Ep 02

Pagi sudah menyapa burung-burung sudah berkicau begitu juga kegiatan di Kodim sudah dimulai terdengar langkah kaki beberapa orang yang berlari di luar disertai sorak sorai dari beberapa pria yang seakan membakar semangat mereka di pagi hari.

Dea yang masih tidur perlahan mengerjap kan matanya saat sura-suara itu masuk ke indra pendengarannya saat ini. dia perlahan duduk sambil melihat kearah jendela yang masih tertutup tirai, dia melihat ke fentilasi jendela sinar matahari sudah menyemburat masuk walaupun hanya secercah.

Cklek,

Perhatian Dea langsung teralih pada suara pintu yang terbuka, dia melihat seorang pria yang lebih muda darinya mengenakan seragam loreng. Pria itu Dimas adik kandungnya.

“Mbak sudah bangun, aku kira belum makanya mau aku bangunkan buat sarapan” ucap Dimas lirih sambil berjalan mendekat.

“Aku nggak lapar dim, kalau kamu mau sarapan duluan nggak pa-pa. Kamu harus berangkat dinas kan?” ucap Dea dan langsung menekuk lututnya memeluk lutut itu sambil memalingkan wajah dari Dimas.

Dimas bukannya menuruti ucapan sang kakak, dia malah berjalan untuk mendekati Dea. dia langsung mengambil duduk di depan kakaknya.

“Kak, ayo bangkit jangan begini. aku sama ayah sedih lihat mbak begini terus, ibu di sana juga pasti sedih lihat mbak Dea begini. bang Alvar kasian mbak lihat mbak begini, dia terlihat tersiksa sendiri?” ucap Dimas memegang tangan kakaknya.

Dea langsung mendongak melihat Dimas, dia mengernyitkan dahinya menatap adiknya tak mengerti.

“Alvar siapa?” tanya Dea tampak bingung.

Dimas langsung tersadar, dia keceplosan barusan, seharusnya dia tidak bicara begitu.

“Nggak mbak, salah bicara aku tadi. Udah ya mbak makan ya jangan sedih begini ikhlasin ibu mbak. Ibu sedih lihat mbak, mbak nggak kasihan sama aku sama ayah yang juga ikut sedih mbak Dea begini” ucap Dimas pada kakaknya.

“Ibu pasti benci sama aku kan dim, ibu benci kan. itu salah aku, lima buan lalu itu salah aku kan.” Dea mulai terisak saat menyadari sebuah kenyataan kalau ibunya sudah tiada akibat kecelakaan Lima bulan lalu dimana awal mulanya dia di rampok.

“Nggak mbak, itu bukan salah mbak. Itu sudah takdir dari Allah mbak. Mbak Dea jangan begini” ucap Dimas memeluk kakaknya erat mengusap bahunya dengan lembut

.......................................

Alvar sedang duduk dibawah pohon yang berada didekat lapangan, dia tidak sendiri tetapi ada beberapa rekannya yang ada disitu. tetapi dia duduk agak jauh dari yang lain, dia saat ini sedang berbicara dengan orang melalui ponselnya.

“Iya aku tahu bang, tapi kayaknya aku nggak bisa pulang ke Jakarta. Salamin buat ayah sama bunda ya” ucap Alvar yang sesekali menunduk merasa bingung dia harus apa.

“Tapi Var, si kembar ulang tahun. Terus bunda sama ayah mau ngerayain ulang tahun pernikahan mereka masa kamu nggak dateng”

“Kayaknya nggak bisa bang,”

“Ya nggak bisanya kenapa? Kamu cuti kan bentar lagi”

“Disini situasinya nggak memungkinkan aku tinggal bang, Dea nggak stabil bang, dia masih belum bisa nerima ibunya udah nggak ada” jelas Alvar pada kakaknya yang berada diseberang sana.

“Dia sudah diberitahu kalau ibunya nggak ada?”

“Sudah sebulan lalu, dan sebulan ini dia kayak orang depresi bang. Jadi aku nggak bisa ninggalin dia, aku mohon sama bang Azka tolong bisa ngertiin aku. nanti aku juga bicara sama ayah sama bunda kalau aku nggak bisa dateng. Aku minta maaf ya bang, dan selamat ya bang atas kehamilan Kinan” ucap Alvar memberi selamat pada kakaknya yang sebentar lagi menjadi seorang ayah.

“makasih var, kamu yang sabar ya, semoga Dea cepat sembuh dan cepat ingat sama kamu” ucap Azka.

“Iya bang Aamin. Bang kalau begitu sudah dulu ya, aku lagi tugas jadi pelatih Taruna baru disini”

“Ya sudah Abang matikan, Assalamualaikum” ucap Azka.

“Walaikumsalam” balas Azka dan langsung mematikan ponselnya setelah sambungan terputus. dia masukkan kembali ponselnya itu ke saku baju PDL miliknya.

Ia menghela nafas berat sambil melihat ke atas, ia merasa bersalah dengan ayah dan bundanya karena tidak bisa datang mau bagaimana lagi. Dia harus disini untuk memantau kondisi Dea kedepannya.

........................................

Sore hari Alvar berjalan kearah rumah dinasnya, dia sengaja mengambil jalan memutar karena ingin melihat Dea. seharian ini dia tidak melihat perempuan itu entah bagaimana kondisinya dia hanya mendengar kabar Dea melalui Dimas saja yang terus memberikan kabar padanya.

Langkahnya yang pelan itu perlahan mendekat kearah rumah yang sedikit besar dari rumah dinas yang lain. Rumah itu tampak terbuka pintunya membuat Alvar merasa penasaran saja melihat hal tersebut.

“kenapa pintunya terbuka? Apa Dimas di rumah?” batin Alvar sambil terus melihat kearah rumah itu.

Tanpa sengaja netra nya melihat Dea yang membawa penyiram bunga keluar dari rumah itu sehingga seketika menghentikan langkah pelan Alvar menjadi berhenti melihat perempuan didepannya.

“Nah begitu De, teruslah melakukan apa yang kamu inginkan” gumam Alvar menatap Dea yang tak menyadari dirinya tengah menatap pada perempuan tersebut.

Tanpa diduga Dea melihat kearah Alvar saat ini yang tengah menatap padanya, perempuan itu tampak terkejut saat melihat pria berseragam loreng yang semalam menghampiri dirinya. Melihat mata itu membuat jantungnya berdebar secara refleks ia memegangi Dadanya dia terasa tengah berbunga-bunga saat ini tapi ia tak mengerti perasaan apa yang hadir di dalam hatinya.

Dea perlahan menaruh tangki kecil untuk menyiram bunga di tempat dia berdiri, ia langsung menghampiri Alvar yang langsung memalingkan wajahnya seakan tidak melihat kearah Dea. ia berniat untuk pergi dari hadapan perempuan itu tapi ucapan perempuan tersebut menghentikannya.

“Tu.tunggu sebentar” ucap Dea membuat langkah Alvar berhenti.

“Iya ada apa?”

“A..aku ingin mengucapkan terimakasih padamu soal semalam”

“Sama-sama, kalau begitu saya pergi dulu” pamit Alvar pada Dea.

“Terimakasih karena telah menyadarkan ku sekali lagi tuan Danton,” ucap Dea lagi, dia sesekali menunduk saat Alvar melihat dirinya terus-terusan.

“Sudah kewajiban saya untuk mengingatkan” jawab Alvar, dia berusaha untuk bersikap baisa saja. Tapi aslinya dia senang mendengar hal itu dari mulut perempuan itu.

“kalau begitu saya menyiram tanaman dulu” pamit Dea yang pergi lebih dulu karena dia tidak bisa menahan rasa aneh yang tiba-tiba muncul saat ini. dia bingung rasa apa sebenarnya yang muncul di dalam hatinya kini.

Alvar mengangguk saja, dan dia langsung berlari kecil meninggalkan Dea yang sudah mulai menyiram tanamannya.

Sebenarnya Alvar tidak benar-benar pergi dia masih melihat sekilas kearah Dea yang juga sesekali melihat kearahnya.

“Syukurlah dia sudah bisa menerima kenyataan ini” lirih Alvar yang berjalan pergi.

°°°

T.B.C

Terpopuler

Comments

Yayuk Didiet

Yayuk Didiet

Dea belum bisa meneruma kenyataan ya thor kataknya... ya udah tak lanjutin aja ngebacanya....👍

2022-02-15

0

Gebreillha Pitono

Gebreillha Pitono

lo kok dea lupa ama suaminya apa dea lupa ingatan ya

2022-02-05

0

naviah

naviah

masih nyimak thor🥰

2022-02-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!