya seorang yang mengetahui alasannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
Arthur Anderson
Ngeri, ngehina skli lgsg meninggoy
2022-12-17
0
Arthur Anderson
Jd ini backingannya si MC? Hmm...
2022-12-17
0
Arthur Anderson
Baru tau gw ada pembuat onar yg msh punya attitude sebaik ini wkwk
2022-12-17
0