bab 4

Sesampai di rumah aku langsung membaringkan tubuhku di atas kursi "capek" ucapku sambil melihat ke arah langit rumah.

"Bagus yah" wajah laki-laki yang marah di atas mataku membuat aku kaget.

"Setan" teriakku sambil terbangun sehingga kening kami bersenggolan.

"Sakit" teriakku.

"Kamu bisa ngak sih kalau mau berdiri itu bilang, keningku sakit banget" teriaknya lebih keras.

"Maaf dokter aku ngak sengaja" ucapku sambil mendekatinya.

"Apa yang kamu lakukan, kamu mengambil kartu kredit ku, keluar tanpa pamit, sekarang belanja sebanyak ini" kesalnya sambil menjewer telingaku.

"Aduh, aduh sakit dokter" aku pun memegang telingaku.

"Jelaskan sekarang" marahnya.

"Iya, iya" aku pun duduk bercerita 8 jam yang lalu.

Saat aku lagi membereskan kamar dokter aku menemukan kartu kredit yang ada di lantai, awalnya kartu kredit itu aku letakkan di atas mejanya namun "gimana yah kalau aku keluar lihat-lihat, sudah lama banget aku ngak kemanapun semenjak di sini. Dokter aku pinjam sedikit ya nanti aku balikin, iya boleh" celotehku mengambil kartu itu dan segera berganti baju dan pergi dari rumah.

"Kamu benar-benar keterlaluan belanja sebanyak ini, jangan-jangan uangnya" ucap dokter dengan terduduk sedih memeluk kartu kredit itu.

"Dokter aku janji akan mengembalikan uang yang aku gunakan, dokter hitung saja semua hutangku dan asal dokter tau aku mendapatkan ini gratis dan yang ini bayar 50% tadi" celotehku sambil menunjuk kan barang-barang yang aku bawakan.

"Apa gratis, hebat banget kamu baru satu kali keluar dapat barang gratis."

"Iya, siapa dulu Hiara. Ini kan berkat dokter yang membuat keberuntungan ku menjadi 99%" teriakku kesenangan sambil memegang tangannya.

"Ha, ha, ha iya beruntung."

Aku pun ikut tertawa "Ha, ha, ha benar."

"Diammmmm" teriaknya membuat aku diam kaget.

"Kamu tertawa senang mengatakan keberuntungan, kamu tau berapa hutang mu dan berapa bangkrutnya aku untuk mengubah dirimu" kesalnya.

"Maaf dokter, maaf. Baik lah dokter mulai besok aku akan mencari kerja serta menyicil hutangku, tapi dokter aku mohon sesuatu tolong bantu aku untuk membalas dendam pada orang yang sudah membunuh jiwa ku."

"Aku sudah bilang kalau aku hanya membantu merubah penampilan mu saja, kalau urusan itu aku tidak akan ikut campur. Sekarang kamu harus."

"Harus apa dokter."

"Memasakkkk, karena aku sudah lapar dari pagi kamu pergi dan tidak masak makanan sedikit pun untukku" teriaknya.

"Baik" aku pun berlari ke dapur memasak ayam panggang, sup, jus serta membuat salad buah dan sayur.

"Dokter, sudah siap. Ayo kemari" teriakku sambil meletakkan satu persatu makanan yang ada di meja.

"Akhirnya makanan ini siap" meletakkan semua makanan ke piringnya.

Saat aku ingin mengambil makananku tanganku langsung di pukul oleh dokter, "aduh."

"Ini" dokter memberikan salad sayur kepadaku

"Apa" tanya ku.

"Kamu hari ini hanya boleh makan ini, jangan berontak" ucapnya sambil menyingkirkan semua makanan di atas meja menjauh dari hadapanku.

Aku yang hanya memandang sayuran di depan mata pun melahapnya dengan cepat, "hei makan pelan-pelan" teriak Nando.

"Dokter tau kan kalau aku bisa makan lebih cepat dari ini" kesalku sampai mengunyah makanan.

"Kamu harus bisa menghilangkan sikap rakus makanan mu itu" celotehnya sambil membaca koran yang ada di dekatnya.

Aku pun melihat isi koran itu sampai kaget "Hah" koran itu langsung ku tarik dari tangan dokter.

"Hei rakus, kamu kurang makan sayur jadi mau makan koran juga" teriaknya.

"Bagus" teriakku sambil loncat-loncat Samapi semua isi rumah bergerak.

Melihat aku yang kesenangan Nando pun segera memeluk tubuhku, "berhenti, rumah ini bisa hancur" kesalnya.

Aku pun membalas pelukannya "dokter memang penyelamat ku, keberuntungan ada lagi padaku."

Mendengar ucapan ku Dokter Nando pun mendorong tubuhku sampai terjatuh "akhhh."

"Kamu kenapa peluk aku" marahnya sambil menunjukkan jari ke wajahku.

"Bukannya dokter yang peluk aku duluan, aku hanya membalas pelukan dokter" kesal ku sambil berdiri kesakitan.

"Oh iya, maaf aku hanya risih saja di pelukan. Kenapa sih kamu kegirangan" tanya Nando penasaran.

"Ini dokter" menunjukkan isi koran itu kepada Dokter Nando.

"Audisi bakat penyanyi, maksudnya apa hanya audisi nyanyi" celotehnya.

"Ini adalah perusahaan suamiku, ini kesempatan aku untuk ikut audisi agar bisa dapat uang dan dapat balas dendam dari dalam" tawaku sambil meremas koran itu.

"Gila, emang kamu yakin bisa masuk audisi. Ingat ya audisi ini suara yang di ambil bukan wajah oplas kamu" ledeknya sambil mengunyah makanannya terus.

"Dokter mau dengar suara ku" saat aku ingin bernyanyi Nando menyempalkan sayur ke mulutku.

"Makan dulu baru nyanyi, lagian kalau kamu mau ikut audisi kamu harus punya identitas sedangkan kamu kesini hanya modal sendal jepit doank" gerutunya

"Betul, kalau gitu dokter harus buat identitas untukku dan ingat dokter namaku jangan di rubah. Cukup foto dan data lain saja?"

"Aku."

"Plis" aku pun sambil memohon dan mengedipkan mata.

"Oke."

"Yes" teriakku.

Dokter pun menjewer telinga ku, "jangan loncat dan sekarang makan" melanjutkan makanannya.

Aku pun senyum-senyum sendiri melihat ke arah dokter.

Feri yang sudah selesai mengantar Lidia pulang ke rumah segera pulang, di dalam rumah saat Feri masuk melihat opanya sedang menonton acara pernikahannya dengan Hiara.

Mamanya sedang asik merendamkan kakinya dengan air panas dan adik perempuannya sibuk bermain hp.

Feri mendekati mereka serta memanggil "opa."

"Fer, sini deh suara istrimu indah dan alunan pianonya juga indah. Kamu beruntung punya istri baik seperti dia" ucapnya sambil menunjukkan ke arah layar.

Mendengar itu Meri pun langsung berceloteh "opa berhenti menonton wanita gemuk itu, dia kan sudah tidak ada lagi di sini."

Opa pun bangun dan memukuli Meri dengan tongkat, "dia itu masih ada, kalau dia wanita gemuk dia bisa melakukan tugasnya sebagai cucu bukan seperti kamu hanya wanita pengangguran bisanya habiskan uang."

Feri yang melihat itu segera memegang opanya "berhenti opa" ucap Feri.

"Pa, kenapa sayang sekali sama wanita itu. Cucu opa itu Meri dan Feri bukan dia" teriak Widia mendekati anaknya.

"Kamu lagi anak yang tidak berguna juga, dia itu cucu kesayangan ku pewaris semua hartaku dan karena dia nyawaku bisa selamat. Kalau kalian berani menghina Hiara akan aku hajar kalian" kesal opa ingin mengayunkan tongkatnya ke arah Widia namun di tahan oleh Feri.

"Opa, ayo kita ke kamar. Tidak usah di dengarin ucapan mama dan Meri yang sudah menghina cucu opa, sekarang kita minum obat dan Feri yang akan antar langsung" sambil memapah opa masuk ke dalam kamar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!