Bab 19. Hati yang terluka
.
.
.
...🌺🌺🌺...
Citra
Pertahanannya seketika runtuh kala melihat Ayah yang baru pulang dengan seorang wanita yang terlihat membawa paper bag.
Ayah baru pergi belanja? Tanpa aku?
Ia marah kepada Ayah. Ayah selalu tidak bisa seperti Ibu, Oma, Mbak Nining bahkan tidak seperti Bu Galuh.
Ayah selalu menjadi Ayah yang selalu sibuk dengan dunianya.
Bukan tanpa alasan, Citra memang benar-benar haus perhatian Raka. Sepeninggal ibunya, ia memang menjadi serakah dan ingin memonopoli kasih sayang Ayah. Tapi apakah itu salah?
Ia berharap, sedikit waktu yang Raka miliki dari kesibukannya bekerja itu, bisa Raka luangkan khusus untuk dirinya. Tapi kenyataannya? Ayah merupakan orang sibuk dan Oma bilang laki-laki memang akan sibuk.
Ia menangis dengan posisi tengkurap. Melebur emosinya dengan menangis. Entah mengapa ia tak mau menjawab apapun saat dia marah.
" Anak Ayah kenapa, hm?" Ia hanya diam saat merasakan tangan besar itu mengusap punggungnya yang mungil.
" Maafin Ayah ya? Tadi Ayah jenguk temen ayah dulu!"
Ia tak mau menjawab dan berjanji tak akan bicara. Citra kesal sekaligus kecewa. Kenapa Ayahnya tidak mau mengerti.
Merasa di abaikan, Raka diam seraya terus mengusap punggung anaknya. Ia menarik napas panjang guna menetralisir rasa pengap di dada demi melihat reaksi Citra yang merajuk.
Jelas ini suatu beban untuknya.
" Citra...!" Panggil Ayah lagi namun ia sama sekali tak mau menjawab.
Raka menghembuskan nafasnya pasrah. Anak itu persis ibunya. Jika sudah marah, lebih banyak diam dan tak mau berbicara.
.
.
Raka
Pintu itu terlihat mengayun setelan beberapa saat lamanya Raka berada di dalam. Menampilkan sosok Mama dan Kalyna yang rupanya berdiri diluar. Entah sejak kapan?
"Gimana Citra?" Tanya Mama cemas.
" Dia ketiduran. Kecapekan nangis!" Sahutnya dengan wajah lesu.
" Persis ibunya dulu. Kalau lagi marah sama kamu, nangis terus sampai hatinya lega terus ketiduran!"
Membuat kesemuanya terdiam.
" Lagian kamu ini, pergi enggak tanggung-tanggung kamu!"
" Itu anak di pikir Ka. Mau mama seharian disini, Nining juga, tapi tetep kamu yang berperan penting disana. Anak itu lagi butuh-butuhnya sosok orang tua!"
Mama mencecarnya dengan omelan. Dan ia terima akan hal itu. That's my bad!
" Dewi mana ma?" Tanya Raka sejurus kemudian penuh kecemasan. Mengabaikan ocehan mama yang memang benar adanya.
" Pulang. Tadi dia bilang suruh nyampaikan ke kamu kalau...!" Sahut Mama terdengar kurang suka.
" Aduh Raka enggak enak sama Dewi ma, CK!"
Raka mendecak frustasi. Ia takut jika Dewi tersinggung dengan kelakuan perilaku Citra yang secara kasar menolak mainan yang wanita itu belikan. Dan itu sukses membuat mama makin kesal.
" Ka! Anak kamu itu lebih penting. Kenapa kamu justru khawatir akan orang lain. Dewi aja ngerti kalau Citra itu marah sama kamu. Ini kamu malah ngawatirin yang enggak-enggak!"
" Anak kamu itu marah karena merasa waktu Ayahnya selalu habis untuk orang lain!" Tutur Mama terdengar marah.
Oh astaga!
" Mama bener mas. Mas Raka ini harus sadar kalau peran mas itu peran ganda. Mas inget itu!" Tutur Kalyna turut geram dengan kakaknya.
Raka tertegun dengan ucapan adiknya yang terdengar memukul telak kesadarannya itu. Dari mana bocah SMA itu mendapat kata-kata menohok seperti itu.
" Mama senang kamu mau dekat dengan orang lain. Tapi tetap libatkan Citra dalam apapun. Sebab tujuan kamu tak lain ialah Citra. Jangan pernah lupakan hal itu Ka!"
.
.
Dibawah temaram lampu balkon kamarnya, Raka menghisap rokok dalam-dalam. Ia tak bisa memejamkan matanya barang sejenak pun. Otaknya benar-benar penuh dengan berbagai hal yang membuat dirinya terjaga.
"Ayah jahat!"
Tentang Citra yang marah dan harus ia akui jika itu salahnya. Perasaan tak enak hati kepada Dewi atas sikap Citra yang tidak sopan, dan masih banyak lagi serentetan hak yang membuatnya pusing. Termasuk perkataan mama yang mengatakan jika ia harus melibatkan Citra untuk urusan apapun.
"Mama senang kamu mau dekat dengan orang lain. Tapi tetap libatkan Citra dalam apapun. Sebab tujuan kamu tak lain ialah Citra. Jangan pernah lupakan hal itu Ka!"
Dan itu benar adanya.
Ia sebenarnya mulai tertarik dengan Dewi, wanita itu menurutnya merupakan sosok yang hangat dan idealis. Terlebih, pemikirannya selalu membuat Raka takjub. Mungkin Citra masih perlu waktu sedikit lagi agar mau mengenal Dewi, begitu pikirnya.
Namun, di saat ia masih gencar memetakan segala pikiranya yang semrawut, sekelebat wajah seseorang melintas tanpa izin ke otaknya. Wajah lelap Galuh tadi siang lagi-lagi datang dan membuatnya tersentak.
"Sialan! Kenapa wajah wanita itu tidak mau hilang dari ingatanku sih!"
Raka seketika menggelengkan kepalanya agar bayangan wajah itu rontok dan gugur dari otaknya. Sungguh, Raka sama sekali tak mengerti dengan dirinya sendiri.
Kenapa wajah itu menyelinap masuk ke otaknya? Sial!
.
.
Galuh
Malam ini terasa dingin sekali. Ia melirik jam dan ternyata sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Kemana mas Adi pikirnya. Kenapa tempat tidur sebelahnya masih kosong.
Namun sejurus kemudian, pintu kamarnya terlihat mengayun, dengan gerakan cepat ia pura-pura memejamkan matanya.
Dari gerakan yang ia dengar, mas Adi terlihat mengganti bajunya dengan setelan pakaian tidur. Sejurus kemudian pria itu mematikan lampu di kamarnya.
Tubuhnya turut bergoyang saat mas Adi membaringkan tubuhnya tepat di sampingnya. Ia bisa merasakan jika mas Adi juga menarik selimut yang sama dengan yang ia gunakan.
Posisi Galuh yang memunggungi Adipati membuat pria itu tak mengetahui bila ia saat ini tengah menitikan air matanya.
Galuh menangis dalam diam.
Dari lampu yang berpijar redup itu, bisa ia simpulkan jika suaminya itu tengah menyalakan ponselnya. Siapa juga yang ia hubungi malam-malam begini? Dan apa yang barusaja pria itu lakukan diluar?
" Apa yang sebenarnya kamu inginkan dari pernikahan ini mas?"
Galuh menahan sesak di hatinya. Air mata itu mengalir dan merembes hingga ke bantalnya, bahkan tanpa suaminya ketahui.
Malam hangat yang ia dambakan, nyatanya hanya omong kosong belaka.
.
.
Pagi hari ia melihat ponsel Mas Adi yang tergeletak di atas kasur mereka. Suara gemericik air menandakan jika suaminya itu belum selesai dengan ritual mandinya.
Terselip rasa penasaran dan ingin tahu histori di ponsel suaminya. Tapi...untuk apa dia curiga? Toh selama ini mas Adi sikapnya memang begitu kan? Bahkan sejak awal mereka menikah.
Ia bahkan ingat, malam pertama mereka bahkan tidak terlalui seperti pengantin pada umumnya. Pria itu bahkan pertama kali menggaulinya saat mabuk di hari ketiga mereka menikah. Entah dari mana, mas Adi pulang-pulang sudah dalam keadaan sempoyongan.
Ia ingat betul saat itu, bahkan ia sempat tak percaya jika suaminya itu mencabut penyatuan mereka sesaat sebelum kelelakianya hendak memuntahkan isinya.
Detik itu juga, ia tahu jika Adipati benar-benar masih belum mau menerimanya. Dan dari sanalah pula, semua itu menjadi cikal bakal dirinya yang mengkonsumsi pil KB.
" Kamu enggak ke sekolah?" Ia tersentak dari lamunannya saat melihat mas Adi yang sudah berada di ambang pintu kamar mandinya.
" Hari ini terakhir mengajar privat. Jadi aku masih akan berangkat siang!" Sahutnya.
" Privat? Dimana? Sejak kapan?" Mas Adi nampak ingin tahu, tak seperti biasanya.
Galuh menatap punggung lebar suaminya yang kini hendak meraih ****** *****. Tentu saja dia tidak tahu apapun. Bahkan pria itu tidak tahu soal pekerjaannya hingga detik ini kan?
" Sudah seminggu ini!" Sahutnya yang kini membantu Adipati memakaikan kemejanya. Ia tak berani menatap Adipati dan hanya tekun melakukan tugasnya. Ia hanya mau menjalankan tugasnya dengan baik.
" Ibu besok datang...jadi...!"
Ia masih tekun mengancingkan satu persatu kancing kemeja suaminya. Menarik napasnya dalam dan bersiap untuk mendengar kalimat berikutnya.
" Aku harap kita tidak ribut lagi saat ada papa dan mama!"
Galuh menelan ludahnya. Apakah sedikitpun kau tidak memikirkan perasaanku mas?
" Tenang aja, bukankah ini bukan pertama kalinya aku harus berlakon?" Ucapnya masih tekun dengan pekerjaannya. Ia sama sekali tak menatap Adipati, namun kini sibuk beralih membuat simpul dasi untuk suaminya.
Ia bisa melihat jakun mas Adi yang naik turun, jelas menandakan jika pria itu pasti terpojokkan dengan ucapannya.
" Jangan pikirkan diriku. Tetapi pikirkan dirimu sendiri....!" Ia menarik simpul dasi itu dengan tajam, membuat tubuh Adipati turut berguncang.
Sejurus kemudian ia menatap tajam mata suaminya, " Sebab di mata orang tua, kita ini masih anak-anak untuk mereka. Sekecil apapun kebohongan yang kita lakukan, mereka bisa mengendus hal itu dari kejauhan!"
Galuh seketika melesat pergi usai mengatakan hal itu. Meninggalkan Adipati yang diam mematung karena jelas tengah terpukul oleh ucapannya.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
dementor
🐜🐜🐜🐜🐜🐜🐜🐜🦍🦍🦍🦍🦍
2023-05-20
0
ᰔᩚ 𝙼𝚊𝚖 𝚄𝚖𝚎𝚢𝚜 ♡ᰔᩚ
semoga aja cpt ketahuan klo adipati nikah lgi,,
2022-06-18
1
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
kalo sampe ketauan si adi ini selingkuh, emak bapaknya bakala nyoret dia dari daftar ahli waris gak ya hahahahah
2022-06-03
3