Pengobatan Jovan terus diawasi oleh kepala desa. Pria itu selalu menemani Manya sang dokter untuk menjaganya.
"Jadi bagaimana keadaannya?" tanya kepala desa.
"Semuanya baik. Pasien bisa menggerakkan semua anggota tubuhnya. Walau, saya masih ragu dengan bagian dalam," jawab Manya usai memeriksa Jovan.
"Kita harus membawanya ke klinik di kota sana, pak!" ujar Manya.
Pria itu hanya bisa menghela napas panjang. Mobil dinasnya tak kunjung kembali dari kantor bupati. Sepertinya, ia tak dapat membantu. Akses jalan menuju desanya hanya satu dan butuh waktu jika ingin pergi ke kota bisa mencapai delapan jam lamanya.
"Kita hanya bisa menunggu aparat pemerintah daerah pusat turun ke sini, nak," ujar pria itu.
"Waktu panen masih dua minggu lagi baru ada truk pengangkut datang," jelas pria itu.
"Saya yakin berita Jovan sudah ada menyebar di kota," ujar Manya yakin.
Jovan mengerjapkan mata. Pria itu tersadar dari tidur panjang.
"Uugghh!"
"Tuan!"
"Air ... air ...."
Manya langsung mengambil gelas berisi air. Gadis itu membantu pria itu meminum airnya. Ada sedikit rintihan keluar dari mulut pria itu.
"Sekarang apa yang anda rasakan tuan?"
Jovan memindai semua yang ia rasakan. Masih sama, sakit luar biasa dan kepala juga masih pusing.
"Masih sama seperti kemarin, hanya saja sudah berkurang sedikit," jawab pria bermata hazel itu.
Wajah Jovan masih bengkak dan memar sana sini. Bahkan luka lecet yang menghiasi seluruh tubuh dan wajahnya terlihat jelas dan nampak mengerikan.
"Kalau begitu, apa bagian sini masih sakit?" tanya Manya ketika menekan ulu hati pria itu.
Jovan menggeleng. Manya menggerakkan tangan pria itu, ia juga menggeleng. Begitu juga kaki, kepala dan pinggang pria itu. Jovan menggeleng tanda tak sakit.
"Jadi yang sakit hanya memar-memar ini?" tanya Manya sambil menyentuh memar di dada, punggung, tangan dan muka.
"Kau ingin membunuhku!" teriak Jovan lalu ia mengerang kesakitan karena terlalu mengekspose gerakannya.
"Sabar tuan. Dokter ini hanya bertanya!" sahut kepala desa datar.
"Sakit!" rengek pria itu.
"Sekarang waktunya makan obat. Anda makan dulu ya," ujar Manya.
Satu mangkuk bubur tandas di perut pria itu. Kepala desa dari tadi memperhatikan betapa Manya begitu telaten mengurus pasiennya itu. Bahkan ada gerakan-gerakan yang menurut kepala desa tak boleh dilakukan oleh seorang gadis seperti dirinya.
"Saya sarankan agar kalian menikah!" keduanya menoleh pada kepala desa.
"Pak, dia pasien saya, ini hanya sebatas kerja," sahut Manya.
"Saya mau menikah dengannya!" sahut Jovan yang membuat gadis itu terkejut.
Sedang di tempat lain. Praja tampak berdiri dan sedang diintrogasi oleh Abraham Dinata, ayah dari atasannya..
"Katakan dengan jelas kejadiannya Praj!" tekan pria itu.
Sedang di sana Rendi dan Leticia menuduh asisten pribadi Jovan mencelakai atasannya sendiri. Karena dia adalah orang terakhir bersama Jovan.
"Saya memang terakhir bersama Tuan muda Dinata, tuan. Tapi, jika saya mencelakai atasan saya itu, tidak mungkin!" jawab Praja tegas dan tanpa takut.
"Jangan bohong kamu. Kamu memang dari dulu ingin menyingkirkan Jovan agar bisa memegang kendali penuh perusahaan kan!" tuduh Rendi sinis.
"Diam kamu Rendi! Aku tak menyuruhmu untuk bicara di sini!" teriak Abraham murka.
"Tapi om!"
"Keluar kau dari sini!" usir Abraham.
"Om ... aku adalah ...."
"Keluar kataku!" bentak Abraham lalu menatap tajam ponakannya itu.
Rendi mendengkus dan menatap nyalang pada Praja yang setia berdiri tanpa ada rasa gentar.
"Kau juga Leticia!" ujar pria paru baya itu.
"Papi ... aku yakin jika Praj memang membunuh kekasihku!"
"Leticia!" tekan Abraham lagi.
Gadis cantik dengan balutan seksi itu kesal bukan main. Ia menghentakkan kakinya dan berlalu dari sana. Sebelum gadis itu membuka pintu.
"Jangan datangi istriku. Biarkan dia tenang, jadi aku harap kau tau maksudku!" peringat Abraham.
"Tapi aku mau jenguk mami, mami pasti lagi sedih!" rengek gadis itu.
"Andre!" panggil pria itu.
Seorang pria tinggi dan tampan datang.
"Tuan!" sahutnya.
"Antar Nona muda Artha ke mobilnya!" titah pria itu.
"Papi!" rajuk Leticia tak terima.
"Seret dia jika menolak!" titah tegas dan tak dapat dibantah.
Andre langsung menyeret gadis itu ke luar dari mansion mewah empat tingkat itu. Hunian bernama "Dinata Palace" memang layak dikatakan istana.
Bangunan empat lantai dengan fasilitas ekslusif dengan keamanan ketat dan sistem sensor yang memperkuat keamanan. Dibentengi pagar beton setinggi enam meter dengan luar tanah mencapai dua kali lapangan bola, sedang rumahnya sendiri berkisar 2000m².
Lantai satu memiliki beberapa ruang dengan design interior mewah dan perlengkapan rumah dari luar negeri. Sofa-sofa dengan busa lembut dan dibalut beludru. Hiasan pot-pot cantik dari China dan sebagian pot koleksi dari dinasti Ming. ada empat lampu kristal menggantung di setiap ruangnya. Seperti ruang tamu, ruang tengah, ruang keluarga dan juga ruang makan.
Kini baik Abraham dan Praja ada di lantai tiga. Lantai itu diperuntukkan sebagian untuk rapat internal dan ruang kerja bagi Jovan dan Abraham. Sedang lantai atas adalah tempat olah raga seperti gym, lantai dua adalah beberapa kamar pribadi juga kamar tamu dengan balkon masing-masing yang menghadap halaman mansion yang penuh dengan bunga-bunga dan juga kolam renang.
Ruang dapur dan para maid ada di paviliun sendiri di bagian sisi kanan dan kiri mansion mewah itu.
"Praj!" panggil Abraham.
Pria itu memang tak percaya dengan tuduhan keponakan dan kekasih putranya itu. Praja sudah bekerja selama lima tahun bahkan pria itu sudah hidup dan tumbuh bersama Jovan sedari usia pria itu delapan tahun.
Praja Anugrah, pria berusia dua puluh lima tahun adalah anak angkat dari Aldebaran Roughe Dinata, ayah dari Abraham, bisa dibilang Praja adalah adik angkat pria paru baya itu.
Praja diambil anak oleh Aldebaran karena balas budi. Ayah dari pemuda itu mengorbankan nyawanya ketika salah satu lawan bisnis menembakkan peluru ke arah jantung Aldebaran. Daka Anugrah—ayah Praja menjadi tameng bagi tubuh tuannya. Praja sudah piatu dari ia lahir, ibunya meninggal dua jam setelah melahirkannya.
"Apa untungnya saya membunuh saudara saya sendiri Pi?" tanya Praja dengan suara bergetar.
"Bahkan semua surat kuasa dan ahli waris adalah nama Jovan. Apa untungnya saya membunuhnya?" tanyanya lagi.
"Memang terakhir kali bertemu, saya bertikai dengan Jovan perkara ...."
Praja menghentikan ucapannya. Abraham langsung kesal sekaligus penasaran.
"Apa ... kau bertikai dengannya karena apa!?" tanyanya gusar.
"Karena Nona Muda Artha ...," jawabnya lirih.
"Kau memang cemburu padanya kan?"
"Najis saya cemburu gara-gara Leticia Papi!" hardik Praja jijik.
"Jangan kurang ajar kamu!"
"Maaf pi. Tapi, saya tidak menyukai sama sekali Leticia!" sahutnya tegas.
"Lalu kenapa kau sampai bertikai dengan putraku?"
"Malam itu saya mendapat kabar jika tuan dalam keadaan mabuk berat di sebuah klub. Saya ditelepon manager klub jika Jovan tak mampu bangkit dari kursi dan memesan banyak bir," jelas Praja memulai cerita.
"Waktu itu saya langsung datang ke sana. Jovan meracau tentang Leticia yang berkhianat dan sumpah serapah lainnya ...."
Sedang di tempat lain. Jovan baru melafadzkan ijab kabul dan telah sah menjadi suami dari Manya Aidila.
"Saya lega jika meninggalkanmu berduaan dengan Nak Jovan sekarang," ujar kepala desa bernama Anton, lega.
Sedang Jovan yang masih lemah dan Manya yang duduk di sisi ranjang mengamit tangan pria itu dan mencium punggung tangannya.
"Dia istrimu nak. Kau boleh menciumnya," ujar Anton.
"Bibir saya masih sakit pak," ujar Jovan sedikit meringis.
Semua terkekeh mendengarnya, sedang Manya tampak merona malu.
bersambung.
next?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 221 Episodes
Comments
Truely Jm Manoppo
kayaknya Rendi sepupu Jovan selingkuh dgn Leticia ...🙄🙄🙄
2024-08-08
6
Oi Min
justru Rendi dan Patricia ini yg mencurigakan
2023-07-12
3
Ida Lailamajenun
kayaknya Rendi ma leticia nih biang kerok kecelakaan jovan.bau bau perselingkuhan antara Rendi ma leticia.klu bibir dah sembuh baru nyosor ya Jovan😂😂
2023-02-04
0