Keesokan harinya Alana terbangun seperti biasa, Ia pun beranjak dari tempat tidurnya, menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya sebelum bersiap-siap berangkat ke sekolah.
Pukul enam pagi, Alana sudah siap dengan menggunakan seragam sekolahnya. Para pelayan yang membantu pernikahannya dengan Saddam kemarin begitu terkejut saat Alana keluar dari kamarnya di paviliun.
" Non, kok tidur disini? Kenapa nggak di rumah utama aja." Tanya mbak Ning .
Alana tersenyum kemudian menjawab." Kan pakaian Alana masih disini mbak, lagian Alana juga nyaman tidur disini."
Mbak Ning menggenggam tangan Alana, sesekali menepuknya pelan. " Mbak tahu, tapi status kamu sekarang ini bukan pekerja di rumah ini lagi. Kamu itu adik ipar dari ibu Rina! Tidak pantas rasanya jika kamu tidur di ruangan yang sama dengan kita."
Alana tersenyum sembari mengeleng kepalanya. " Itu bukan suatu keharusan mbak, bagi Al! Kita semua itu sama. Ya udah Al berangkat ke sekolah dulu ya. Takut terlambat." Alana langsung meraih tangan mbak Ning dan mencium punggung tangannya. Membuat mbak Ning terkejut dan langsung menarik tangannya.
" Astaga non, jangan seperti itu." Tegur mbak Ning. Alana tidak menghiraukan, ia hanya tersenyum kemudian berlari kecil keluar dari paviliun itu.
Saat Alana tiba di depan pintu utama, Alana berpapasan dengan Naya dan ayahnya yang akan berangkat ke sekolah dan juga kantor.
" Al, kamu disini?" Tanya Naya ia kemudian menghampiri Alana. Sementara sahabatnya itu hanya menyengir, menunjukkan deretan gigi putihnya. " Bukannya kamu sama paman ya."
Belum sempat Alana menjawab muncullah Tante Rina sembari membawa tas kerja sang suami." Loh, Al! Kamu disini?" Pertanyaan dan ekspresi yang sama di tunjukkan Tante Rina saat mengetahui keberadaan Adik iparnya itu. " Kamu tidur di paviliun?" Tanya wanita itu lagi.
Dari semua pertanyaan, Alana hanya menjawab dengan menganggukkan-anggukan kepalanya. " Kamu baik-baik saja kan Al." Tante Rina kembali bertanya, kali ini ia menghampiri Alana dan memeriksa tubuhnya hingga ia dapat melihat bekas tangan Saddam di lehernya walaupun bekas itu mulai memudar tapi kulit Alana yang putih membuatnya terlihat jelas di mata Tante Rina. " Katakan, Saddam ngapain kamu?" Desak Tante Rina. Tapi Alana hanya Diam.
" Ma, kamu membuat Alana takut." Tegur satyo papanya Naya.
" Iya ma."Naya pun setuju dengan apa yang di katakan papanya.
" Mama nggak bermaksud kaya gitu, tapi kalian lihat leher Alana kan." Suami dan putrinya kompak menganggukkan kepalanya.
" Tante Al, baik-baik saja kok! Tante nggak perlu cemas seperti itu. Paman Saddam nggak ngapa-ngapain aku." Ucapnya, berharap Tante Rina percaya dan bisa kembali tenang, sehingga membiarkan ia dan Naya berangkat ke sekolah sebab mereka bisa terlambat jika tidak berangkat dari sekarang."Al benaran tidak kenapa-kenapa Tante." Alana kembali meyakinkan Tante Rina.
" Ma_" Panggil satyo.
" Baiklah kalau kamu tidak mau cerita,Tante yang akan mencari tahu sendiri. " Tegas Tante Rina. " Sebaiknya kalian berangkat sekolah sekarang, Nanti kalian terlambat. Al, ini buat jajan kamu di sekolah." Tante Rina memberikan beberapa lembar uang seratus ribu kepada Alana.
" Jangan Tante! Tante sudah sering membantu aku. Belum lagi Tante harus membayar biaya pengobatan Alena." Tolak Alana.
Tapi Tante Rina tidak begitu saja menyerah. " Ambillah, kamu adikku sudah sewajarnya kamu mendapatkannya. Ini pun tidak seberapa. Al ingat kamu sekarang adalah bagian dari keluarga Haris Chandra, lakukan apapun yang ingin kamu lakukan selebihnya biar aku yang menyelesaikannya."
" Ayo Al ambil, kamu mau kita telat. " Desak Naya, Alana pun mengambil uang pemberian Tante Rina, setelah itu ia dan Naya berangkat ke sekolah di antara supir.
Setelah Alana dan Naya pergi. Satyo dan istrinya pun pergi, karena pagi ini Tante Rina ingin mengunjungi Alena di rumah sakit dan memberikan uang untuk pengobatan Alena kepada ibunya.
...\=\=\=\=\=\=\=\=\=...
Selesai mengunjungi Alena, Tante Rina langsung menuju perusahaan Saddam. Tanpa mengetuk pintu ia langsung masuk keruang adiknya itu.
" Saddam." Teriak Rina begitu menemukan, Saddam tengah di manjakan oleh sekertarisnya.
Pria itu duduk di kursi kebesarannya sementara sang sekertaris berjongkok di depan selangk*ngannya. Dan memanjakan tongkat sakti milik Saddam dengan lidah dan bibirnya.
" Apa yang kamu lakukan? Keluar kamu." Tanpa menghiraukan kesenangan sang Adik, Rina langsung menarik rambut sekertaris adiknya itu dan mengusirnya keluar. " Mulai sekarang kamu di pecat, ambil barang-barang kamu dan keluar dari perusahaan ini sekarang juga. Perusahaan ini membutuhkan orang yang serius berkerja buka jal*ng berkedok pekerja." Tegas Rina setelah melempar wanita itu keluar dari ruangan sang Adik dan menutup pintunya dengan keras.
Sementara di belakang sana Saddam berulang kali memijit pelipisnya, karena ia belum mencapai puncaknya tapi sudah di ganggu sang kakak. " Katakan apa yang kamu lakukan kepada Istri kamu?" Tanya Rina sembari menegaskan kata istri kamu.
Saddam tersenyum mengejek. " Kenapa kakak harus marah karena apa yang aku lakukan kepada wanita jelek dan wajah menjijikkan itu. Harusnya disini aku yang marah sama kamu sandrina, karena kamu sudah menipuku." Ucap Saddam sambil menunjuk wajah kakaknya.
" Menipumu! Kamu bilang? Katakan dimana aku menipumu? " Tanya balik sandrina, ia tidak kalah emosinya dengan sang adik.
" Kenapa kamu tidak pernah mengatakan kepadaku bahwa wajah wanita itu sangat jelek dan menjijikkan, harusnya kamu mempertemukan aku dengan dia sebelum kamu menikahkan kami Sandrina, kamu membuat aku malu karena mempunyai istri yang sangat jelek. Kalau aku tahu lebih dulu, aku tidak akan mencekiknya tapi langsung membunuhnya."
Sandrina begitu kecewa mendengar kata-kata Saddam, ia tidak tahu bahwa Saddam jauh lebih brengs*k setelah tinggal jauh darinya.
" Aku sudah pernah meminta kamu untuk menemuinya, tapi kamu menolak dan mengatakan wanita yang di sukai kakakku, akupun akan menyukainya! Tapi sekarang kamu justru menghinanya di depanku. Maaf jika sebagai seorang kakak aku terlalu egois dan memaksa kamu. Aku minta maaf! Mulai saat ini, aku tidak akan menganggu kamu lagi, lakukan apa yang ingin kamu lakukan karena aku tidak akan pernah melarang mu. Dan jangan menemui aku lagi, aku juga akan melepaskan Semua yang di titipkan orang tuaku kepadamu." Ucap Sandrina dengan air mata yang menetes membasahi kedua pipinya sebelum meninggalkan ruang Saddam tanpa menunggu sahutan dari sang adik .
Hati sandrina saja begitu sakit mendengar kata-kata Adiknya, apalagi Alana. Sementara di ruangannya Saddam Diam membisu, ini pertama kalinya ia membuat kakaknya menangis. Saddam sungguh merutuki kesalahannya, walaupun ia sering membantah dan bersikap kurang ngajar kepada kakaknya itu dengan selalu memanggil namanya. Tapi jauh di lubuk hatinya ia sangat mencintai sandrina dan melihatnya menangis membuat hatinya sakit.
.......
.......
.......
.......
...Bersambung....
...Happy reading..💝💝...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Wirda Wati
lanjuut...
mama Rina be Alana operasi biar cantik.
Biar tau rasa si sada
2023-02-03
0
Nurliana Saragih
Aish,,,apa gak malu itu si Sadam Husein???
🤭🤭🤭
Kakak lagi liat dia karaokean ma sekretarisnya?!
😰😰😰
🤮🤮🤮
2022-08-22
0
acih aja
jadi geregetan sama saddam,,,
2022-04-05
0