Bab 12. Merasa asing dalam rumah sendiri
.
.
.
...🌺🌺🌺...
Jodhistira
Pria dengan tinggi mencapai 184 sentimeter itu kini bertelanjang dada dengan duduk menghadap ke dinding kaca transparan lebar, yang menghadap ke hamparan perkotaan yang malam itu kelap-kelip bagai Lintang Kemukus.
Nama yang sama yang menjadi sebab musababnya ia menjadi galau.
Pria Single dan sebuah apartemen jelas bukan hal aneh. Apalagi bagi pria pebisnis macam Jodhistira. Ya... meski sikapnya masih sama bengalnya sewaktu dia menjadi remaja.
Uniknya, sebuah unit apartemen mewah itu ia miliki tanpa sepengetahuan keluarganya. Entahlah, pria itu kerap membawa para ladies pemuas berahi-nya, kesana . Akan sangat tidak aman jika hal itu di ketahui Mamanya. Yeah!
Pria muda dengan gelora yang menyala-nyala itu jelas tak mungkin tak menikmati dunia dan seisinya.
Pada waktu yang tak bertepi, ia kini menenggak minuman dengan kadar alkohol sedang seorang diri. Nuraninya terkoyak habis-habisan, ia kehilangan jejak Lintang.
" Dia sudah tidak bekerja disini!"
" Meskipun kau membunuhku, kau tidak akan mendapatkan apa-apa. Sebab aku memang tidak tahu Melati ada dimana!"
Ucapan Zaky kemarin telak memukul hatinya. Menciptakan jarak angannya yang semakin samar.
" Kemana kau pergi?" Gumamnya dengan sorot mata sendu.
Jodhi larut dalam keresahan yang membuatnya jatuh dalam palung kegetiran paling dalam dan menyiksa hidupnya.
Ia sudah berkali-kali meniduri para wanita demi kepuasan hasratnya. Tapi rasa yang tercipta saat bersama Lintang, terlebih ia yang mengetahui jika dialah pria pertama yang memasuki wanita itu, membuatnya semakin ingin memiliki Lintang seutuhnya.
Gelisah kian menghujam pikirannya. Kemana dia harus mencari?
Jodhi terlihat menyalakan ponselnya yang sedari kemaren ia matikan. Ia tahu, Papa dan Mamanya pasti akan mencari dirinya.
Jika sewaktu remaja ia haus akan perhatian, namun setelah menjadi dewasa justru ini menjadi hal yang menyebalkan.
" Kamu dimana Jo?" Papa Bastian merupakan orang pertama yang mengirimkan pesan kepadanya.
" Jangan bilang kamu minum-minum lagi Jo! Cepat kembali, Citra baru terkena musibah dan tadi di larikan ke rumah sakit. Paman macam apa kamu ini?"
Jodhi langsung membenarkan posisi duduknya saat netranya membaca pesan dari Mamanya saat itu juga. Terlihat serius demi mengetahui jika keponakannya itu tidak dalam kondisi yang baik-baik saja.
Ya, semua orang mencintai dan menyayangi Citra. Terlebih dirinya.
" Citra masuk rumah sakit?" Dengan cepat ia bangkit meski kepalanya sudah mulai nyut-nyutan.
Pria dengan hidung bangir itu terlihat menuju toilet dan membasuh wajahnya dengan gerakan cepat. Ia menatap pantulan wajahnya di cermin.
Masih terganggu dengan nama wanita yang tak mau sirna dari otak dan hatinya.
" Tidakkah kau mengenaliku setelah sekian lama Lin? Apa hanya wajah Raka yang selalu tak asing di hatimu?" Gumamnya lirih.
Hatinya benar-benar sesak demi mengetahui kenyataan jika Lintang sudah tidak bekerja di cafe Ozon.
.
.
Jatayu, Rafa dan Gita dan juga Kalyna memiliki usia yang hampir sama. Mereka kini menemani Citra bersama Bu Kartika di dalam kamar. Membuat beberapa manusia dewasa itu senang. Pasalnya hal itu bisa menghibur Citra.
" Manggil guru privat saja Ka, kok aku ngerasa ini kejadian bukan kali pertamanya deh!" Seru Rania saat mereka bertujuh duduk di sofa lebar dan panjang di rumah keluarga rumah Raka.
Tengah duduk sambil melakukan sidang kelas ringan.
" Sudah Ran, tadi mbak Dhira bilang kalau besok ada guru yang datang kemari!" Sahut Anggi.
Raka hanya diam, sama sekali tak menyahuti obrolan para orang tua itu. Ia masih sibuk menenggelamkan diri ke layar ponselnya. Membuka sebuah pesan dan menekuninya dengan wajah serius.
" Kalau aku enggak ngeyel, mana dia mau!" Sindir Dhira kepada putranya demi mengingat kejadian tadi pagi.
Namun Raka masih bergeming. Pria itu seperti sedang memutar sesuatu.
" Ma!" Abimanyu memperingati Dhira untuk tidak memulai hal yang sudah melandai. Pria itu sangat perhatian dengan kondisi emosional istrinya.
" Jadi gimana dengan anak yang mendorong Citra Ka? Apa perlu kamu datangi orang tuanya?" Kini Indra mengajukan pertanyaan kepada putranya. Merasa cucunya masih belum aman.
Membuat Bastian mengangguk. Itu pertanyaan bagus pikirnya.
Raka terlihat meletakkan ponselnya saat ia merasa para tetua itu tengah mengajaknya untuk bicara.
" No need!" Ucap Raka yang membuat kesemuanya heran.
" Barusan aku di kirimi CCTV sewaktu di kelas. Citra ngelempar pulpen ke temannya duluan!"
Membuat kesemuanya makin terperanjat.
" Meski karena awalnya Citra di bully!" Raka tersenyum kecut. Tak mengira jika putrinya berbeban mental demi menahan hati yang tak terima, atas kepergian Ibunya.
Kini ia menunduk lesu. Mental anaknya rupanya di tempa habis-habisan dan ia baru mengetahui.
Kini, para orang tua wanita itu saling memandang. Mereka sangat mengasihani anak-nya yang saat ini jelas dirundung kesusahan.
" Papa setuju kalau untuk sementara Citra di ajar secara privat dulu sampai dia ready!" Sahut Abimanyu di tengah-tengah kesunyian.
" Hemm, aku juga setuju. Atau jika tidak, Citra kamu pindahkan saja ke sekolah lain!" Imbuh Indra yang juga turut memikirkan nasib cucunya.
Membuat Raka menghembuskan nafasnya. Sesulit inikah menjadi orang tua?
" Kami semua ada untuk kamu Ka. Selain itu, pertimbangkan saran mamamu untuk membuka hati bagi orang lain. Kita semua punya masa lalu, pun dengan Om." Bastian kini menatap sendu wajah keponakannya yang berbeban berat.
Semua yang disana mengangguk setuju. Mereka semua juga pernah terlibat circle rekam jejak yang rumit dan menguji habis-habisan batas kesabaran.
Raka tertegun demi mendengar saran Oma-nya yang justru makin membuatnya mumet. Sungguh, ia saat ini sama sekali tak berminat untuk membahas wanita.
" Bagaimana keadaan Citra?"
Suara bass yang terdengar tergesa-gesa mendadak terdengar membuat ketujuh manusia yang saling duduk santai berhadapan itu melempar pandangan mereka ke arah depan. Menampilkan sosok jangkung yang datang dengan wajah cemas.
" Jodhi?"
.
.
Galuh
Ia mematut dirinya ke sebuah cermin di kamarnya. Blouse putih dengan celana katun abu-abu terlihat membungkus tubuhnya. Ia memoleskan lipstik tipis warna peach yang membuat tampilannya makin segar.
Galuh cantik.
Parfum beraroma vanilla ia semprotkan tipis ke belakang telinganya, leher juga dua pergelangan tangannya. Membuatnya makin percaya diri.
CEKLEK
Ia melirik Adipati yang hanya mengenakan handuk sebatas pinggang lalu mengalihkan pandangannya. Tubuh itu sebenarnya miliknya, sah dan tiada terbantahkan. Tapi entah mengapa, ia merasa hati pria itu bukan untuknya.
Galuh merasa asing dirumahnya sendiri.
" Pagi sekali?" tanya Mas Adi sembari meraih pakaian dalam lalu memakainya.
"Hemm, ke sekolah dulu baru ke...!"
" Aku nanti keluar kota bersama Bimo. Mungkin pulang malam!"
Ucapnya menguap tergantikan dengan penjelasan dari suaminya. Tangannya menggenggam erat sebuah botol parfum yang barusaja ia gunakan.
Selalu saja begini.
Hatinya nyeri dan sesak. Pernikahan macam apa ini? Apa yang di mau pria itu?
.
.
Adipati
Ia tak menampik jika Galuh merupakan wanita baik dan cantik. But, keduanya itu bukanlah indikator atau tolok ukur dirinya bisa mencintai istrinya sepenuh hati.
Ada hati yang tak bisa di paksakan meski sepenuh hati ia bersikeras. Entahlah, ia juga berusaha untuk tidak mau menyakiti siapapun. Meski itu mustahil. My bad!
Sebisa mungkin memberikan nafkah lahir maupun batin. Meski tak jarang, jika saat mencumbu istrinya, ia justru terbayang oleh wajah orang lain.
Ya, dia memang brengsek!
Pernikahan itu kudus dan suci.Tapi bagaimana jika pria seperti dirinya justru tak sanggup memaknai?
Ia tak pernah kasar kepada Galuh, hanya saja ia tak bisa memaksakan dirinya kepada wanita yang dijodohkan oleh orang tuanya itu kepadanya. Adipati masih memiliki nama lain di hatinya hingga saat ini. Entahlah, disebut apa pria semacam ini?
" Kamu aku antar atau..?" Ucapnya sengaja menggantungkan kalimatnya saat ia tengah tekun mengoleskan Nutela pada roti tawarnya.
Galuh tak menyahut. Bukankah setiap hari ia berangkat sendiri bersama taksi?
" Resti jemput nanti. Dia mau ke arah yang sama dengan sekolahku. Mas Adi berangkat saja dulu!"
Ucapnya sambil menyuapkan nasi goreng buatannya sendiri. Sebagai warga +62 tentu ia memiliki ciri khas perut sendiri. Yang merasa tak kenyang jika tak makan nasi.
Terasa hambar sebab hatinya sesak.
" Hmm..!" Sahut Adipati yang terdengar seperti sebuah gumaman lantaran mulutnya masih terjejal roti empuk lezat itu.
Hah, entah akan sampai kapan, berapa lama ia dan istrinya akan sama-sama menyiksa diri seperti ini.
"Aku pergi dulu!" Adipati mencium puncak kepala Galuh lalu mengusapnya sekilas dan sejurus kemudian melangkah pergi.
Ciuman itu bukan satu pembuktian cinta. Namun karena sebuah kebiasaan.
.
.
Galuh
Dengan dada nyeri ia menyusut dua matanya yang tak mau berhenti memproduksi cairan bening. Di tambah hati dan jiwanya yang makin merasa sesak.
Harusnya ia berangkat dengan semangat. Namun, lagi-lagi hal seperti ini yang ia dapatkan.
" Loh mbak, kok tumben dereng tindak ( belum berangkat)?" Yu Sul pagi itu sudah datang. Pembantu paruh waktunya itu rupanya datang agak terlambat pagi ini. Ia memaklumi, mungkin anaknya yang bungsu masih terkena demam.
" Belum nunggu jemputan!" Ucapnya tersenyum.
" Yudi gimana Yu? Udah sehat? Lanjutnya sambil mendorong piring berisikan nasi goreng yang masih separuh. Selera makannya menguap entah kemana lagi itu.
" Sudah mbak, gara-gara makan rambutan kemaren itu langsung panas badannya. Bocah kalau di kasih tahu enggak mau dengar!" Wajah Yu Sul muram.
Ia tersenyum. Wanita berusia 40 tahun itu baru di karuniai anak setelah pernikahannya menginjak usia 15 tahun. Membuatnya sedikit tersenyum kecut akan dirinya. Ia juga belum diberikan anak. Bagiamana mau diberi? Sedangkan mereka sangat jarang bercumbu.
Apalagi ia menyadari, tingkat kesuburan manusia terutama di usia produktif jelas berbeda. Hah!
TIN
TIN
Suara klakson mobil mengalihkan atensinya. Itu pasti Resti. Sahabatnya.
" Yu aku berangkat dulu. Tadi bajunya udah aku masukin ke mesin tinggal sampean giling saja Yu. Gak usah masak juga, Mas Adi kayaknya nanti pulang malam!"
Ia menyambar tas yang sudah berada di dekatnya dan berjalan keluar. Menemui sahabatnya yang pagi ini jelas akan menampung segala curahan hatinya.
" Kusut teroos itu muka pagi-pagi!" Cibir Rasti yang kini menekan tombol indikator untuk membuka kaca mobilnya, saat dirinya telah berada di jarak yang dekat.
" Asli butuh quality time bareng elu deh aku Res!" Tukasnya sembari membuka pintu mobil. Benar-benar nyaman jika sudah bertemu bestie.
" Elu enggak kerja dulu pagi ini?" Resti melepas kacamatanya lalu menatap Galuh penuh selidik saat wanita itu kini sibuk memasang sabuk pengamannya.
Galuh menggelengkan kepalanya " Ngajar privat atas tugas Bu Kepsek. Tapi aku mau ngobrol sama kamu dulu, agak siangan aja ke rumahnya. Masih jam tujuh kan sekarang?"
Resti tersenyum sambil memikirkan tempat yang cocok untuk mereka jadikan tempat bergunjing.
Ya...meski perempuan jomblo itu tidak tau, apa yang akan Galuh gunjingkan bersamanya nanti.
.
.
.
.
.
To be continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
fiendry🇵🇸
ceritanya bagus...
2022-10-22
0
Farul Ayang
typo, Thor.
Om nya...
bukan Oma. 😁😁😁😁
2022-08-22
0
Kinan Rosa
semoga Adipati tak berselingkuh dengan bestie nya Galuh
2022-08-15
0