Pagi hari yang cerah. Kali ini dua ayah dan anak itu telah bangun dari tidurnya, telah membersihkan tubuh dengan cara mandi juga seperti biasanya.
"Shan masih belum nemuin baju juga?" tanya Chandra dengan menampilkan raut sedikit terkejut dari arah pintu kamar mandi.
Bagaimana tidak, gadis kecil itu telah berkutat di depan lemari selama kurang lebih 15 menit. Dari sebelum Chandra masuk ke dalam kamar mandi hingga setelah selesai mandinya.
Gadis kecil yang masih mengenakan pakaian dalam itu tidak peduli dengan ucapan sang papa. Shan yang tadinya mendongakkan kepala sebentar untuk melihat Chandra kini memfokuskan kembali penglihatannya pada objek yang berada di hadapannya. Tumpukan lipatan pakaian miliknya sendiri terlihat sangat familiar. Shan sudah memakai semua pakaiannya itu, dan... Dia bosan. 'Itu lagi, itu lagi...'
"Kamu mau pakek baju yang gimana sih Shan? Lagian kan cuma dirumah aja, gak kemana-mana."
"Diem pa, Shan lagi mikir nih."
Chandra menghela napas sejenak. Hmm sejak kapan anaknya ini menjadi sangat memperhatikan penampilan. Siapa yang mengajarinya seperti ini?
Baiklah, Chandra memilih untuk menghiraukan anak kecil itu. Dia berjalan ke arah lemarinya sendiri, lemari yang berwarna coklat bukan yang pink. Hingga saat Chandra tengah memilih pakaiannya sendiri tiba-tiba Shan menerobos masuk. Berdiri tegak dihadapannya.
Kalau Chandra tidak sabar pasti anak itu sudah dia lempar sekalian di dalam sana. Lalu menguncinya rapat-rapat agar dia tidak bisa keluar.
'Huhh mengganggu saja!'
Gadis kecil itu ikut melihat-lihat isi lemari pakaian papanya. "Emm baju papa banyak yah..." celetuknya. Dan Chandra hanya berdehem menanggapinya.
"Beda sama punya Shan yang dikit."
Sontak Chandra mengernyit. 'Apa maksudnya sedikit?'
Chandra lalu meraih tangan kecil Shan, menuntun gadis itu kembali ke lemari miliknya sendiri. Lemari yang masih terbuka lebar itu lantas Chandra tunjuk dengan jarinya.
"Liat! Apa maksud kamu yang sedikit Shan? Baju kamu itu 2x lipat dari baju papa."
Shan hanya memanggut-manggutkan kepalanya.
"Udahlah papa tau maksud kamu. Kamu minta dibeliin baju baru kan Shan?"
"Hehehe kok papa tau sih..."
Chandra menghela napas panjang, lagi dan lagi. 'Huhhhh...'
Bermenit-menit berlalu, setelah memutuskan sekian lama ingin memakai pakaian apa kini Shan telah menentukan keputusannya. Chandra yang telah lengkap dengan tampilan hendak berangkat bekerja lalu langsung memakaikan pakaian pilihan Shan itu.
Tapi ternyata, bocah itu masihlah belum selesai...
"Papa papa, papa liat gak bajunya kak Salsa yang dia pakek semalem?"
Chandra mengingat-ingat sebentar. "Iya liat."
"Bagus ya pa."
Chandra hanya menanggapinya dengan anggukan.
"Itu dibeliin sama tante Yola pas lagi di mall waktu itu. Di toko bagus, pokoknya yang lampunya terang terus tulisannya... Emm... Gatau sih Shan belum bisa bacanya, tapi Shan inget kok tokonya itu yang disebelah mana."
"Terus?"
"Ayo kita kapan-kapan kesana!" ucap Shan sangat antusias.
"Papa gak ada waktu Shan."
Wajah Shan berubah menjadi lesu. Ada rasa kecewa yang bersemayam di dalam hatinya.
"Hari minggu kan papa gak kerja..." lirih Shan.
Chandra yang telah selesai memakaikan baju kini menyentuh kedua pundak kecil itu. Berlanjut menatap manik mata Shan dengan sangat dalam.
"Shan, papa dalam waktu dekat ini belum gajian. Maaf ya."
"Jadi papa gak punya uang ya?"
Chandra mengangguk.
Entah kenapa kedua bola mata Shan mendadak bergetar. Anak kecil ini seolah berpikir dalam-dalam. Chandra tidak seharusnya berbagi urusannya ini dengan putrinya. Dia tidak seharusnya membebani Shan perihal keuangan.
"Shan..." panggil Chandra.
"Dengerin papa sini, papa memang lagi gak punya uang. Tapi papa kerja kok, dan sebentar lagi kalo udah waktunya gajian papa bakalan punya uang. Shan gak usah ikut mikir soal ini ya. Shan main aja sama belajar aja, gak usah mikir soal kerjaan papa ataupun soal papa yang gak punya uang ini. Uang itu buat urusan orang dewasa aja Shan. Serahin ke papa aja ya Shan, tenang..."
Chandra mencubit kedua pipi gembul itu perlahan. "Kok Shan mendadak diem gini? Kan papa jadi gak enak Shan. Papa jadi sedih..."
Shan langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Gak, gak pa. Shan gak diem, ini Shan udah ngomong nih."
Senyum Chandra seketika mengembang. "Oke, Shan anak pinternya papa. Cupp..." Kecupan langsung dia sematkan pada pipi kanan Shan.
Shan-pun tersenyum, dia kemudian menghamburkan dirinya kedalam tubuh besar sang papa. "Papa semangat ya kerjanya."
Perkataan Shan seketika membuat hati Chandra menghangat. "Iya Shan..."
"Shan papa janji, nanti kalo papa udah gajian, papa bakalan langsung ajak Shan ke tempat itu. Papa akan beliin kamu baju yang seperti kamu minta. Sabar dulu ya Shan." ujar Chandra.
\*\*\*
Se-minggu kemudian...
Pandangan Shan tidak bisa lepas memandang objek yang berada di hadapannya itu. Takjub? Ohh sudah pasti. Belum pernah Shan melihat sepeda yang sebagus itu.
"Kring... kring." Salsa membunyikan bel sepeda barunya, yang masih dipasang lengkap dengan dua roda tambahan.
"Shan ayo naik, aku boncengin."
Tidak, tidak, bukan Salsa yang mengajak itu, melainkan Jimmy.
Yups, Yola benar-benar tidak main-main jika urusan memanjakan anak-anaknya. Lihatlah dua buah sepeda baru langsung dia belikan kepada Salsa dan Jimmy. Cash. Langsung dari toko yang berkualitas.
Padahal kedua anaknya bilang ingin dibelikan sepeda baru semalam.
"Ayo kak Jim, kita sepeda'an dibawah pohon mangga itu!" seru Salsa dan Jimmy-pun menurutinya. Hmm padahal Shan belum sempat naik ke atas boncengan anak laki-laki itu.
Shan berlari mengejar kedua sepupunya yang sudah mengayuh lumayan jauh. Memang area bermain mereka hanya di halaman belakang rumah. Tapi halaman milik kediaman Pamungkas tidak dapat diremehkan mengenai luasnya. Sangat luas.
Salsa turun dari sepedanya itu. "Ah kak Jim aku haus." ucapnya sembari terengah-engah.
"Mau kakak ambilin air minum? Kamu maunya air putih aja atau apa? Biar aku minta uti biar dibuatin."
"Emm... Susu coklat dingin aja keliatannya enak."
"AKU JUGA MAU!" seru Shan.
"Yaudah kalian tunggu bentar ya. Inget jangan ada yang main sepeda'an dulu kalo belum ada aku."
Shan dan Salsa kompak mengangguk. Mereka kini memandang punggung Jimmy yang kian menjauh. Anak laki-laki itu telah tidak terlihat sekarang, karena sudah memasuki pintu dapur.
"Kak Sal, nanti kalo kak Jimmy udah dateng Shan pinjem sepeda kakak ya?"
"Enggak!"
"Cuma sebentar aja, lima menittt..." mohon Shan.
"Nanti kalo sepeda baruku rusak gimana? Kamu mau ganti? Papamu mana ada uang ha? Kamu aja gak dibeliin sepeda hahaha!"
Shan terdiam, seolah berpikir sangat dalam. Entahlah apa maksud dari ucapan Salsa itu, kenapa dia menyebut papanya tidak punya uang, padahal papanya kan bekerja. Ahh sudahlah, Shan belum paham soal uang itu. Uang kan urusan orang dewasa, kata papanya.
"Shan kamu tuh gak pantes jadi temen kita." ujar Salsa tiba-tiba.
"Hah? Maksud kak Salsa?"
"Iya, kamu gak sama kayak kita. Kamu gak punya barang-barang yang aku sama kak Jimmy punya. Kamu bisanya cuma minjem terus. Apa gak capek ha?"
Shan mencerna ucapan Salsa itu dalam-dalam. 'Memang benar Shan selama ini cuma bisa minjem...'
"Kak Jimmy!" pekik Salsa. Salsa lalu bersenandung. "Yeay yey kak Jimmy udah dateng, bawa es susu coklat."
Shan ikut melihat ke arah kedatangan Jimmy. Dilihatnya satu botol penuh es susu coklat permintaan Salsa tadi. Terlihat sangat enak dan menggoda, apalagi diminum saat cuaca terik seperti ini. Tapi entah kenapa rasa ingin meminum minuman itu telah memudar. Shan telah tidak berselera untuk minum. Masih ada yang mengganggu pikirannya saat ini.
~tbc...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments