"Gak maaau!" sentak Shan dengan melipat kedua tangannya diatas dada.
Aku sudah benar-benar menyerah sekarang. Sudah tidak tau lagi mau membujuknya dengan cara apa agar anak ini mau dibawa ke dokter untuk diperiksa. Lihat, ingusnya meler kemana-mana.
"Shan, papa bela-belain sampek gak pergi kerja loh ini."
"Ya salah papa sendiri kenapa gak kerja. Orang Shan baik-baik aja kok. Shan sehat." ucapnya sembari meraih tanganku dan meletakkannya ke atas keningnya. Dia menyuruhku untuk memastikan keadaannya sendiri.
Dia sedikit demam.
Hmm memang dasar anak bandel yang tidak bisa diajak kompromi. Aku benar-benar ingin menjewer telinganya sekarang.
Mama tiba-tiba mengetuk pintu kamar kita, aku lantas mempersilahkannya masuk.
"Utiiiiii." pekik Shan yang kemudian melompat langsung ke dalam gendongan neneknya. Aku sontak memarahinya. Kalau jatuh bagaimana coba? Tubuh mama itu tidak sekuat tubuhku jika Shan langsung naik ke gendongannya seperti ini. Bisa-bisa mama terjungkal.
"Shan sayang badan kamu hangat nak." ujar mama dengan Shan yang bergelayut nyaman di dalam gendongannya.
"Enggak ti."
"Ke dokter ya sayang, kalo dianterin sama uti juga mau kan?"
Shan seolah berpikir sangat serius. Dahinya hingga mengerut dan alisnya tertaut.
"Tapi tapi tapi Shan takut sama dokter. Takut disuntik. Kata papa Shan nakal jadi harus disuntik sama dokter."
Mama langsung melemparkan tatapan menyelidik ke arahku. Tidak ma, aku tidak pernah mengatakan itu. Shan bohong, dia menipumu ma.
"Gak akan disuntik sayang. Nanti biar uti yang ngomong sama dokternya, Shan biar dikasih obat aja, oke?"
"Huaaaaaa..."
Aku dan mama seketika kaget. Entah kenapa tiba-tiba anak kecil ini menangis. Aku lalu mengambil alih tubuh anak kecil ini dari gendongan mama.
"Kamu kenapasih?" tanyaku.
"Takut... Takut minum obat huhuhu."
"Kamu ya Chan, pasti biasanya Shan kamu takut-takutin kan. Kan mama udah bilang Shan jangan ditakut-takutin, gak baik Chan. Shan-nya bisa trauma." Aku akhirnya diomeli habis-habisan oleh mama.
Aku cuma bisa mendesah dan mendesah. Pasrah saja mendengarkan semua omelan mama itu. Aku benar-benar sangat bosan, omelan mama tidak ada habisnya. Bahkan Shan pun sepertinya juga bosan, lihat bocah ini sampai tidak sadar telah tertidur dalam gendonganku.
Mama akhirnya berhenti mengomel setelah melihat Shan terlelap. Tangan yang sudah tidak lagi kencang kulitnya itu bergerak membelai rambut Shan secara perlahan. "Dia pasti lelah karena menangis."
'Tidak, dia lelah karena mendengar omelan mama tadi.', aku sangat ingin menyahutinya begitu.... Tapi tidak berani. Takut kualat.
Dalam otakku tiba-tiba terlintas ide.
"Ma, gimana kalo kita bawa Shan ke dokter sekarang aja?"
Mama pun menyetujuinya.
Dan kalian tau apa yang terjadi ketika sampai di tempat dokter???
"HUAAAAAAAAA!!!!" Shan mengamuk sangat hebat. Dia memberontak hingga aku kewalahan menahannya.
"JANGAN! JANGAN SHAN GAK MAU! JANGAN SUNTIK SHAN!!!!"
"Shan enggak Shan. Kamu gak akan disuntik, ini dokternya cuma mau dengerin suara perut Shan aja."
Dia tidak mau mendengarkan perkataanku. Dia terus menjerit-jerit, memukuliku, bahkan menendangku. Tidak masalah jika menendang ke tubuhku, tapi kaki bocah ini bahkan bisa mencapai wajahku. Ya, wajahku tidak luput dari tendangannya.
Sakit tau Shan...
Mama tiba-tiba langsung mendekap tubuh Shan sangat erat, lalu berbisik, "Shan sayang setelah ini nanti uti beliin crayon, buat mewarnai nak. Kamu mau?"
Tangis Shan sekejap langsung berhenti.
"Ke-kerayon ti??" tanya Shan dengan air mata yang masih menghiasi seluruh wajahnya.
"Iya sayang crayon. Crayon itu yang buat mewarnai Shan."
"Maksud uti pensil warna?"
"Bukan Shan, eh iya hampir mirip. Tapi crayon lebih bagus. Kamu penasaran kan? Nah makanya nanti uti beliin. Tapi janji dulu, Shan mau diperiksa sama dokter kan?"
Shan mengangguk.
Hah? Kenapa mudah sekali berubah pikiran jika sudah menyangkut perwarna? Ini anak sebenarnya kenapa?
Shan menyingkapkan sendiri baju yang dia kenakan. Anak kecil itu yang tadinya mempertahankan dengan sekuat tenaga area perutnya agar tidak diperiksa sang dokter kini malah dengan senang hati mempersilahkannya.
Sangat labil memang.
"Nahkan tidak apa-apa kan Shan..." ucap mama ketika pemeriksaan Shan telah selesai.
Shan lalu mendapat sebuah lolipop ukuran besar dari sang dokter. Haduhh, kenapa memberi anakku permen? Kenapa tidak makanan lainnya yang lebih sehat? Awas saja kalau gigi Shan sampai bolong, aku akan menuntut ganti rugi.
Kini aku, Shan dan mama menuju parkiran untuk mengambil mobil. Dan setelah itu berkendara untuk pulang. Tujuan yang sangat aku dambakan, tapi sayangnya itu tidak terjadi ketika si bocah pembuat ulah tiba-tiba berkata, "Kita beli ker-ker—"
"Crayon Shan sayang." Hmm kenapa mama menanggapinya? Harusnya anak ini jangan terlalu dituruti, nanti dia bisa tumbuh menjadi anak yang manja!
"Nah itu maksudnya Shan. Dimana kita belinya?"
"Emmm uti sebenarnya juga tidak tau Shan. Coba kita tanya ke papamu."
Kedua orang yang tengah bergandengan tangan itu sontak melihat kearahku. Secara bersamaan.
"Apa? Aku juga gak tau. Udahlah lain kali aja, kita sekarang pulang ke rumah aja yuk."
"GAK!" teriak Shan.
Rasanya gendang telingaku seperti meletus.
"Hei Shan, gak boleh teriak-teriak begitu." tegur mama.
"Abisnya papa... Hiks.... Huaaaaaaa!!"
Seketika aku hanya bisa memutar kedua bola mata dengan malas.
Oke, oke akan aku belikan!
~tbc...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Adriana Gitsa
papa Shan kok ngegemesin banget sih
pengen nyubit salah satu ginjalnya 😠
orang tua macam apa itu
2022-08-05
1