HUJAN, Beri Aku Cinta
"Enak kan kak?" Tanya Vina sambil menikmati semangkok bakso.
"Hem…" jawab Uno sambil menganggukkan kepalanya. Ia menjawab sekedarnya karena mulutnya yang kini tengah penuh dengan bakso yang sedang ia kunyah.
Vina dan Uno adalah pasangan suami istri. Setelah melakukan perjodohan dan menjalin perkenalan untuk saling mengerti selama tiga bulan. Akhirnya mereka sepakat untuk menjalin bahtera rumah tangga.
"Dingin-dingin gini emang paling enak dan pas makan bakso" tambah Uno.
Vina tersenyum. "Kamu bener kak. Sayang kita menikmatinya di dalam mobil."
Saat ini mereka menikmati bakso didalam mobil. Karena di kursi yang disediakan penjual bakso sudah penuh ditempati anak-anak yang menggunakan pakaian berwarna putih abu-abu.
Uno menuruti istrinya karena sejak kemari Vina ingin sekali menikmati bakso dimana ia pernah Sekolah Menengah Atas. Dari cerita yang didapat Uno dari sang istri, begitu banyak kenangan ketika ia menimba ilmu di sekolahan yang ada di depan mereka itu.
Uno selalu menuruti istrinya dengan apa yang tiba-tiba Vina mau. Siapa yang tahu kalau itu ngidam, kalau boleh berharap dari kata 'mungkin saja'.
Karena Uno berharap segera kehadiran malaikat kecil yang akan meramaikan istana kecil mereka. Vina dan Uno sudah menikah selama dua tahun namun mereka belum di berikan kepercayaan untuk memiliki seorang anak dari sang pencipta.
Bakso mereka sudah nampak tandas namun salah satu dari mereka masih enggan untuk keluar mengembalikan mangkuk yang telah kosong itu.
"Semua yang ada disini begitu banyak kenangan yang belum bisa terlupakan" tutur Vina. Ia nampak menerawang seolah ia tengah menyelami masa-masa indah itu.
"Apa kamu punya pacar saat sekolah disini?" Tanya Uno tiba-tiba kepo. Ia juga penasaran karena selama ini Vina hanya menceritakan sahabatnya saja.
Mana mungkin dengan sorot mata Vina yang Nampak berbinar namun penuh rasa rindu dan cinta itu merindukan sahabatnya yang jelas selalu berkomunikasi dengannya.
Vina terkesiap mendengar pertanyaan Uno. Ia nampak menghela nafas dan mengatur suaranya agar tetap normal seperti biasanya.
"Aku sama Sari kan sangat dekat kak. Cuma dia satu-satunya sahabat aku yang bisa ngertiin aku" jelas Vina lugas.
Uno nampak menganggukkan kepalanya meskipun ia merasa ganjil dengan pikirannya sendiri karena seperti ada yang di sembunyikan Vina.
Namun Arjuno mencoba percaya dan menampik jawaban yang tak memuaskan hatinya. Ia yakin bahwa suatu saat nanti Vina akan menceritakan kisah masa lalunya namun meski Vina nantinya tetap diam ia akan memilih tetap diam juga memendam rasa penasarannya.
Vina nampak melamun seolah tengah menghitung berapa air hujan yang terus saja turun membasahi bumi. Membawa seluruh kisah masa lalunya yang hingga kini tak mampu ia lupakan tak mampu ia abaikan.
Sedangkan Uno menatap lurus ke depan, melihat bangunan sekolahan yang sederhana itu.
Uno melihat seorang siswi tengah berdiri di depan gerbang sekolah. Ia menggunakan payung untuk melindungi tubuhnya dari air hujan.
Tak lama kemudian ia melihat seorang lelaki yang mengayuh sepeda tuanya. Ia menggunakan pelindung tubuh berbahan plastik yang sudah dapat di tebak harganya murah.
Setelah lelaki itu turun dari sepeda, anaknya pun langsung mencium punggung tangannya. Ya, kemungkinan lelaki itu adalah bapak anak perempuan itu.
Lelaki itu nampak mengambil sesuatu dari balik pelindung tubuhnya. Lalu memakaikan pelindung tubuh yang nampak lebih wajar di gunakan.
Sepasang atasan dan bawahan anti air. Setelah anak itu menggunakan dengan benar, ia pun langsung naik di bagian belakang. Lalu bapaknya pun mengayuh sepeda tua itu yang sudah pasti tujuan mereka pulang kerumahnya.
Uno nampak menyungging senyum melihat kasih sayang bapak pada anaknya itu. Ia jadi berandai-andai jika saja ia besar dengan orang tua lengkap. Mungkinkah ia akan mendapatkan kasih sayang seperti anak perempuan tadi.
"Aku akan menjaga anak ku jika suatu saat nanti Engkau karunia kami malaikat kecil dan aku akan memohon pada mu untuk memanjangkan umur ku agar aku bisa menua menyaksikan anakku tumbuh dengan penuh kasih sayangku dan istriku" batin Uno.
Ayah Uno telah meninggal dunia saat ia masih berusia 2 tahun sedang ibunya telah meninggal 3 tahun lalu setelah usaha kuliner mereka sudah berkembang dengan sangat pesat.
Dan selama itu pula Uno selalu bekerja keras hingga kini bisa membuka restoran yang sedang berkembang sangat pesat.
"Aku bayar dulu baksonya Vin" ucap Uno setelah menumpuk dua mangkok menjadi satu dan dua gelas bekas jeruk hangat.
Vina hanya mengangguk karena ia baru menyadari jika ia baru saja menyelami kenangan yang sangat indah.
Uno keluar dari mobil dan langsung menuju penjual bakso. Ia tidak membutuhkan payung karena hujan sudah reda dan langit pun sudah tidak semendung tadi. Setelah membayar, Uno langsung masuk kembali ke dalam mobil.
"Apa ada tempat lagi yang ingin kamu tuju?"
"Nggak ada kak. Kita pulang saja"
Setelah mendapat jawaban sang istri, Uno pun langsung menghidupkan mobilnya lalu menjalankan mobil meninggalkan area sekolahan yang selalu membuat rindu bagi Vina.
.
.
.
Setelah sampai didepan rumahnya. Zantisya langsung meminta kunci rumah pada bapaknya dan segera membuka pintu rumah mereka.
Rumah yang sangat sederhana jauh dari kata mewah. Namun dirumah itulah Zantisya dibesarkan seorang diri oleh sang ayah setelah ibunya meninggal saat usia Zantisya 10 tahun.
Bapak Zantisya pernah menikah lagi saat ia baru masuk Sekolah Menengah Atas. Namun sepertinya nasib tidak berpihak pada keluarganya, karena usia pernikahan bapaknya hanya berjalan kurang dari satu tahun.
Ibu tiri Zantisya pergi dengan sejumlah uang setelah menggadaikan sertifikat tanah milik bapaknya. Dan kini, bapaknya harus membanting tulang mencari uang untuk mencicil sertifikat tanah beserta dengan bunganya.
Zantisya yang sungguh tidak tega melihat Bapaknya bekerja sendiri. Akhirnya ia pun ikut bekerja pada tetangganya yang membuka jasa catering setiap hari minggu. Dan ia juga menerima jasa setrika baju.
Awalnya, bapaknya melarang keras anaknya ikut bersusah payah mencari uang di usianya yang seharusnya harus fokus belajar. Namun akhirnya bapak Zantisya mendukung apapun yang di lakukan Zantisya selama sekolah tetap menjadi prioritasnya.
"Bapak harusnya tadi nggak usah jemput Tisya" ucap Zantisya sambil membaluri punggung bapaknya dengan balsam, karena sejak tadi bapaknya bersin terus.
Zantisya mewajarkan jika badan bapaknya itu mudah sakit apa lagi saat musim hujan seperti ini. Yang utama lagi adalah faktor u. Tahu dong pastinya.
"kalau bapak nggak jemput mau sampai rumah jam berapa nak?" ucapnya lalu menyesap teh hangat yang tadi di buatkan Zantisya.
"Biasanya juga Tisya jalan pak. Tadi Tisya nggak langsung cepet pulang karena hujannya deres banget" jelasnya.
Setiap hari Zantisya ke sekolah hanya berjalan kaki. Jarak rumah dan sekolahan memakan waktu sepuluh menit berjalan kaki.
Bersambung...
Terimakasih yang sudah mampir 😊 mohon tinggalkan jejak ya 🥰 bisa like dan komennya 😀 jangan lupa tab favorit juga ya
Follow aku author juga ya ❤️❤️❤️
yang belum membaca NISSA jangan lupa mampir juga ya🥰😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
erinatan
maaf Thor aku mlh bacanya dari Zen dulu trs Nissa nah sekarang tisya kebalik ya yg seharusnya didahuluin mlh dibelakang in😁😁
2025-02-22
0
Lisandria Zanetti
nyimak dulu
2023-06-18
1
Qaisaa Nazarudin
Mampir thor,,
2023-02-26
0