Ep 03

Dimas tengah melihat kakaknya yang duduk diam di sofa ruang tengah rumah dinas ayahnya, ia terus mengamati Dea yang mengabaikan tv menyala didepannya.

“Mbak Dea” panggil Dimas pada kakaknya yang langsung menoleh kearahnya saat ini.

“Iya dim kenapa?” tanya Dea menatap penasaran tentang apa yang akan dikatakan Dimas.

“Nggak, aku cuman mau bilang nanti mbak Dea di minta ayah buat ke kantornya sebentar” balas Dimas menelisik kakaknya,.

Dea hanya diam saja, tak menjawab lagi ucapan adiknya tersebut. Ayahnya pasti akan menasehati dirinya dan akan membahas soal ibu mereka dia tidak siap untuk membahas itu lagi rasanya sakit mengingat kalau Ibunya sudah tiada.

“Mbak, mbak Dea dengar aku kan?” ucap Dimas memastikan kakaknya mendengar ucapannya barusan.

“Iya aku denger, ayah kenapa minta aku ke kantornya. Kenapa ayah yang nggak pulang ke rumah” ucap Dea malah balik bertanya mempertanyakan soal ayahnya yang jarang pulang ke rumah melihat dirinya.

Dimas sedikit menghela nafasnya sambil berjalan mendekati Dea yang menunduk sedikit sedih rasanya rumah ini sepi. Bukan rasanya lagi tapi memang sepi, dan semua ini salahnya, salahnya ibunya sudah tidak ada.

“Kalau mbak Dea bisa berubah, bisa menerima semua ayah bakal sering pulang ke rumah mbak. Mbak tahu alasan ayah jarang pulang ke rumah ini kenapa? Dan kenapa ayah lebih memilih tidur di kantor daripada rumah” tukas Dimas menatap serius pada kakaknya.

Dea yang mendengar itu langsung mendongak, dia tak mengerti kenapa Dimas mengatakan hal itu.

“Kenapa?” ucapnya bertanya pada sang adik.

“Karena ayah nggak tega lihat mbak Dea terpuruk begini, hati seorang ayah mana yang tidak sakit melihat anaknya bak mayat hidup. Dia hidup tapi seperti tidak” Dimas yang sudah lelah untuk bersikap biasa selama berbulan-bulan ini terpaksa dia mengatakan hal yang kemungkinan menyakitkan bagi kakaknya.

“ayo mbak, berubah kayak dulu lagi. Jadi mbak ku yang berjiwa sosial, peduli pada orang lain, dan pekerja keras. Mbak Dea ingat semua itu atau nggak?” lanjut Dimas begitu berharap kakaknya bisa seperti dulu.

Dea sedikit memejamkan matanya dan memegangi kepalanya saat ini saat ada sekelebat bayangan di kepalanya, dan seketika membuatnya pusing.

“Mbak, Mbak Dea kenapa?” Dimas seketika langsung panik saat melihat Dea yang memegangi kepalanya.

“A..aku dulu apa pernah bekerja di sejenis cafe” tanya Dea menatap adik memastikan benarkah bayangannya itu.

“Iya mbak Dea dulu pernah kerja di Cafenya mas Gavin”

“Mas Gavin? Dia siapa?”

“Dia bosnya mbak Dea di Cafe”

“Terus yang namanya Alvar siapa?” tanya Dea, entah mengapa dia ingin sekali bertanya soal nama Alvar. Entah nama itu terasa begitu familiar di kepalanya saat ini.

Dimas langsung membelalakkan matanya saat kakaknya menanyakan nama Alvar,

“Mbak Dea ingat? Mbak Dea ingat bang Alvar?” tanya Dimas antusias.

“Memang dia siapa?” tanya Dea bingung melihat ekspresi adiknya yang tadinya terlihat senang saat ini berubah sedikit murung.

“Jadi mbak Dea belum ingat siapa bang Alvar?”

“Bang Alvar itu Danton disini mbak, dia yang nolong mbak Dea waktu kehujanan waktu itu. tapi bukannya kemarin mbak Dea ngobrol sama bang Alvar di depan rumah” jelas Dimas saat melihat kalau kakaknya itu benar-benar tidak ingat siap Alvar sebenarnya.

“Iya tapi mbak lupa namanya siapa, yang mbak ingat dia cuman Danton yang nolong mbak. Jadi dia yang namanya Alvar?”

“oh” Dimas sedikit kecewa mendengar yang dikatakan Dea barusan, dia pikir Dea akan mengingat Alvar tapi nyatanya tidak.

“Ya udah mbak, kalau gitu aku mau dinas dulu. nanti terserah mbak yang mau nemuin ayah atau nggak” tambah Dimas berpesan pada kakaknya.

“Ya udah nanti mba temuin ayah, mbak juga mau minta tolong buat anterin mbak ke Cafe yang kata kamu mbak pernah kerja disitu”

“Mbak Dea mau ngapain ke Cafe?”

“Aku mau mencoba mengingat sesuatu , kamu bener mbak nggak bisa gini terus. Makanya mbak berusaha mengingat siapa saja orang-orag yang pernah mbak kenal”

“Kalau gitu nanti aku suruh rekan aku buat nganterin mbak Dea ke cafe ya, mbak Dea lupa kan Cafenya dimana?”

“Iya, makasih ya dan maafin mbak yang nyusahin kamu”

“nggak kok mbak, aku sebagai adik nggak merasa mbak Dea nyusahin. Aku malah senang dengan mbak Dea yang mau berubah”

“Mbak aku berangkat dulu, mbak hati-hati di rumah. nanti langsung ke kantor ayah aja” ucap Dimas sambil memeluk sang kakak.

“iya” jawab Dea lirih.

.............................................

“Let, maaf nih kurang sopan. Saya mau kepo dong sama letting saya satu ini.” ucap Pian rekan Alvar yang se lettingan dengannya tapi dengan jabatan yang berbeda.

“kepo soal apa kamu yan, kalau nggak penting mending nggak usah tanya sama Letda Alvar percuma nggak dijawab” sahut Cakra yang baru saja duduk disebelah Alvar yang sedari tadi memang lebih banyak diam daripada Pian.

“Ngapain lagi kamu ke sini Cak, sok akrab.” Sungut Pian saat melihat rekannya yang baru datang itu.

“Ya harus akrab dong, kita kan sekarang satu tempat dinas. Meskipun dulu kita nggak akrab, sekarang setidaknya harus akrab” pungkas Cakra yang merupakan salah satu rekan Alvar dan Pian. Dia di Kodim menjabat sebagai Danunit.

“kamu mau tanya apa soal saya Pian?” tanya Alvar yang akhirnya membuka suaranya.

“aku penasaran setiap Danton mimpin pasukan waktu binsik pagi pasti berhenti sebentar didepan rumah dinas dandim. Ngapain ndan disitu, naksir sama anak dandim?” tanya Pian penasaran, karena setiap dia melihat Alvar berhenti sendiri di didepan rumah komandan mereka sedangkan yang lain sudah berlari mengitari kodim.

‘Nggak, saya nyantai aja di sana” jawab Alvar dengan asal.

Cakra dan Pian hanya saling lihat saja, seakan tak mempercayai jawaban singkat dari rekannya itu.

“Maaf mengganggu abang-abang semua, lapor saya diminta Dandim untuk memanggil bang Alvar” ucap seorang prajurit muda dengan pangkat Serda yang memberi hormat pada mereka.

“Ada apa Serda Juan?” tanya Alvar yang berbalik melihat pria bernama Juan yang tak lain ajudan dari dandim mereka.

“Itu bang dandim nyuruh saya buat manggil abang ke kantornya” tutur Juan.

“ya sudah saya ke sana” jawab Alvar yang mulai berdiri.

“Baru juga saya dateng, kamu sudah di suruh pergi.” Ucap cakra sambil menggelengkan kepalanya kecil. Padahal dia ingin mengobrol dengan Alvar dan juga Pian.

“Saya pergi dulu Pian, cakra” ucap Alvar sambil berdiri dan menepuk pelan pundak rekannya tersebut.

“Ya” jawab keduanya berbarengan

“mari bang” pamit Juan pada dua rekan Alvar yang duduk, dia langsung mengikuti Alvar yang berjalan lebih dulu untuk menemui Dandim mereka.

°°°

T.B.C

Terpopuler

Comments

Yayuk Didiet

Yayuk Didiet

Ada apa ya selanjutnya...???? lanjutttt.....

2022-02-15

0

naviah

naviah

semangat thor💪
saya sudah like+ favorit

2022-02-04

1

🌺 £€πD®@ m@£@¥u🌺

🌺 £€πD®@ m@£@¥u🌺

thorr,, ini novel baru atau lanjutan dr novel sblmnya,, ya kali ada novel sblmnya yg terlewati oleh akoh thorr,,, tp br bab 3 aja akoh udah tertarik kok thorr,, semangat ya up nya 💪😍

2022-02-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!