Bab 16. Menghujamku dengan luka
.
.
.
...🌺🌺🌺...
Galuh
Ia sebenarnya sedih sewaktu di mendengar ucapan Raka yang di sertai tatapan tak mengenakan tadi. Tatapan tak ramah yang berkolaborasi dengan wajah keruh. Sungguh perpaduan yang sempurna untuk menunjukkan ketidaksukaan.
" Tugas anda hanya mengajar kan? Tidak perlu ikut campur terlalu jauh untuk keseharian Citra. Dan juga tadi, saya tidak suka anda menyela teman saya!"
Entah mengapa tiba-tiba dadanya sesak dan sedih, detik itu juga sebulir air mata meluncur dari mata indah Galuh.
" Orang tua macam apa dia? Enggak tahu apa kalau anaknya punya masalah kayak gitu? Mentang-mentang kaya? Terus semua-muanya bisa ia press dengan uang begitu?"
Supir taksi itu sampai lekat memperhatikan rear vission mirror demi melihat Galuh yang bermonolog dengan suara kerasa dan nada geram di jok belakang.
Anda baik-baik saja Buk?
Menyadari tatapan bingung dari sang supir taksi, Galuh seketika menelan ludahnya sembari mengusap air matanya dengan wajah keki.
Astaga.
.
.
Raka
Ia membuka pintu kamar anaknya sesaat setelah memberikan peringatan kepada Galuh. Dari awal Raka memang kurang sreg jika wanita itu yang mengajar ke rumahnya. Tapi pesan dari Bu Bening terlebih titah Mama jelas tak bisa ia sangkal lagi.
" Bu Galuh wanita berkompeten Pak. Mohon bersabar, karena kami ingin menunjukkan bukti keseriusan kami membayar kesalahan kepada anda dan Citra!"
Ia mengusap lembut rambut lurus Citra. Anaknya itu telah terlelap. Ditatapnya wajah teduh nan lugu itu. Sekilas wajah anaknya menyiratkan wajah Visya mendiang istrinya.
Mendadak ia teringat Dewi yang sekilas menarik hatinya. Ucapan dan sikapnya yang elegan mendadak menelusup ke dalam hati Raka. Dewi cantik juga baik, kalau mamanya terus mendesak dirinya untuk menikah lagi, mungkin dia kini tak memiliki kesulitan akan hal itu.
.
.
Dewi
Di lorong dengan pencahayaan yang sengaja dibuat minim dan terlihat dingin, ia berjalan dengan langkah tegas dan pasti. Suara sepatu high heels yang beradu dengan lantai licin mengkilat itu membuat para pembantu menundukkan kepalanya.
" Bagaimana?" Tanya Dewi kepada orang-orangnya.
Orang itu membungkukkan badannya penuh hormat " Hari ini tidak mau minum obat nyonya, seharian ini mencari anda terus!"
Dewi mengeraskan rahangnya sembari menata hatinya dan dadanya yang selalu terasa sesak jika datang kemari.
" Buka!" Titah Dewi meminta abadinya untuk membuka pintu dengan gawang tinggi menjulang itu.
Ia kini memakai kacamata hitamnya kembali dan berjalan pasti menuju sebuah pembaringan mewah. Ia menatap wajah lelap dengan pakaian yang telah tergantikan. Dewi melepas kacamatanya dan menautkannya ke depan dadanya.
Dewi tak berucap apapun. Dia tak ingin membangunkan orang itu. Tangan putih mulus Dewi kini terlihat mengusap wajah yang kurus dan tak tersentuh apapun itu.
Membuat sang empunya tubuh kini membuka matanya. Membuat Dewi terperanjat.
Oh tidak.
Wanita itu langsung menggelengkan kepalanya dengan mata mendelik dan wajah histeris saat menyadari kehadiran Dewi disana. Wanita itu menggeleng seolah mengatakan' jangan lakukan 'dan kini menitikan air matanya tanpa suara.
"Kenapa ini?" Dewi panik saat wanita itu menarik-narik lengannya dan terlihat terus histeris meski mulutnya masih bisu.
" Cepat beri dia suntikan lagi!" Dewi mentitahkan seseorang untuk membuat wanita itu tenang. Kepala Dewi seketika menjadi nyut-nyutan demi melihat apa yang terjadi baru saja.
Ia memperhatikan dengan lekat kala jarum suntik berisikan obat penenang itu menusuk kulit pucat wanita di depannya itu. Batinnya semakin tersiksa, dan hatinya bagai teriris sembilu.
Dewi menangis saat itu juga.
.
.
Kediaman Adipati
" Sarapan dulu mas!" Ucap Galuh saat suaminya itu telah siap dengan pakaian kantornya. Aroma wangi dan maskulin menguar di segala penjuru ruangan itu.
Pria itu tak menjawab namun sejurus kemudian terlihat menarik kursi di depan istrinya.
" Kamu masih bertahan mengajar?" Ucap Adipati sembari meraih roti di depannya. Pria itu sepertinya lebih suka sarapan roti ketimbang nasi seperti istrinya.
Galuh mengerutkan keningnya. Memangnya kenapa?
" Kenapa mas?" Tanya Galuh yang kini menjeda kegiatan sarapannya dan lebih tertarik menginterogasi suaminya.
" Ya...kenapa kamu gak pingin dirumah aja, ngurus aku ngurus rumah tangga!" Tukas Adipati yang tanpa dosa.
Galuh benar-benar dibuat tak percaya akan apa yang dia dengar. Mengapa setelah sekian lama baru sekarang seperti ini. Kemarin-kemarin kemana saja?
" Mas enggak lagi kenapa-kenapa kan?" Tanya Galuh yang masih tak percaya.
" Aku? .....Kenapa-kenapa?" Adi menunjuk ke arah dirinya sendiri. Alisnya juga berkerut demi melihat istrinya.
" Luh, kamu itu kerja juga ngejar apa. Gaji juga segitu-gitu aja kan?" Adi tersenyum menarik sebelah bibirnya. Merendahkan pekerjaan istrinya yang menurutnya hanya buang-buang waktu itu.
" Kalau mas bisa buat aku hamil, enggak mungkin aku ngoyo kerja seperti ini mas. Kamu enggak tahu kan gimana rasanya aku ngadepin pertanyaan orang-orang yang nanya ke aku kapan aku hamil?"
Entah mengapa Galuh merasa tersentil dengan ucapan Adipati yang menurutnya sangat egois itu. Ia terpaksa mengucapkan hal yang selama ini mati-matian ia tahan.
" Kamu tiap malam lembur, Ok fine! Belum lagi sikap kamu ke aku yang kayak orang lain mas. Kita ini cuma seperti orang lain yang tinggal seatap!"
Galuh benar-benar dilanda emosi. Membuat Adipati turut tersulut emosi lantaran Galuh yang berani angkat suara.
SREK!!
Suara kursi yang terdorong kasar itu menjadi bukti konkret jika Adipati benar-benar terpantik emosi.
" Jadi kamu ngeraguin aku hah?" Adi terlihat melotot ke arah Galuh. Sebagai pria, ia tentu saja merasa harga dirinya terinjak kala mendapatkan pernyataan penuh keraguan dari wanita itu.
" Sini kamu!" Adi menarik tangan istrinya dengan kasar. Menarik wanita itu menuju kamar mereka.
Adipati marah besar.
" Lepas mas! Aku enggak mau kayak gini!" Galuh meronta. Ia tentu tak mau di perlakukan seperti itu.
Galuh sudah menangis saat itu. Ia hanya mengeluarkan kesesakan dalam hatinya. Salahkah?
Adi mendorong tubuh istrinya keatas ranjang pegas itu. Sejurus kemudian ia menindih tubuh istrinya dengan luapan emosi yang luar biasa.
Galuh menangis demi perlakuan kasar suaminya yang benar-benar menyakiti hati dan jiwanya. Pakaian yang ia kenakan tadi telah tercampakkan ke sembarang arah.
Adipati menghujam dirinya dengan gerakan kasar dan membuatnya sama sekali tak menikmati.
Lelehan air mata itu seolah tak dipedulikan oleh suaminya saat tubuh kekar itu kini melakukan gerakan menghujam dengan makin cepatnya.
Sebenarnya bukan ini maksud dari Galuh. Ia hanya ingin suaminya mencintai dirinya. Ia sengaja meminum pil kontrasepsi lantaran ia tahu jika Adipati belum mencintai dirinya sepenuh hati. Semua karena perjodohan. Ia hanya berusaha membentengi dirinya sendiri. Kalau-kalau Adipati sewaktu-waktu meninggalkannya, setidaknya ia tak perlu melibatkan anak yang jelas akan turut merasa nestapa karenanya.
" Ahh!!!"
Dengan napas ngos-ngosan Adipati meledakkan benihnya di menit yang telah berjalan lama. Galuh seketika beringsut dan menangis menuju kamar mandi. Sungguh, bukan ini yang ia harapkan.
Ia tahu ini semua ini hanya akan berkahir dengan kesia-siaan.
Perkataannya yang mengatakan soal kemampuan Adipati yang belum bisa menghamilinya tadi, tak lain merupakan konotasi dari kemampuan Adipati untuk bersikap layaknya suami normal yang menginginkan dirinya, sebagai arti istri yang sebenar-benarnya. Perlakuan yang membuat dirinya mau dan bisa hamil karena rasa cinta. Bukan karena sebuah keterpaksaan.
Sebelum semua hanya akan mendatangkan penyesalan yang tiada bertepi.
.
.
.
.
.
To be continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
fiendry🇵🇸
bagus bagus bagus
2022-10-23
1
Dewi Damayanti
keren bgt isi novelnya..alurnya gk mudah ke tebak...rumit tp bkin nagih..mksh mommy eng yg sdh mempersembahkan crita2 yg best seller😍😍😍😍😍
2022-09-29
0
Inong cia
kayanya si Dewi anaknya si Gwen ya????
2022-08-31
0