Chapter 6: The Unspoken

Blake menatap Jose cermat, bisa membaca apa maksud lelaki itu. Memang benar bahwa Lucy bisa membedakan apakah seseorang berkata bohong atau jujur. Jika berkonsentrasi penuh, gadis itu akan menangkap denging samar di kepalanya selagi seseorang bicara; bunyi yang hanya muncul di atas suara seseorang yang berbohong.

Kemampuan Lucy adalah kartu as Blake dalam segala perundingan. Lucy biasa membuat tanda, memberi tahu apakah lawan bicara mereka berbohong atau tidak, dan Blake mengatur langkah berdasar informasi tersebut.

Jika Jose cukup cerdas untuk menangkap isyarat samar yang dibuat oleh Lucy, lelaki itu juga pasti punya maksud lain dari sikap pura-pura bodohnya sejak awal.

“Apa yang Anda tahu soal Relik Hantu?” Blake menyelidik.

“Bahwa kau diminta untuk membawa relik-relik kuno ke dalam lelang bawah tanah?” Jose tersenyum. “Abysmal punya banyak anggota, tersebar hampir di separuh Redstone. Mudah bagi kalian menyembunyikan dan memindahkan barang kecil semacam itu ke mana-mana. Tapi kalau aku jadi kau, tawaran itu akan kutolak. Bahayanya tidak sepadan.”

Blake masih mempertahankan senyum samar. “Terima kasih atas sarannya, tapi saya tidak datang untuk konsultasi pekerjaan, Sir. Jika Anda tidak pernah mendengar nama Devon, saya benar-benar mohon maaf sudah mengganggu.” Ia menepuk singkat lengan Lucy. “Devon adalah kakak Lucy, sekaligus rekan saya. Terakhir kali, Lucy melihat Anda bersama dengan Devon. Tapi itu pasti hanya salah lihat.”

“Senang kita bisa saling memahami.” Jose membuka kedua tangannya dengan gestur penuh penerimaan. “Apa ada lagi yang bisa kubantu?”

Blake menggeleng, lalu berpamitan dengan sopan. Lucy kelihatan keberatan, tapi gadis itu mengikuti Blake tanpa memberi komentar apa pun.

Begitu sampai di luar gerbang manor barulah Lucy kembali bersuara. “Dia bohong soal tidak mengenal Devon, tapi dia memang tidak menyekapnya.”

Blake menoleh ke belakang, melihat pelayan yang mengantar mereka sudah beranjak jauh. Ia memakai kembali topi pet hitamnya. “Ya, dia tetap bersikeras tidak mengenalnya meski sudah menebak bahwa kau tahu dia bohong untuk satu tujuan.”

“Apa?”

Aroma kacang rebus dan kentang goreng merebak begitu keduanya menjejak jalan utama di Redstone. Blake menggamit lengan Lucy, menjaganya agar tak terpisah di tengah keramaian manusia yang lalu lalang. “Kita curiga padanya karena Devon menghilang di Jalan Emas. Kita di Jalan Emas karena mengintai keretanya. Dengan pura-pura bodoh, dia mau menjebak kita untuk mendesaknya, supaya kita bisa membeberkan kenapa dia dicurigai—yang sama saja mengakui bahwa kita berniat merampok emasnya."

“Tapi dukat emas itu kan bohong!”

“Memang. Tapi bukan itu masalahnya."

Devon menghilang sejak kemarin. Ketika ia dan Lucy beranjak pergi melewati Jalan Emas, Blake yakin Devon masih ada di belakang mereka. Namun setelah beberapa meter berjalan, ia tidak lagi merasakan hawa keberadaan Devon. Mendadak, lelaki itu lenyap.

Ia dan Lucy segera berbalik untuk memastikan, mencari, tapi Devon tidak ada. Meski menunggu semalaman, Devon juga tidak pulang. Lelaki itu seperti ditelan bumi.

Lucy ngotot menduga bahwa Jose dengan suatu cara menahan Devon. Blake sudah menyanggah asumsi itu. Tidak ada alasan bagi Jose untuk menahan Devon, lagi pula tidak ada petunjuk ke sana. Namun Lucy tidak mau tahu. Ia berniat pergi sendiri pagi ini untuk menanyai Jose dan mendengar kebenaran langsung dari mulutnya.

Kemampuan Lucy adalah senjata. Sayang, gadis itu seringkali terlalu bergantung pada telinganya dan gagal bersiasat. Jose tidak mungkin mau menemui Lucy yang bukan siapa-siapa. Karena itulah Blake menemani.

“Sebentar.” Lucy menghentikan langkah di tepi jalan. Matanya menatap sekitar untuk memastikan tidak ada orang di sekitar mereka yang bisa mencuri dengar. “Jadi Lord Redstone memancing Devon. Lalu Devon menghilang. Lalu dia pura-pura tidak mengenalnya karena ingin membuat kita kepeleset bicara? Untuk apa serumit itu?”

“Ini cuma permainan, Luce.” Blake mengibaskan tangan dengan tak sabar. “Kita semua berpura-pura. Dia pura-pura tidak mengenal kita, kita pura-pura tidak pernah mencoba merampoknya. Kita punya alasan untuk pura-pura, tapi kau tahu bagaimana dengan dia? Semua kembali ke tujuan awal kenapa dia memancing Devon dengan omong kosong soal dukat emas itu.”

“Apa tujuannya?” Lucy tak mengerti.

“Pamer kekuatan,” tukas Blake dingin. “Dia tahu Devon akan melapor padaku. Yang diinginkannya adalah menunjukkan bahwa dia bisa menghancurkan kita kapan saja dia mau dan menyuruh kita menjauhinya. Itu yang dilakukannya sejak dia datang ke Redstone: pamer.”

Lucy mengerutkan kening. “Lalu bagaimana dengan Devon? Jika Lord Redstone memang tidak menahannya, dia di mana?”

Blake menghela napas. “Kita akan menemukannya.” Harus, tambahnya dalam hati. “Orang tidak mungkin raib tanpa jejak. Pasti selalu ada petunjuk.”

***

Jose menoleh ke belakang pundaknya dan memanggil, "Mary, kau di sana, kan?"

Hening beberapa saat. Kemudian kepala berambut cokelat itu melongok ke dalam dari bukaan pintu. Senyum malu-malu mengembang tipis di bibirnya. "Sejak kapan tahu aku di sini?"

"Barusan. Kau dengar semuanya?"

"Aku tidak bermaksud menguping," kata Maria sambil berjalan mendekat. Wajahnya tampak menyesal. "Aku cuma penasaran bagaimana wajah mereka, tapi mereka keburu pamit. Makanya aku tidak sempat menunjukkan diri."

"Ini kan rumahmu," sahut Jose heran. "Tentu saja kau berhak tahu apa pun yang terjadi di sini. Tidak usah merasa bersalah." Ia menepuk tempat di sisinya, meminta Maria duduk.

"Apa itu Relik Hantu? Lagi-lagi kita bermasalah dengan hantu?"

Jose tertawa. "Namanya memang Relik Hantu, tapi tidak ada hubungannya dengan hantu sungguhan. Disebut begitu karena relik-relik tersebut diambil dari kuburan orang mati. Perampokan makam."

"Makam siapa?"

"Raja-raja lama, kuburan mereka dibongkar dan dirampok. Redstone adalah sarang tukang tadah dan lelang gelap." Jose merenung, memikirkan harus dari mana membereskan semua masalah. "Abysmal adalah salah satu roda penggeraknya. Tadinya aku ingin membekuk Mr. Krücher dengan memancingnya menggunakan info dukat emas. Tapi Devon keburu hilang. Mungkin karena itu umpannya tidak dimakan."

"Kau ingin merekrut Blake, tapi kau juga ingin menghancurkan sindikat kecilnya. Itu agak ... bertentangan, kan?"

"Tentu saja tidak. Aku ingin otak Mr. Krücher, karismanya, bukan geng parasitnya."

Maria memperhatikan Jose lama-lama. "Soal gadis yang barusan, dia memang bisa membaca pikiranmu?"

Jose memikirkan Lucy selama beberapa detik. Ekspresinya, kekagetan gadis itu, reaksinya. "Yang jelas dia memang bisa tahu apakah aku sedang bohong atau tidak. Entah bagaimana caranya. Mungkin aku lengah."

"Lalu soal Devon? Kau tidak mau mencarinya?"

"Yah, aku sudah menawarkan bantuan, tapi mereka menolak. Posisi tawarku akan rendah kalau aku menunjukkan ketertarikan untuk membantu mereka. Kita lihat saja bagaimana selanjutnya." Ia menepuk singkat lengan Maria, menenggelamkan jemari lembut itu dalam genggaman. "Nanti malam mau jalan-jalan?"

"Bersamamu?" Maria melengkungkan satu alisnya tinggi-tinggi. "Tentu. Jalan-jalan dalam rangka apa?"

Jose tersenyum simpul. "Berburu."

***

Terpopuler

Comments

Hana Rita ☘

Hana Rita ☘

blake di imajinasiku mirip2 sama luke 😅

2020-06-19

0

Sri Handayani

Sri Handayani

baca sekali lg dri awal.msh setia tgu in up nya..

2020-06-08

0

Suratna Yati

Suratna Yati

thor di tunggu upp nya

2020-04-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!