Aku memarkirkan mobilku langsung ke dalam garasi, lalu menutup semua pagar dan juga pintu rumah karena hari telah malam.
Sudah pukul 22.15.
Aku memasuki rumah dan seperti biasa keadaan telah sepi jika sudah jam segini. Tak perlu waktu lama aku langsung bergegas menuju kamarku, ingin menemui anakku yang sekarang sepertinya sudah tertidur.
Kasihan sekali dia tadi terus meneleponku, tapi aku tidak bisa menjawabnya karena sedang meeting di kantor. Aku juga lupa mengabarinya kalo hari ini akan lanjut lembur hingga pulang larut seperti ini. Maafkan papa ya Shan.
Ceklek...
"Loh Shan kok kamu belum tidur?" Aku terkejut setelah membuka pintu mendapati Shan yang ternyata belum tidur.
"Kamu ngapain sih? Sekarang udah jam berapa Shan? Anak kecil itu jam segini harusnya sudah tidur. Main mulu ya kamu?"
Aku memarahi bocah nakal itu, pahanya tidak luput dari cubitan tanganku.
"Tapi tapi tapi Shan gak lagi main mulu pa." ucapnya mencoba membela diri.
"Cepet tidur Shan." perintahku. Aku tidak bisa mengeraskan suaraku karena semua orang telah terlelap sekarang.
"Hiks.. hiks... hiks..."
Gadis kecil di hadapanku ini mulai menangis, dan ini semakin membuat amarahku mendidih. Segera aku menutup mulutnya menggunakan telapak tanganku, memelototinya agar segera berhenti menangis karena itu berisik.
"Bisa diem gak?"
Bayangkan sendiri bagaimana perasaan kalian jika pulang kerja dengan keadaan telah sangat lelah dan hanya ingin beristirahat tiba-tiba harus menghadapi anak seperti ini. Bayangkan saja!
Pasti kalian semua juga akan emosi seperti diriku ini.
"Shan diem... Plakk."
Satu keplakan mendarat pada pantatnya. Sumpah kesabaranku benar-benar sudah habis. Aku lantas menyeret Shan menuju kamar mandi. Setidaknya di kamar mandi sangat tertutup, lumayan kedap suara.
Aku mengangkat tubuh kecil itu, memasukkannya ke dalam bathub.
"Kamu kalo dibilangin makin gede makin susah ya!" Aku melepaskan semua pakaiannya dengan kasar. Aku tau Shan tadi sore pasti sudah dimandikan sama mama, tapi sekarang... Aku akan memandikan anak ini lagi sebagai hukumannya.
Shower aku arahkan ke arahnya. Sekujur tubuh kecil itu terguyur air dengan cepat.
"Papa dingin... Ini dingin."
Aku tidak peduli sama sekali. Aku terus menyiramnya bertubi-tubi. Sebuah sabun kemudian aku ambil dan langsung menggosokkannya ke setiap bagian tubuhnya.
Shan sekarang menjerit-jerit entah merasakan perih karena sabun itu mengenai matanya atau entah karena alasan lain. Entahlah, aku tidak peduli!
"Makanya jadi anak yang nurut! Jangan nakal! Waktunya tidur ya tidur Shan!"
"Ampun papa ampun. Shan minta maaf pa, maaf. Maafin Shan pa."
Aku mulai menyadari seluruh telapak tangan kecilnya telah mengeriput. Bibirnya bergetar dan memucat bahkan sampai berwarna kebiruan.
Segera kumatikan shower lalu menarik handuk yang berada di gantungan. Tubuh kecil itu kini kubungkus sangat erat dengan. Shan terus menunduk dan menunduk, matanya yang ingin terpejam seketika membuatku dilanda rasa panik.
Aku langsung merengkuhnya. Dan ketika tubuhnya masuk dalam dekapanku, tubuhnya langsung lemas begitu saja.
"Shan? Shan?" Aku mencoba mengguncang-guncangkannya. Tapi tidak ada respon sama sekali.
Dengan segera aku langsung membawanya keluar dari kamar mandi. Aku duduk diatas ranjang dengan Shan yang masih berada dalam dekapanku.
"Shan, kamu kenapa? Jangan bikin papa takut please..."
Aku terus menggenggam jemarinya yang benar-benar sangat dingin dan lemah. Aku bahkan menarik selimut lalu menyelimutinya berharap tubuhnya kembali menghangat.
"Hatchimm..." Shan akhirnya bersuara. Aku melihat perlahan ada sebuah cairan meleleh dari lubang hidungnya.
Anakku terserang pilek.
"Shan papa minta maaf..." Mendadak kedua bola mataku terasa panas. Aku ingin menangis karena menyadari ini semua terjadi karena ulahku. Seharusnya Shan tidak akan kedinginan sampai seperti ini jika saja aku sedari awal bisa mengontrol emosiku.
Memang dasar aku ini adalah papa yang tidak kompeten. Aku sangat tempramen. Dan Shan menjadi korbannya. Benar kata orang-orang, aku ini masihlah belum siap untuk menjadi seorang papa.
Kini aku sudah memakaikan pakaian yang hangat untuk Shan. Dan sekarang aku tengah mengeloni gadis kecil ini. Kita lupakan saja kejadian yang tadi. Aku janji kejadian yang sama tidak akan terulang kembali besok. Papa janji Shan.
Sebelum tidur aku tadi mengoleskan minyak kayu putih pada bagian paha Shan yang telah ku cubit. Iya aku sangat menyesal, tidak seharusnya aku melukai fisiknya seperti ini. Tubuh putriku ini sangat berharga, aku tidak akan membiarkan ada luka walaupun seukuran biji beraspun pada tubuhnya ini.
Nafas Shan terasa begitu panas mengenai kulitku. Anak ini sepertinya benar akan pilek. Baiklah besok pagi aku akan membawanya ke dokter untuk diperiksa.
Shan yang tertidur tiba-tiba membuka matanya.
"Kenapa sayang?" tanyaku.
Tangan Shan perlahan menyentuh tanganku. Dia mengambil tanganku lalu mengarahkannya mendekat kearah wajahnya. Ternyata Shan mencium tangan kananku.
"Papa selamat ulang tahun."
Deg.
Seketika hatiku mencelos. Ada rasa terenyuh yang tiba-tiba bersemayam disana.
"Terimakasih Shan, bagaimana kamu tau kalo sekarang ini ulang taun papa?"
"Tadi aku tanya uti, uti yang ngasih tau. Terus tante Yola bilang, kalo mau ngucapin ulang tahun ke papa bagusnya nanti tengah malem. Sekarang udah tengah malem kan pa?"
Aku mengangguk dan segera menarik tubuh kecil itu kedalam dadaku. Aku menciumi puncak kepalanya bertubi-tubi. Aku benar-benar tidak menyangka Shan sepandai ini.
"Pa..."
"Iya Shan?"
"Tadi itu aku gak lagi main. Aku cuma gambar sesuatu buat papa."
"Gambar apa itu Shan?"
"Papa bisa liat sendiri, disana pa. Tapi maaf Shan mewarnainya belum selesai."
Aku lalu beranjak dari atas ranjang. Berjalan menuju tempat yang Shan tujukan. Di atas meja lipatnya ada sebuah kertas yang berisikan gambar Shan.
Gambar kue ulang tahun, lengkap dengan lilinnya. Serta ada orang yang merayakannya. Tunggu-tunggu...
Aku kemudian membawa kertas gambar ini kembali ke ranjang.
"Ini siapa aja Shan? Kok ada 3 orangnya?"
"Itu papa, Shan, terus... Uti. Kakung, kak Salsa, kak Jimmy, tante, sama om belum sempet Shan gambar. Maaf ya pa."
Aku mengangguk sembari membelai kepalanya dengan lembut. Kembali lagi pada gambaran Shan ini. "Shan ini tuh bagus banget, papa suka Shan. Terimakasih ya sayang." Aku tidak henti-hentinya takjub memandangi karya Shan ini. Goresan yang Shan torehkan seolah sangat berarti. Sangat indah. Aku masih tidak percaya Shan berkembang sepesat ini.
Dulu, Shan hanya bisa mencoret-coret asal. Aku sangat memarahinya saat anak itu mencoret seluruh tembok kamar. Tapi sekarang lihatlah, anak itu sudah bisa membuat gambar-gambar bagus, bahkan mewarnainya juga.
Shan sepertinya memang memiliki bakat dalam menggambar.
Papa akan mendukungmu Shan...
~tbc...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Nadia Dia
ya Allah thor😭😭😭😭
2022-08-07
1
Adriana Gitsa
papa nggak ada akhlak 😤
2022-08-05
1
Ida Rubaedah
punya papanya stress masa balita diguyur air, mesti ke psikolog
2022-08-02
1