"Ayo cium aku!" suara bariton milik Nathan membuyarkan lamunan Kira.
Kira meneguk slivanya susah payah. Dengan perlahan dia mendekatkan wajahnya dengan Nathan yang bersender santai. Sedikit-sedikit demi sedikit bibir itu akan menempel namun belum juga bibirnya bertemu dengan bibir tipis merah muda Nathan, suara deringan terdengar jelas di telinga mereka.
Nathan yang sebentar lagi bisa merasakan ciuman Kira langsung berdecak kesal ketika suara dering yang berasal dari Ponsel Kira mengacaukannya. Ah, dia membenci itu, mengganggunya saja!
Kira menjauhkan wajahnya, dia mengambil ponselnya dari saku celana hotspant-nya. Kira melihat nama panggilan yang tertera disana, dia adalah adiknya, Raka. Raka bukan type yang suka menganggu Kira saat berada di luar, Pemuda itu akan menelpon jika ada yang penting saja dan itu membuat Kira khawatir apa yang sebenarnya terjadi.
Kira menatap Nathan yang membuang muka kesal, walaupun Nathan bukan siapa-siapa tetap saja Kira harus meminta izin untuk mengangkat panggilan dari Raka.
"Tuan, saya izin mengangkat panggilan dulu ya?" izin Kira.
Nathan melambaikan tangannya, mengizinkan Kira mengangkat telponnya tanpa menatap Kira.
Mendapat izin dari Nathan, Kira langsung menjauh dari ruangan, dia berdiri di depan pintu ruangan VVIP dan langsung mengangkat panggilan dari Raka setelah itu menempelkan benda pipih itu di telinganya.
"Hallo,"
Terdengar di sebrang sana Raka menangis. Ini bukan hal yang biasa karna Raka jarang menangis seperti itu apalagi sampai menghubunginya di saat dia sedang berkerja.
"Hallo, Raka, kamu kenapa?" tanya Kira khawatir. Jantungnya berdetak tidak karuan. Dia takut terjadi apa-apa pada keluarganya.
"Kak," lirih Raka disebrang sana.
Kira yakin di sebrang sana bahu Raka bergetar. Dia hafal betul bagaimana Raka menangis.
"Raka, kamu kenapa?" tanya Kira kali ini tegas. Dia benar-benar khawatir.
"Ayah kak,"
"Ayah kenapa?" tanya Kira tidak sabaran.
"Ayah di rumah sakit kak, penyakitnya kambuh."
Hampir saja Kira menjatuhkan ponselnya saking terkejutnya, jantungnya seakan berhenti berdetak. Kira menutup mulutnya dengan tangannya. Dia menangis ditempat.
Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini?
"Kenapa bisa, Raka?"
"Aku bakal cerita, kakak kesini aja ya."
"Iya, aku kesana, kamu tunggu ya?"
Kira mematikan sambungan. Dia harus meminjam uang ke siapa lagi untuk pengobatan Ayahnya karna sekarang dia benar-benar tidak punya uang. Hingga Nathan terlintas di otaknya, Pria yang memilihnya untuk menemaninya. Iya, dia akan meminjam uang padanya.
Kira kembali ke dalam ruang VVIP dengan mata sembab. Dia kembali duduk di sebelah Nathan yang menatapnya dengan kedua alis terangkat.
"Kamu nangis?" tanya Nathan.
Kira ******* jemarinya, dia mendonggakan kepala yang sebelumnya menunduk. Dia menatap manik berwarna coklat milik Nathan. "T-uan, saya minta bantuan anda." katanya.
"Ada apa?" tanyanya.
"T-tuan bisakah saya meminjam uang pada anda?" ucap Kira hati-hati.
Dahi Nathan berkerut. "Kenapa?"
Kira menghebus nafasnya. Air mata sudah bercucuran. "Ayah saya sekarang di rumah sakit, penyakitnya kambuh, apa saya bisa meminjam uang pada anda? Saya janji akan melunasinya, saya janji."
Nathan terdiam sejenak. Entah kenapa dia merasa kasihan melihat Kira seperti itu. Tak lama kemudian Nathan bersuara lagi. "Baiklah, aku akan antar kamu ke rumah sakit sekarang, dan aku akan meminjamkan uang padamu."
Kira tersenyum. Dia tidak tahu mau bicara apa lagi. Dia terlalu senang karna sebentar lagi Ayahnya akan segera ditangani Dokter secara efektif.
...****************...
Dirumah sakit, Kira berlari di lorong mencari keberadaan Raka. Dia memakai jaket milik Nathan untuk menutupi bahunya yang terekspos jelas. Dia terus berlari dengan perasaan bercampur aduk. Di belakangnya terdapat Nathan yang berjalan santai sambil memasukkan kedua tangannya disaku.
Saat bertemu dengan Raka yang duduk di ruang tunggu Kira memanggil adiknya. Raka yang tadinya menundukkan kepalanya langsung mendonggakan kepala mendengar suara yang tak asing baginya memanggil namanya bahkan dia sudah berdiri.
Kira langsung memeluk Raka, menumpahkan rasa khawatirnya terhadap Ayahnya di dekapan Raka.
"Ka, Ayah gak papa kan?" tanya Kira di dada bidang Raka.
Raka hanya memeluk tubuh mungil Kira erat. Saling menguatkan satu sama lain.
Nathan yang melihat Kira memeluk Pria lain langsung memasang wajah datar. Entah kenapa dia tidak suka melihat Kira memeluk Pria itu.
Raka melepaskan pelukan Kira. Dia menghapus air mata Kira dengan kedua ibu jarinya. "Ayah baik-baik aja, kakak tenang ya?" ucap Raka, menenangkan Kira yang masih menangis sesenggukan.
Kakak?
Nathan melihat kedua manusia itu dengan tanda tanya di kepalanya. Apa dia adiknya?
"Gak usah nenangin aku, kamu aja nangis sampe ingusan." Kira menunjuk hidung adiknya yang memang mengeluarkan cairan berwarna putih.
Raka menghapus hingusnya dengan tangannya lalu menempelkannya di jaket yang dikenakan Kira. Tidak peduli siapa pemilik jaket itu, toh dia tau betul kalo itu bukan jaket milik Kira.
Kira memukul tangan Raka kesal. Raka malah tertawa kecil walau masih menangis seperti anak kecil.
Nathan yang melihat jaketnya ternodai langsung melotot, dia ingin memukul Pemuda itu saat ini juga karna saking kesalnya.
"Kak, itu siapa? Pacar?" tanya Raka melirik Nathan yang melotot kepadanya. Seketika keduanya melupakan kesedihan dan kekhawatiran kepada Ayahnya.
Kira menoleh ke belakang, dimana Nathan berdiri dengan memasukkan kedua tangannya disaku celana. "Oiya, maaf tuan sebaiknya anda pulang saja. Dan terimakasih sudah meminjamkan uang untuk biaya rumah sakit ini. Saya janji akan membayarnya." kata Kira.
Nathan berdecak. "Aku akan tetap di sini." Aku kan juga mau ketemu calon mertua, mwehehehe.
"Tidak usah, mending anda pulang saja, tidak baik pria pulang malam-malam." usir Kira halus.
"Seterah aku lah!"
Kira menatap kesal Nathan. Baiklah-baiklah dia yang sudah membantunya tapi tetap saja sifat ngeselinnya tidak hilang.
"Apa gak terima? Mau berantem?"
Kira mengangkat sebelah sudut bibirnya, mencibir. Lalu tatapannya teralih pada Raka yang sedang melamun dengan menggosok-gosok jarinya di dagu.
"Mikir apa?" tegur Kira, menampar pelan pipi Raka membuat Raka tersentak.
Raka menatap kesal kakaknya lalu beralih menatap Nathan yang masih setia berdiri disana. "Lo naksir kakak gue ya?" mata Raka memicing ke arah Nathan.
"Naksir? Cih!" decih Nathan membuat Kira melotot.
"Lo--" baru ingin bicara lagi, Raka langsung memberhentikan ucapannya, dia menatap dokter yang baru saja keluar dari ruangan dimana Ayahnya ditangani.
"Bagaimana dokter keadaan Ayah saya?" tanya Kira kepada sang dokter.
"Keadaannya cukup memburuk, dia membutuhkan penanganan lebih lanjut." jawab sang dokter sopan.
"Jadi, apa yang membuat Ayah saya kambuh penyakitnya, Dok?" tanya Kira lagi.
"Dia terlalu banyak pikiran dan terlalu kelelahan dan itu yang membuat keadaannya semakin parah."
"Jadi berapa yang harus saya bayar agar Ayah saya bisa di sembuhkan?"
"Kalau itu, lebih baik anda pergi ke administrasi supaya lebih jelas." kata dokter itu. "Kalau begitu saya permisi, masih banyak pasien yang harus saya tangani." Dokter itu melenggang pergi.
Kira menundukkan kepalanya. Air matanya kembali terjatuh. Apa yang harus dia lakukan lagi sekarang?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Lisa Sasmiati
emang nggak enak ya jadi orang tak punya terlalu banyak yg nilai negatif dari pada positifnya , kerja gini kerja gitu serba salah padahal apa yg dilihat belum tentu benar...
2021-12-05
1
Wali Yunus
seru ni kk
2021-10-12
0