"Boss, bangun!" ucap Lily menggoyang tubuh besar Jonathan yang berbaring di sofa apartemennya.
"Jam berapa?" jawab Jonathan malas membuka matanya.
"Jam lima pagi. Aku akan ke gelanggang olah raga, untuk jogging. Kau mau ikut juga atau tidak?" tanya Lily meletakkan kedua tangan di pinggang.
"Aku ikut, tunggu sebentar." Dengan malas Jonathan bangun dari tidurnya.
"Jangan lupa subuh dulu," peringat Lily membuat Jonathan tersenyum lalu bangkit dan pergi ke kamar mandi di kamar wanita itu.
Sudah satu tahun ini Jonathan terbiasa singgah di sini kala pikirannya sedang bosan. Sedangkan Lily selalu menerimanya namun mereka punya batasan sendiri dalam berteman. Tidak ingin melanggar batasan itu.
Jonathan tidak cukup gila untuk mendekati Lily. Dia lebih takut kehilangan wanita itu hanya karena masalah hati. Lily baginya seperti Padang oase di tengah gurun pasir.
Lily datang ketika dia sedang membutuhkan seorang sahabat untuk menumbuhkan semangat hidupnya. Jonathan yang pernah menggunakan kursi roda diberi dorongan oleh kata-kata Lily untuk bangkit.
"Setidaknya jika kau mau melakukan serangkaian pengobatan itu, kau tidak akan terlihat menyedihkan. Kau akan bisa menatap dunia berdiri tegap dan wajah terangkat. Bukannya bersembunyi dibalik kekuatan orang tuamu."
"Jika seluruh duniamu hancur, itulah satu-satunya alasan yang terpatri dalam otakmu untuk enggan bangkit. Padahal hanya dirimu yang menjadi sumber masalah, kau yang membuat dirimu dalam lubang kesedihan. Maka kau yang harus keluar dari lubang neraka itu."
"Mereka yang kehilangan asa adalah mereka yang hidup dalam neraka."
Maka dari itu, dia sangat menghargai kehadiran Lily dalam hidupnya. Dia itu sekretaris dengan rasa seperti saudara, sahabat bahkan ibu baginya. Kecerewetan dan galaknya dia melebihi ibunya sendiri.
Jonathan tersenyum ketika melihat baju olah raga sudah ada di atas tempat tidur Lily. Lily memang sudah menyiapkan beberapa baju kalau pria itu akan menginap di apartemennya. Dia lalu memakainya setelah memenuhi kewajiban sebagai umat beragama.
"Ayo kita pergi," kata Jonathan.
"Minum dulu, kopinya," ucap Lily memberikan Jonathan secangkir kopi yang sudah hangat. Setelah itu, mereka menuju ke gelanggang olah raga dengan berlari pagi.
"Kau selalu lelet kalau berlari," seru Jonatan yang sudah berada jauh di depan Lily. Wanita itu membungkukkan tubuh sembari memegang pinggangnya. Nafasnya tersengal-sengal karena lelah.
Jonathan lalu berhenti untuk minum di saat itu Lily langsung berlari cepat meninggalkannya.
"Aku selalu yang bisa memenangkan pertandingan ini," ucapnya meninggalkan Jonathan. Pria itu langsung menyemburkan air melihat lawannya sudah berlari terlebih dahulu. Kali ini taruhannya adalah jam tangan. Jika Lily bisa menang maka Jonathan harus memberikannya jam tangan mewah jika wanita itu yang kalah maka separuh gajinya akan dipotong untuk membeli jam tangan Jonathan.
Lily akhirnya terlebih dahulu masuk ke dalam gerbang gelanggang olahraga. Dia lalu duduk di pinggir.
"Kau curang?"
"Yang penting menang," ucap Lily santai. "Ingat aku mau jam tangan yang berwarna putih apapun merk-nya."
"Baiklah, itu tidak masalah." Jonathan duduk di samping Lily. Mereka melihat ke sekeliling gelanggang itu.
"Bukankah itu Bella!" tunjuk Lily pada dua orang yang sedang berlari mengelilingi arena ini.
"Akh, aku malas bertemu dengannya," ucap Jonathan melihat ke arah lain.
"Kalau begitu aku saja yang akan mendekatinya." Lily berlari meninggalkan Jonathan sendiri. Dia menghampiri Bella yang sedang melakukan gerakan pemanasan.
"Hai, Bella," sapa Lily.
"Oh, hai. Kau juga di sini?" tanya Bella.
"Ya."
"Sendiri atau bersama teman?"
"Bersama Pak Boss," ucapnya sembari menunjuk ke arah Jonathan yang sedang duduk di pinggir taman.
"Kalau begitu, kita ke sana saja. Semakin ramai semakin menyenangkan."
Lily tersenyum, lalu berjalan beriringan bersama Bella. Bella sendiri memakai baju olah raga tanpa lengan dan celana pendek bermotif ramai. Rambutnya diikat kuda dengan rapi. Dia sudah berlarian namun tampilannya masih terlihat sempurna. Berbeda dengan Lily yang dikucir asal dan sebagian rambutnya basah oleh keringat dan tidak rapi. Dia juga hanya memakai celana training dan kaos pas badan saja.
"Hai Jo," sapa Bella tersenyum cerah. Namun, Jonathan membalas dengan malas.
"Dia sedang patah hati jadi tidak bersemangat pagi ini," bisik Lily, Bella lalu menganggukkan kepala.
"Aku mengerti."
"Kau sendiri ke sini atau bersama siapa?"
"Aku bersama... ," Bella lalu menunjuk ke arah pria tampan yang bersamanya semalam. Jika seperti itu berarti mereka telah tidur bersama sejak semalam. Pikir Jonathan. Bella sama dengan wanita lainnya.
"Albert sini," panggil Bella. Pria itu mendekat. Tampilannya yang modis dan bentuk otot tubuhnya yang bergelombang di mana-mana akan membuat wanita manapun mengeluarkan air liurnya.
Pria itu lalu mendekati Bella. "Aku mencarimu kemana-mana. Rupanya kau di sini."
"Aku sedang bersama dengan teman kerjaku di sini. Kenalkan Ini Jonathan, direktur utama di perusahan tempatku bekerja dan itu adalah Lily, sekretarisnya."
"Jo, Lily, kenalkan ini Alberth, sepupuku, adik dari Ibu. Kami memang sangat dekat hingga banyak wanitanya kabur karena mengira aku adalah kekasih nya."
Mata Jonathan yang tadi redup langsung berseri setelah mendengar penjelasan Lily. Dia lalu berdiri dengan seribu semangat yang baru saja tumbuh dan bangkit.
"Hai, kau Jonathan pemilik dari Hotel Sultan yang tersebar di seluruh wilayah ASEAN," ucapnya.
Beban berat di hati Jonathan terasa terangkat semuanya. Dia tersenyum ke arah Lily sembari mengerlingkan matanya. Lily membalasnya dengan senyuman kecut. Dirinya tetap tidak akan bisa dipandang oleh Jonathan.
"Bagaimana kalau kita mencari makan," ajak Albert.
"Akh... aku baru saja membuang kalori dan kau malah mengajakku makan," ucap Bella dengan suara manja.
"Kau jangan khawatir, makanan itu tidak akan membuat tubuhmu yang **** berubah. Bagiku kau akan selalu terlihat cantik dan sempurna." Jonathan mulai dengan mode merayu pada Bella.
"Manis sekali... aku menyukainya."
"Kau dengar, kau tidak akan menjadi gemuk dengan hanya memakan sepiring penuh nasi. Andai kau tahu betapa sering dia diet hanya untuk menjaga penampilannya agar terlihat sempurna," gerutu Alberth.
"Ish kau buka kartuku," Bella memukul lengan Alberth. Mereka lalu tertawa.
"Seorang pria yang baik akan selalu menerima keadaan kekasihnya dan tidak mencela. Kau hanya butuh pria seperti itu yang akan menerimamu apa adanya." Bella menatap lekat pada Jonathan.
"Aku juga butuh pria yang setia yang tidak obral janji pada semua wanita. Benar tidak, Lily."
"Eh, iya. Itu benar. Kita harus meyakinkan diri kita bahwa pria yang kita pilih hanya mencintai kita bukan wanita lain. Perceraian setelah menikah itu menyakitkan. Makanya harus mencari suami yang benar-benar mencintai kita apa adanya. Bagaimana pun kita nantinya."
"Kalau begitu aku orangnya. Jika aku sudah menentukan pilihan aku tidak akan pernah berpaling dari orang itu," jawab cepat Jonathan menatap balik Bella membuat wanita itu terkesima.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
Jonathan kaya bensin aja nyamber
2023-09-26
0
Anggi Susanti
kok q kasihan sama lily yg tiap hari selalu ada buat jo tpi gk pernah dipandang
2022-05-31
0
Nila Nila
Jonathan tebar pesona teruss...nnti kalau Alberth sepupu Bella naksir Lily dan pacaran sama Lily baru tau rasa kau Jon😁😂
2022-05-31
2