Zain menatap Nadine dengan intens, tangannya sibuk membuka sabuk pengaman yang menyilang di dadanya. Membuat Nadine yang takut beringsut mundur di sudut pintu menatap Zain penuh kewaspadaan.
"Kak Zain mau ngapain?... Jangan macam-macam ya, kak." Ujar Nadine dengan suara bergetar. Entah kenapa Zain sangat menikmati raut wajah Nadine yang ketakutan.
Zain malah menyeringai semakin mendekati Nadine.
Nadine merogoh tasnya dan menodongkan pulpen ke arah Zain. "Berani cium, Pulpen bertindak." Sumpah demi apapun hati Zain tergelitik ingin tertawa, tapi Zain belum puas.
"Kak..." Pekik Nadine saat Zain merampas pulpen yang menodong ke arahnya. Nadine menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Satu menit kemudian Nadine membuka tangannya, ketika Zain melemparinya dengan pulpen miliknya. Nadine membuka mata, dia tersipu malu melihat Zain yang menyilangkan tangannya di dada.
"Jangan pernah berharap aku akan mencium mu. Kamu bukan lah seleraku."
"Iiih kak Zain, nyebelin siapa juga yang ngarep di cium..." Nadine memukul lengan Zain dengan tasnya. Nadine yang merasa malu membuang muka melihat ke arah kaca jendela mobil. Zain mulai menyalakan mobilnya dan kembali melaju membelah padatnya jalan raya.
"Melihat reaksi mu, aku sedikit khawatir." Ujar Zain.
Nadine menatap Zain, dia mengernyitkan alisnya, tidak mengerti maksud pembicaraan Zain.
"Jika kamu sepenakut ini, bisa saja mereka kembali membullymu." Ujar Zain dengan wajah yang kembali serius.
"Huuuuufffhhh." Nadine menghela nafas kesal dan kembali menghadap jendela. Sepanjang perjalanan keduanya bungkam, hanya terdengar suara deru mesin. Zain terus melajukan mobilnya membelah padatnya jalanan dengan pengendara lain hingga akhirnya sampai di depan gerbang kampus Nadine.
"Kak, buka pintunya." Ujar Nadine saat menarik handle pintu yang tak bisa terbuka.
"Nadine jadi orang itu jangan terlalu meninggi, biar kalau jatuh nggak terlalu sakit. Jadi orang itu jangan terlalu merendah, biar tidak selalu di injak injak. Jadilah orang yang sedang sedang saja, terkadang harus melihat ke atas dan katakan mereka bisa kenapa aku tidak!... Terkadang juga lihatlah ke bawah, agar kamu bersyukur karena masih banyak orang yang tidak seberuntung dirimu."
"Maksud kakak apa sih?..."
"Balas perbuatan mereka agar mereka tidak selalu menindas mu."
"Terkadang hidup itu mudah, tapi pikiran dan hati kita yang sempit."
"Maksudnya?..."
"Pikir aja sendiri." Jawab Nadine ketus.
"Ck." Zain berdecak kesal kemudian menekan tombol pembuka kunci pintu mobil. Nadine segera keluar memasuki kampus menuju pos security. Sedangkan Zain langsung melajukan mobilnya.
"Pak, permisi." Ujar Nadine sopan pada security yang semalam telah menolongnya.
"Iya, eh kamu kan yang semalam terkurung di toilet itu." Ucap Security terkejut.
"Iya pak. Saya perlu bantuan dari bapak?... Saya ingin lihat siapa yang mengurung saya di dalam toilet. Apakah gedung kosong itu ada CCTV nya pak?..."
"Maaf ya, tapi di gedung kosong itu tidak ada CCTV nya karena lama sudah tidak di pakai."
"Oh, begitu ya Pak... Terimakasih pak, kalau begitu saya permisi dulu."
"Iya, maaf ya tidak bisa membantu."
"Iya pak, tidak apa-apa."
Nadine berjalan gontai memasuki kampus menuju ke toilet. Dia masih tidak ikhlas membiarkan orang yang telah mengurungnya bebas tanpa hukuman. "Allah maha adil, biarlah Allah yang membalas perbuatan mereka." Guman Nadine dalam hati.
"Hy... Kamu Nadine kan?...." Nadine menoleh melihat pemuda asing sedang berdiri di sampingnya.
"Iya..." Jawab Nadine pandangannya kembali lurus sambil menyelempangkan tasnya yang mulai merosot.
"Kenalin aku Habibi." Ia menjulurkan tangannya tapi Nadine tak mau menjabatnya.
"Udah tau namaku kan, jadi nggak perlu kenalan lagi." Ujar Nadine, Habibi menarik kembali tangannya dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal karena malu.
"Aku deket sama kamu gini ada yang marah nggak?..."
"Ada..."
"Pacarmu?..."
"Bukan."
"Terus siapa dong?..."
"Tuhanku."
Habibi kembali menggaruk kepalanya yang tidak gatal menghadapi Nadine yang cuek.
"Berarti kamu jomblo dong..." Habibi bertanya, Nadine mengangguk.
"Emangnya kamu nggak kesepian jomblo?..."
"Lebih baik sendiri daripada berdua tapi dalam kemaksiatan."
"Berarti kamu nggak pernah pacaran?..."
"Nggak pernah."
"Alim dong."
"Mana ada orang alim nggak nutup aurat kayak aku gini."
"Kamu gadis yang menarik, kalau kamu mau menutup aurat pasti lebih menarik."
"Hemmm, semoga aku cepat dapat hidayah soalnya dosaku udah bertumpuk tumpuk." Itulah manusia walaupun tahu bahwa pilihan setiap langkahnya salah namun tetap saja berpijak.
"Heh Habibi, di cariin sama Ainun tuh." Tiba tiba tangan Habibi di tarik oleh Dion, hingga langkahnya terhenti. Sedangkan Nadine menoleh kemudian kembali melangkah meninggalkan Habibi dan Dion.
"Ainun siapa?..." Habibi bertanya tak mengerti.
"Habibi kan jodohnya Ainun. Kalau Nadine jodohnya Dion."
"Ah kampret lo, gue pikir Ainun siapa!... Tiwas GR."
"Hahahah...Udah pergi Sono lo, Nadine gebetan gue." Ujar Dion sambil tertawa kemudian mengejar kepergian Nadine."Nadine tunggu..." Tanpa tahu malu Dion berteriak memanggil nama Nadine.
"Woy Dion, sebelum janur kuning melengkung dia masih pilihan Umum."
Dion yang sudah berjalan sejajar dengan Nadine menoleh ke belakang dan meninju udara."Coba aja kalau berani." Ujar Dion. Mereka berdua terus melangkah melewati setiap lorong.
"Bicara apa sih kalian?..."
"Lagi rebutan bidadari. Hehe..."
"Hadeh mulai deh..."
"Lah, emang bener kan. Kamu cantiknya mirip bidadari."
"Kak Dion mau kemana?..." Nadine mengalihkan pembicaraan, malas setiap saat selalu mendengarkan rayuan gombal dari Dion.
"Kak jangan ikuti aku lagi ya..." Ucap Nadine yang kini sudah berada di depan toilet wanita.
"Loh, kenapa?..."
"Aku mau ke toilet."
"Nggak apa-apa, aku tunggu di luar." Ujar Dion yang kekeh, masih ingin bersama dengan Nadine.
"Ayolah kak, aku malu."
"Oke lah, oke lah...Aku pergi. Nanti istirahat ngantin bareng ya."
"Lihat aja nanti."
Setelah Dion berlalu pergi, Nadine memasuki toilet. Toilet wanita terdiri dari 4 kloset tertutup dan Nadine memilih kloset paling ujung untuk membuang hajat.
Beberapa saat kemudian, saat Nadine hendak keluar dan membuka pintu ia mendengar suara riuh dari tiga orang gadis yang baru saja masuk ke dalam toilet. Nadine mulai menajamkan pendengarannya saat mendengar suara Renata.
"Udah diam deh nggak usah banyak cingcong."
"Kalau kita ketahuan udah ngurung dia gimana?..." Nadine terbelalak mendengar suara Nara bergetar ketakutan. Nadine segera mengambil Hp dan membuka video, dia naik ke atas kloset untuk merekam percakapan mereka.
"Kita nggak bakal ketahuan kalau kamu tutup mulut. Udah ah, jangan di bahas lagi." Ujar Renata.
"Aku rasa kita udah keterlaluan sama Nadine. Kamu bilang cuma mau nyiram dia pakai minuman tapi kenapa malah kurung dia di dalam toilet." Nara masih belum puas protes pada Bella dan Renata yang sedang bercermin memasang make up.
"Eh, bego' kamu bisa tutup mulut nggak?... Kalau ada yang dengar bisa abis kita." Hardik Bella yang mulai tersulut emosi karena cercaan Nara. Akhirnya Nara bungkam karena bentakan Bella.
"Kamu diam, biar kita aman." Ujar Renata menimpali.
"Be reng sek... Benar kan dugaan ku... Ini kerjaan mereka." Nadine membatin.
"Yuk cabut..." Ucap Renata setelah mencuci tangan. Kepergiannya di ikuti oleh Nara dan Bella.
"Braaak..." Setelah mendengar pintu suara pintu tertutup, Nadine keluar dari dalam toilet.
Nadine segera pergi ke pos penjaga untuk menemui Security dan meminta tolong agar dia mau menjadi saksi bahwa Nadine benar benar terkurung di toilet dan meminta rekaman CCTV di persimpangan koridor saat Renata menumpahkan minuman ke wajah dan tubuhnya. Karena dia tidak ingin banyak Lika liku saat dia mengadukan perbuatan Renata dan kawan-kawan ke ruang BK.
***
Author.
Pliiissss like n komentar biar pop Ku naik ya kakak yang baik hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Rice Btamban
cpt bertindak Nadine kn ada bukti nya sdh
2023-02-06
1
Ria dardiri
😀😁😂🤣
2022-12-04
0
Nana
good job Nadine
2022-07-31
0