Putri Kecil Papa
"Papa... Shan mau sarapan pakek telur bundar yang bagus."
"Iya."
"Papa papa, terus nanti nasinya dibentuk love ya. Eh enggak-enggak dibentuk hello kitty aja yang lebih mudah. Ya pa?"
"Iyah."
"Oiya, Shan mik cucunya ditempat yang botol itu. Botol yang atasnya kenyal-kenyal, yang bisa digigitin sama Shan. Itu loh pa, hmm apa ya namanya. Oiya Shan inget itu—"
Ucapan Shan langsung terpotong. Dia kini mendelik, tidak berani melanjutkan perkataannya karena aku telah melemparkan tatapan tajam padanya.
"Gak ada dot. Kamu itu udah umur 3 tahun ya, kalo mik tempatnya itu di gelas bukan di dot. Jangan kayak bayi Shan."
"Baiklah papa..." jawabnya, sangat lirih.
Aku sebenarnya tidak galak. Hanya mendisiplinkannya saja, karena dia telah janji sudah tidak akan ngedot lagi sejak minggu lalu. Dia harus bisa memegang janjinya itu. Toh dia sebentar lagi juga sudah mau masuk TK, jadi harus ditinggalkan kebiasaan buruknya itu.
Aku kembali fokus pada aktifitasku. Melipat selimut dan juga merapikan sprei yang diacak-acak olehnya karena tidurnya benar-benar selalu tidak karuan. Setelah semuanya enak dipandang aku mulai melangkah keluar kamar.
Aku akan membuatkannya sarapan seperti permintaannya tadi.
Seperti biasa anak kecil ini selalu mengikutiku menuju arah dapur. Berjalan mendahuluiku, loncat kesana-kemari, bergelantungan di pegangan tangga dan masih banyak aksi lainnya yang membuatku sangat ingin berteriak.
Tapi aku tidak bisa melakukan hal itu, para penghuni lain di rumah ini pasti akan terganggu nanti.
Alhasil aku hanya bisa memelototi bocah pecicilan ini atau mencubitnya jika aksinya sudah keterlaluan. Tenang, dia hanya akan menangis sebentar dan setelah itu ya sudah... Dia akan lupa begitu saja. Dan mengulanginya lagi, hmm...
"Papa sekarang udah gak pernah gendong Shan lagi, kenapa?" tanyanya sembari melihatku yang tengah sibuk mencetak nasi dengan cetakan hello kitty berwarna merah muda. Ahh warna yang menyebalkan, sangat mencolok, membuat mataku sakit.
"Karena kamu udah gede."
Shan mulai merengut, melipat kedua tangannya diatas dada.
"Ih padahal Shan kan masih kecil pa." ucapnya diikuti dengan mendengus sebal.
"Udah gede. Bulan depan kamu papa sekolahin."
"Gak mau! Shan pokoknya masih kecil! Shan masih kecil! Masih kecil! Masih kecil! Masih kecil! Masih kecil! Masih kecil! Masih kecil!"
"Terserahlah..." Aku sudah tidak menanggapinya lagi, fokusku hanya pada panci yang air didalamnya telah mendidih. Sepertinya telur rebusnya sudah matang, aku bisa mengangkatnya sekarang. Lalu segera merendamnya di air keran agar lekas dingin.
Sembari menunggu telur itu dingin aku beralih mengambil susu bubuk yang berada di dalam kulkas. Isi kulkas yang padat membuatku harus memilah-milah dan sedikit menyingkirkan bahan-bahan makanan yang berada disana.
Shan menerobos tempatku. Seperti biasa dia selalu penasaran dengan apa yang berada di dalam kulkas.
"Awas minggir, papa gak bisa nemuin susumu kalo kamu ikut-ikutan kayak gini."
"Itu aja pa, susu punyanya kak Salsa sama kak Jimmy." ujarnya sambil telunjuknya menunjuk toples ukuran besar yang berisi susu bubuk berwarna cokelat.
"Gak boleh itu cuma buat yang udah SD."
"Sekali ini aja pa."
"Gak boleh Shan, udah sana kamu tunggu di kursi sana."
Shan menggeleng. Dia malah menengadahkan kedua telapak tangannya dan berbisik, "Kasih Shan satu sendok saja pa. Please."
"Shan..." panggilku dengan titik kesabaran yang telah memuncak.
"Ihh papa, kan Shan pengen nyicipin." Shan mulai merengek, mencoba mengambil sendiri toples besar itu. Tapi langsung kutepis.
"Jangan!"
Terlihat jelas tubuhnya sedikit tersentak karena suaraku yang meninggi. Perlahan kedua matanya mulai berkaca-kaca, bibirnya pun mengerut.
"Diem duduk anteng di kursi atau papa marahin kamu?!"
Sepasang kaki kecil itu akhirnya mulai melangkah menjauh.
Bergegas menuju meja makan dan mulai naik ke arah salah satu kursi yang berada disana. Kepalanya dia letakkan ke atas meja dan memalingkannya ke arah lain. Yang pasti tidak mengarah ke arahku. Dia tengah menangis disana. Ahh sudahlah, siapa suruh susah dibilangin.
Beberapa menit kemudian akhirnya sarapan yang kubuat telah selesai, lengkap dengan susunya juga. Aku langsung mengantarkannya ke arah gadis kecil itu berada.
"Sarapan dulu yuk." ajakku sambil mengusap rambut panjangnya.
Shan mau mengangkat kepalanya dan melihat ke arah piring yang berada di hadapannya. Tapi setelah itu dia beralih menatapku. "Pa dimana telur bundarnya?"
Ctakkk
Sontak aku langsung membanting sendok yang berada di tanganku hingga terpental ke meja dan jatuh entah ke mana.
Darahku benar-benar sudah mendidih. Kesabaranku sudah habis menghadapi anak kecil ini.
"LIAT INI TELUR YANG KAMU MINTA! BENTUKNYA APA SHAN?! BUNDAR KAN?! IYAKAN SHAN?!!!"
"Tapi pa, bukan ini maksudnya Shan huaaa!"
"MAKAN AJA!" Aku mengambil nasi itu dengan tangan kosongku, ditambah dengan telurnya juga. Aku menyuapkan dia dengan suapan yang besar ke arah mulutnya.
"HAHH GIMANA SHAN?! ENAK KAN ANAK REWEL?! DENGAR YA! YANG NAMANYA TELUR BUNDAR ITU DIMANA-MANA BEGINI SHAN! MAU NGOMONG APALAGI KAMU HA??!"
"Uhukkk... uhukkkk..."
"NAHKAN KESEDAK! MAKANYA KALO MAKAN JANGAN SAMBIL NANGIS SHAN!!"
"Ini ada apa ribut-ribut?" Sebuah suara membuatku mendengus semakin sebal.
"Mama jangan ikut campur!" ucapku lalu bergegas membawa Shan ke kamar.
~to be continue...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
🍾⃝ͩ sᷞuͧ ᴄᷠIͣ Hiatus🕊️⃝ᥴͨᏼᷛ
mampir dulu yaa ka,,
menyimak dulu,,
tp emg sabar ny papa dan mama itu beda,,
klo mama udh biasa ngadepin anak yg rewel bahkan susah dibilangin beda m papa yg gk bisa kontrol emosi nya,,,
lajoot tjoor
2022-08-07
1