Chapter 4: Jose

"Boris sudah kembali, Tuan," lapor Edwin pagi itu ketika Jose pulang ke manornya di Redstone.

Boris adalah salah satu pekerja utama Jose, pembidas. Pria itu besar dan kekar, dengan tubuh hampir mencapai dua meter. Tugasnya adalah mengepalai kelompok pekerja kasar yang melayaninya di Redstone. Kemarin sore ia memerintahkan pria itu melintasi Jalan Emas membawa pasukan dalam kereta barang sebagai umpan.

"Biar kutebak, dia kembali tanpa hasil?"

"Benar Tuan, sepertinya buruan Tuan jauh lebih berhati-hati."

"Sayang sekali, tapi memang akan membosankan kalau mereka semudah itu ditangkap." Jose membiarkan Edwin membantunya melepas mantel meski sebenarnya lebih suka melakukannya sendiri. Kepala pelayannya itu selalu memberi tatapan kecewa setiap kali ia mencoba melakukan sendiri hal-hal remeh semacam menyisir rambut atau mengenakan mantel. Menurut Jose, ia hanya melakukan hal yang biasa, tapi Edwin merasa tidak dipercaya melayani. Sejak itu Jose berusaha membiarkan hal remeh ditangani pelayan, kecuali saat ia sedang tergesa. Edwin sudah bekerja untuk keluarga Argent sejak dua puluh tahun yang lalu. Saat ini usianya empat puluhan, tapi Edwin jauh lebih sigap dan tangkas dari semua pelayan dijadikan satu. Kepala pelayannya itu tidak pernah lalai bahkan meski Jose membuat keputusan tiba-tiba atau harus bergegas.

"Ah, nanti Mr. Decker akan datang untuk makan siang," kata Jose. Matanya diedarkan ke sekitar, mencari Maria. "Dia juga akan menginap, jadi siapkan tempat."

"Tentu, Tuan. Nyonya ada di kamarnya." Edwin diam sebentar, lalu menambahkan, "Tuan akan sarapan di bawah atau di kamar?"

"Di kamar, bersama Mary. Bawakan saja ke kamarnya."

"Nyonya pasti sangat senang."

Aku juga senang, sahut Jose dalam hati. Ia berjalan naik ke lantai dua. Maria tidak menyambutnya di bawah, kemungkinannya hanya dua: istrinya itu masih merajuk atau masih tidur. Mana pun yang benar akan terlihat menghibur bagi Jose, jadi ia tidak keberatan.

Kedua tebakannya salah. Maria sedang meminyaki pistol kesayangannya ketika Jose sampai. Wanita itu mengenakan gaun satin yang sewarna dengan matanya, duduk di meja baca dengan kepala tertunduk, begitu tekun hingga tidak menyadari Jose sudah berada semeter di dekatnya, memperhatikan dalam diam.

Di bawah curahan sinar matahari, Maria benar-benar kelihatan seperti sosok yang keluar dari buku dongeng, seperti malaikat atau peri bersayap yang melayang di padang bunga. Atau mungkin seperti dewi, karena para dewi dalam mitologi selalu digambarkan cantik dan kuat. Kulit beningnya yang seputih susu, rambut emas madunya yang terurai panjang sampai punggung, mata birunya yang dihiasi rimbunan bulu mata segelap alisnya, semua itu membuat Maria seolah turun dari tempat lain yang bukan di dunia ini. Andai saat ini tidak sedang menggosok kumpulan jelaga mesiu dari laras pistol, Maria pasti benar-benar kelihatan seperti malaikat dalam lukisan.

Maria meniup lembut bagian dalam larasnya, tersentak kaget ketika melihat Jose ada di ujung lain silinder. "Jose?" Senyum gembira mengembang di bibirnya.

"Selamat pagi, Mary." Jose tersenyum geli melihat bagaimana Maria meletakkan laras pistol dengan hati-hati ke atas meja baca, membersihkan jari-jarinya dengan lap bersih, baru kemudian berlari memeluknya. Aroma minyak laras dan wangi bunga bercampur dalam cara yang aneh, tapi membangkitkan gairah. "Kupikir kau masih tidur."

"Mana mungkin! Sejak kapan kau datang? Kenapa tidak ada yang memberitahuku? Jam berapa sekarang?"

"Aku memang pulang tanpa pemberitahuan. Kurasa hanya Edwin yang tahu. Kau sedang fokus, jadi aku tidak mau mengganggu."

Maria melepas pelukan dan meninjunya ringan di dada. "Harusnya kau memanggilku dari tadi, bukan malah diam saja di situ. Menyeramkan, tahu!"

"Memangnya kau takut?"

"Nanti aku coba diam dan mengamati dengan intens saat kau sedang bekerja, biar kau tahu rasanya."

Jose tertawa. Ia menarik tangan Maria dan mencucinya di basin yang sudah disediakan oleh pelayan.

"Aku bisa sendiri," kata Maria dengan pipi merona, tapi tidak menarik tangannya bahkan sampai Jose mengeringkannya dengan handuk. Jemari itu putih dan lentik. Maria masih selalu saja merona dan tersipu setiap mereka melakukan kontak fisik setelah beberapa lama terpisah, hal yang justru menggemaskan bagi Jose.

Ia tidak sempat menggoda istrinya terlalu lama karena pelayan kemudian datang membawakan sarapan dan menatanya di atas meja bulat rendah di atas karpet bulu putih lebar. Mereka biasa makan di sana, beralas bantal duduk lembut. Maria sudah mulai terbiasa lagi dengan kehadirannya dan tidak akan semudah itu dibuat tersipu seperti beberapa menit lalu.

"Siang nanti Hubbert Decker akan datang," Jose memberi tahu setelah sarapan mereka sudah siap. Keduanya duduk bersisian, tapi tubuh mereka menghadap satu sama lain ketika makan.

"Kau akan pergi bersamanya?"

"Tidak. Aku cuma mengajaknya makan siang. Dia sedang mencari berita di Nordem dan kebetulan lewat." Jose mengedikkan bahu dan menelan potongan kentangnya. "Tidak baik jalan-jalan melewati Redstone di malam hari, jadi aku memintanya bermalam di sini."

Maria mengangguk kecil. Ia menelan sarapannya dan menyesap seteguk teh. "Kau bolak-balik banyak tempat sendirian sejak pertama di sini," katanya. "Kenapa tidak mencari orang untukmu? Seperti Paman Marco punya Dokter Rolan sebagai tangan kanan."

"Aku punya Luke," Jose menyebut nama salah satu kawan karibnya. Lucas Clearwater adalah seorang count, tetapi pria itu bersumpah setia padanya dan sudah menjadi orang kepercayaannya sejak dulu. Di samping itu, ia juga punya dua orang lain sebagai pengawal kepercayaan. "Juga Hugo dan Tom."

Maria terkekeh. "Tentu saja mereka akan datang kapan pun kau memanggil mereka, di mana pun kau berada. Tapi mereka punya countdom sendiri, karena itu kau jarang memanggil kecuali untuk urusan besar." Ia mengangkat sendok ke arah Jose, memberinya satu suap puding untuk pencuci mulut. "Sementara kau butuh orang di Redstone," lanjutnya. "Orang yang bisa kau andalkan untuk pergi ke sana-sini menggantikanmu, yang cukup cerdas untuk memahami maksudmu."

"Aku punya Graham."

Maria tertawa lagi. Suaranya terdengar seperti musik di telinga Jose. "Graham? Dia pengepul informasi untukmu. Kau mempekerjakannya. Tapi memangnya kau percaya padanya? Tidak, Tuan Argent. Kurasa tidak."

"Jadi, siapa yang pantas kupercaya, Nyonya Argent?" balas Jose dengan senyum simpul. Ia mencondongkan tubuhnya mendekat, menikmati ekspresi kaget dan rikuh istrinya. "Aku ingin dengar apa pendapatmu."

"Kau sudah punya jawabanmu sendiri. Memangnya kenapa lagi kau mengejar Abysmal?"

Jose menaikkan sebelah alisnya. "Apa?"

"Kau ingin orang itu, kan?" Maria bertanya heran. "Blake Krücher. Karena itu kau mengumpulkan banyak informasi tentangnya."

Senyum Jose membeku. Ia memang tidak menyimpan rahasia dari Maria, tapi ia juga tidak pernah menceritakan ketertarikannya pada Blake. Jose tidak pernah bercerita pada siapa pun soal keinginannya ini karena belum memastikan apakah ia benar-benar ingin merekrut Blake atau tidak. "Memangnya aku pernah bilang ingin mempekerjakannya?"

"Seingatku tidak."

"Lalu bagaimana kau bisa tahu?"

"Aku bukan pajangan dalam lemari kaca, Jose," Maria memperingatkan. Kali ini suaranya yang manis terdengar lebih tegas. "Aku istrimu. Tentu saja aku tahu apa yang kau pikirkan."

"Kalau begitu harusnya kau tahu kemarin malam aku bilang 'hanya' bukan dengan maksud meremehkan perasaanmu," Jose segera mengambil kesempatan untuk memberi klarifikasi, meninggalkan diskusi soal tangan kanan. "Kalau kau sakit, itu kan gawat, dan kita harus segera memanggil dokter. Tapi kalau kau hanya kangen padaku, aku bisa mengatasinya. Itu jauh lebih kecil tingkat gawatnya dibanding kalau kau terluka."

Maria merapikan peralatan makannya di atas meja dan melempar tatapan tajam. "Kau bisa mengatasinya. Tapi apa kau melakukan sesuatu kemarin? Tidak, kan?"

Karena kalau aku memelukmu kemarin, aku tidak akan sanggup melepaskanmu lagi, padahal banyak yang harus kulakukan. Jose menyandarkan pipi pada kepalan tangannya dan meringis. "Karena kau lucu kalau sedang marah."

"Kau akan melihatku jadi sangat lucu sebentar lagi," balas Maria ketus, tapi pipinya dirambati semburat kemerahan dan matanya berkilat riang saat menambahkan, "kalau kau masih pura-pura tidak peka."

Jose berusaha mempertahankan senyum manis dan sopannya ketika meminta Susan, dayang Maria yang sejak tadi berjaga di pintu, untuk keluar kamar. Darahnya berdesir ketika bertatapan kembali dengan mata biru Maria. Ia mendengar wanita itu membisikkan kata cinta ketika bergeser mendekat.

Lalu bibirnya menekan lembut bibir Maria.

***

¬Basin: baskom/wadah pencuci tangan

¬Pembidas: sebutan untuk pasukan penggempur

¬Countdom: count dominion. Wilayah kekuasaan seorang count.

Terpopuler

Comments

Cahaya Senja

Cahaya Senja

berharap ada nolan muncul.... ehhh tapi maria bisa cemburu nanti 🤭

2020-06-06

1

Fesi Stirman

Fesi Stirman

aku jga pnsaran sma nolan thor.

2020-05-15

0

Ayu Ade Yulianita

Ayu Ade Yulianita

nolan ama marsh ikutan ga disini?

2020-05-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!