Sudah satu tahun kematian Vina dan Adit. Sore ini, langit nampak sendu hujan pun terus turun dari langit. Setelah memarkirkan mobil Uno segera mengambil payung dan langsung keluar dari mobil dan melangkah menuju makam Vina. Hujan semakin lebat tidak menyurutkan niatnya untuk ziarah. Payung berwarna hitam bercorak bunga sakura, payung yang satu tahun lalu di berikan gadis kecil saat ia meratapi didua pusaran sekaligus. Payung itu masih ia jaga dan akan ia kembalikan jika suatu saat nanti ia bertemu dengan gadis itu.
Setelah membaca doa, Uno langsung menaburkan bunga di kedua kuburan itu. Kedua kuburan itu sudah ada bunga yang masih nampak segar, sudah di pastikan Rani sudah lebih dulu datang kesini.
"Vin… aku mencoba berdamai dengan semuanya. Aku ingin melanjutkan hidup ku. Aku juga ingin bahagia dengan orang yang mencintai aku meski bukan saat ini aku berharap suatu saat nanti aku bertemu dengan orang itu. Aku sudah ikhlas, semoga kamu bahagia di surga" lirih Uno sambil mengusap batu nisan istrinya.
Uno kemudian berbalik melihat batu nisan Adit. "Aku sudah semampu ku menjalankan perusahaan mu dan menjaga anak dan istri mu dengan cara ku sendiri. lihatlah kebahagiaan mereka dari sana, istri mu hebat bisa sekuat dan setegar itu” lirih Uno lagi.
Uno berjalan perlahan hendak keluar dari area pemakaman. Namun langkahnya terhenti kala melihat seorang perempuan menangis diatas pusaran. Uno ingin acuh namun ia malah melangkah menuju perempuan yang tubuhnya basah kuyup. Semakin dekat langkah Uno semakin jelas juga suara tangisnya. Tak terasa hati Uno ikut merasa pedih mendengar tangisannya.
Saat payung yang digenggam Uno ikut menutupi tubuh perempuan yang sedang bersimpuh diatas pusaran. Perempuan itu mendongak menatap Uno. Mereka bertemu pandang mata mereka melebar seolah saling mengenal, meskipun hanya pertemuan singkat satu tahun lalu.
"Mas…" lirih Zantisya, ia pun langsung berdiri. Matanya nampak sembab dan memerah entah berapa lama ia menangis.
"Hai dek" hanya kata 'dek' yang Uno ucapkan untuk sebuah panggilan karena memang mereka belum saling mengenal. "Makam siapa ini?" tanya Uno. Rasa penasarannya tiba-tiba mendorongnya untuk bertanya.
"Bapak saya mas" lirihnya. Saat itu meski tidak bertegur sapa namun Uno yakin yang di makam saat itu pasti bapak gadis dihadapan Uno.
"Innalillahi wainnailaihi raajiun, saya ikut berduka cita” Zantisya nampak mengangguk. "Kapan bapak meninggalnya?"
"Satu minggu yang lalu" lirihnya.
Uno ingin sekali bertanya banyak namun ia juga tidak enak hati karena mereka baru bertemu untuk kedua kalinya. Sudah pasti mereka tidak mempunya kedekatan. Belum lagi saat ini mereka berada diarea pemakaman dan hujan semakin lebat.
"Hujan makin deres dek, saya antar pulang ya?" tawar Uno. Zantisya tidak menjawab namun ia mengangguk. "Pegang dulu" ucap Uno sambil memberikan gagang payung. Zantisya pun langsung menerimanya.
Uno yang sejak tadi melihat gadis berhijab putih itu basak kuyub membuat bajunya membentuk tubuhnya yang mungil. Ia langsung membuka jasnya. "Pakai ini" perintah Uno sambil menyodorkan jas yang ia pegang.
Zantisya menggeleng. "Nggak usah mas, nanti jasnya jadi basah dan kotor" tolaknya.
"Nggak apa. Yang penting badan kamu tertutup dengan benar" Zantisya melihat tubuhnya yang basah. "Maaf saya nggak bermaksud apa-apa" ucap Uno. Ia juga takut di anggap pria mesum karena ucapannya sendiri. Uno mengambil payung yang digenggam Zantisya.
Zantisya mengambil jas yang ada di tangan uno. "Terimakasih ya mas" ucapnya tersenyum manis. Lalu memaki jas untuk menutupi tubuhnya.
Untuk beberapa detik uno terhipnotis oleh senyuman Zantisya. Saat sadar ia langsung mengusap wajahnya dengan telapak tangan.
"Ayo ku antar pulang" ajak Uno.
Uno mengikuti petunjuk arah yang di beritahukan Zantisya. Sampai mereka berhenti didepan sebuah gang.
"Berhenti disini saja mas, maaf saya nggak bisa ajak mas mampir karena saya dirumah sendiri" lirihnya.
Uno paham akan hal itu. "Nggak apa-apa. Yang kuat ya, harus sabar”
Zantisya mengangguk. "Terimakasih ya mas” ia tersenyum lagi pada Uno, namun kini matanya terdapat sedikit bahagia atau entah apa.
Uno mengangguk. "Sama-sama. Ini payung kamu dek, saya kembalikan" Uno mengulurkan payung yang tadi mereka pakai jalan berdua menuju mobil.
"Mas" panggil zantisya lirih.
"Iya"
"Saya dan mas memang nggak saling kenal tapi apa boleh saya meminta sesuatu?" lirihnya sedikit takut. Bukan takut tapi lebih nggak enak hati karena meminta sesuatu pada orang yang jelas mereka tak saling mengenal.
"Minta apa dek?" tanya Uno ramah. Ia tidak ingin gadis di depannya itu merasa tidak nyaman.
"Apa boleh jas ini saya bawa. Akan saya kembalikan jika kita bertemu lagi” pintanya.
Uno mengangguk dan setelah itu Zantisya tersenyum lagi membuat Uno terhipnotis untuk beberapa detik. "Kalau kita nggak ketemu lagi jas ini buat kamu dek”
"Terimakasih mas, kalau begitu saya pulang”
"Ini payung kamu dek" ucap Uno saat Zantisya membuka pintu mobil.
"Buat mas aja. Assalamualaikum”
"Waalaikum salam”
Setelah Uno sudah tidak melihat tubuh mungil itu berlarian menerjang hujan, ia pun langsung melajukan mobilnya untuk segera pulang ke rumah.
.
.
.
"Selamat malam bu” sapa Devi setelah dipersilahkan masuk oleh asisten rumah tangga Rani dan langsung di persilahkan menuju ruang kerja.
"Malam" ucap Rani. "Sayang, mama ada urusan sama tante Devi, Radit ke kamar ya” pinta Rani lembut.
"Iya ma" ucap Radit yang langsung berlari menuju lantai dua.
"Hati-hati Dit, jangan lari"teriak Rani.
"Iya ma…”teriak Radit menjawab. Namun ia tetap berlarian menaiki tangga.
"Mana yang harus saya tanda tangani" ucap Rani.
Devi pun langsung memberikan seluruh berkas yang tadi dipinta Uno untuk ia bawa kesini. Ia membiarkan Rani membaca berkas dan ditanda tanganinya juga hingga memakan waktu kurang lebih satu jam.
"Ada lagi?" tanya Rani setelah memberikan semua berkas yang telah rampung.
"Tidak ada lagi bu”
Rani nampak menghela nafas berat. Selama Uno membantunya menjalankan perusahaan ia sama sekali tidak pernah bertemu dengan lelaki itu yang diam-diam menyentuh hatinya entah sejak kapan. Terkadang Rani bersembunyi untuk sekedar melihat Uno. Ia sendiri bingung dengan dirinya sendiri hingga secepat itu berpaling hati dari Adit.
"Apa dia masih tetap tidak mau menemui ku?” tanya Rani lirih.
"Jawabanya masih sama bu" jawab Devi.
"Apa dia masih tetap sendiri?”
"Sepertinya bu, karena selama yang saya tau pak Arjuno tidak pernah memiliki kedekatan dengan siapapun” terang Devi. "Begitu juga dengan mata-mata yang selalu mengikuti pak Arjuno" tambahnya.
"Apa sesulit itu dia move on. Kapan Dev dia membuka hati”
"Saya rasa kalau ibu berdiam diri begini tidak akan pernah ada perubahan dan kemajuan bu, mungkin ibu sudah mulai bergerak terang-terangan" usul Devi. "Caranya move on bukan kah dengan membuka hati bu, siapa tau dengan ibu lebih memberanikan diri pak Arjuno dengan perlahan tertarik pada ibu" tambah Devi.
"Kamu benar…”ucap Rani. Ia nampak menyungging senyum dan tengah memikirkan sesuatu. "Aku nggak bisa kehilangan lelaki setia seperti Uno".
Bersambung...
Visual tokoh utamanya 😊
Zantisya Kemala
Zantisya Kemala ini karakternya pendiam, perhatian, tulus, menerima, lembut dan sabar pintar memendam perasaan dan masalahnya.
Arjuno Andrewiyoko
Arjuno Andrewiyoko itu karakternya adalah orang yang sangat tulus menyayangi seseorang, setia udah pasti, pekerjaan keras, pokoknya paket komplit karakter dia ini ya😊 tapi kasian banget nggak sih dia seganteng ini aja diselingkuhi sama Vina😓
Yang kurang cocok sama visualnya silahkan berimajinasi ya 😘 menghalu itu emang dunia kita geesss😀❤️
Yang mengikuti kisah Zantisya dan Arjuno mohon tinggalkan jejak ya sayang kesayangan 💋 kasih like dan komennya boleh banget👍 dikasih vote dan hadiah pun uuuhhh sungguh tidak menolak 😘😘😘
good night all 😌
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Lisandria Zanetti
baru ngeh kalo Uno itu Arjuno
2023-06-18
0
Qaisaa Nazarudin
Satu kata buat Tisya CANTIK😍😍😍
2023-02-26
0
Ika Rizka
menarik
2022-12-03
0