Kira berjalan dengan malas ke rumahnya yang berada di gang sempit. Bertemu dengan Pria yang melecehkannya di Club Malam itu membuat moodnya memburuk.
Di tangannya menenteng kantong plastik putih berisi mie instan itu. Namun saat dia sampai di depan rumahnya, Kira di kejutkan dengan Ayahnya yang dipukul habis-habisan oleh depkolektor di depan rumahnya bahkan para tetangga yang tinggal disana yang melihatnya tidak memisahkannya atau membantu Ayahnya yang tidak berdaya itu.
Kira menjatuhkan kantong plastik itu ke sembarang arah dan berlari menghampiri sang Ayahn yang sudah tersungkur dengan sekujur luka di wajahnya. "Ayah!" teriaknya membuat para tetangga dan depkolektor itu menatap kearahnya.
Kira mendorong tubuh besar depkolektor itu dari Ayahnya walau tidak berefek apa-apa setelah itu Kira duduk di hadapan Ayahnya yang menangis dengan banyak luka di wajahnya.
"Itu akibatnya karna anda tidak pernah bayar hutang!" kata salah satu dep kolektor itu, menatap Kira dan Ayahnya.
Mata Kira yang tadinya tertuju pada Ayahnya langsung teralih pada depkolektor yang berbicara itu, dengan emosi di ubun-ubun karna tega membuat Ayahnya seperti ini Kira berdiri dan memukul badan besar itu berkali-kali. "S*alan berani anda memukul Ayah saya!" kata Kira berteriak.
Namun bagi depkolektor itu, Kira bukan apa-apa. Dengan gampangnya depkolektor itu mendorong tubuh Kira sampai terjatuh seperti sebuah kertas. "Jangan coba-coba melawan kalau tidak bisa membayar hutang, paham!" bentaknya pada Kira. "Saya akan memberi kalian waktu satu minggu, kalau tidak di bayar juga, anda akan kami habisi!" ancam dep kolektor itu yang kemudian beranjak pergi.
Para tetangga Kira hanya bisa menonton tanpa ingin membantu Kira dan Ayahnya bahkan para tentangganya mencibir Kira secara terang-terangan.
"Bukannya dia kerja menjadi penghibur malam, kenapa gak bisa melunasi hutang ayahnya?" cibiran itu terdengar jelas di telinga Kira.
Kira tidak menghiraukan cibiran itu, yang terpenting baginya sekarang adalah membawa Ayahnya masuk ke dalam rumah dan mengobati luka Ayahnya.
...****************...
"Maafkan Ayah, Kira.." ucap Ayah Cahyo, ayah Kira.
Kira yang kini sedang mengobati luka di wajah sang Ayah hanya menangis sesenggukan melihat Ayah yang dia cintainya menderita seperti ini.
Tangan Ayah Cahyo terangkat mengusap air mata Kira dengan jari-jarinya. Dengan sekuat tenaga dia tersenyum. "Udah jangan nangis, Ayah gak papa kok."
"Gak papa gimana? Udah jelas setiap hari Ayah di pukulin mulu," gerutu Kira, masih mengobati luka Ayahnya.
"Rasa sakit ini gak ada apa-apanya dibanding rasa sakit saat ditinggal Ibu kamu,"
Kira menatap mata Ayahnya yang menyembunyikan kesedihan yang mendalam. "Jangan sebut nama Ibu lagi kalo Ayah aja gak bisa ngelupain dia." Kira kurang tidak suka saat Ayahnya membicarakan tentang Ibunya.
Kira sudah lama marah pada Ibunya karna Ibunya berani meninggalkan Ayahnya demi masa lalunya. Dia meninggalkan Ayah di saat Ayahnya mempunyai penyakit yang mematikan dan lagi Ibunya meninggalkan banyak hutang kepada Ayah dan dirinya contohnya tadi, depkolektor yang memukuli Ayah yang tidak bersalah itu. Dia tidak membencinya, hanya saja dia terlalu marah dan tidak bisa untuk memaafkan Ibu kandungnya itu.
"Kira maafkan Ibumu, dia hanya mau mencari kebahagiaan dan itu bukan salahnya." ujar Ayah Cahyo.
Ingin sekali Kira berteriak kepada Ayahnya bahwa Ibunya sudah menyakiti hati Ayah dan dirinya kenapa bisa-bisanya Ayahnya menyuruhnya memaafkan Ibu yang tidak punya hati nurani itu.
"Udahlah, Yah. Gak usah membicarakan ibu lagi." Kira memilih menggalah. Dia meremas handuk basah didalam baskom lalu membersihkan luka sobekan disudut bibir sang Ayah dengan hati-hati.
"Assalamualaikum!" teriak Pemuda memakai baju seragam SMA yang seperti preman itu ketika masuk ke dalam rumah. "Ayah?" Pemuda itu menghampiri Kira dan Ayah Cahyo yang duduk di lantai. Ya, maklumlah keluarga Kira hanya orang yang kurang mampu jadi itu bukan suatu masalah.
Kira dan Ayahnya menjawab salam dari Pemuda yang bernotabe sebagai adik dari Kira yang bernama Raka walau umurnya bersanding dengan Kira hanya setahun saja.
"Ayah kenapa kak?" tanya Raka ketika dia duduk di hadapan Kira yang sedang mengobati luka Ayahnya. "Apa manusia s*alan itu balik lagi kesini?" wajah Raka seketika menjadi marah.
"Kamu dari mana aja?" bukannya menjawab pertanyaan Adiknya, Kira malah bertanya balik. Matanya fokus menggobati luka diwajah Ayahnya.
Raka menggaruk kepalanya. "Main." jawab Raka singkat.
"Main kemana?" kali ini Ayah Cahyo yang bertanya.
"Main ke rumah teman lah, Yah. Emangnya Kak Kira yang gak pernah main, jangankan main punya teman aja gak." ledek Raka dengan wajah polosnya.
Kira melototi Adiknya yang menyengir-nyengir tidak jelas. "Enak aja! Aku punya teman asal kamu tau!" kata Kira, tidak terima ledekan yang di lemparkan Adiknya.
"Emang benerkan?"
Pletak!
Kira menjitak kepala Raka membuat sang empu meringis. "Rasain." Kira melewekan lidahnya didepan Raka yang membuat Raka kesal.
"Udah-udah, kebiasaan deh kalo ketemu berantem terus." lerai Ayah Cahyo, kepalanya sudah pusing malah di tambah pusing lagi karna pertengkaran Adik-Kakak itu.
"Kakak tuh, Yah," Raka menyalahkan Kira. Dia menunjuk wajah Kira untung saja tidak mengenai mata Kira.
Kira melototinya. "Heh, kamu ya yang duluan cari masalah!" tidan terima.
"Kakaklah masa aku, aku kan masih bayi." ucap Raka dengan wajah sok imutnya.
"Huek!" Kira berpura-pura mau muntah membuat Raka menyeringai jahil.
"Wah, kakak hamidun ya? Hamidun sama siapa? Jangan-jangan hamidun sama hamidun," goda Raka yang kemudian mendapatkan lemparan handuk basah di wajahnya.
Tidak terima di lempar kain basah, Raka melempar balik kain basah itu ke wajah Kira. Sekarang kedua Kakak-adik itu saling melempar balik handuk basah.
Ayah Cahyo yang melihatnya kesal sendiri. Dengan cepat dia menjewer kedua kuping anak nakal itu membuat mereka mengaduh kesakitan.
"Aduh Ayah, jangan jewer-jewer kuping aku dong, ayah kan lagi sakit." ucapan tidak nyambung yang keluar dari mulut Raka.
"Ayah, bukan salah Kira, itu salahnya Raka Ayah, aduhhhh!" Kira membela diri malah mendapat tambahan jeweran keras dari sang Ayah.
"Sekarang kalian pergi ke kamar masing-masing, bersihin diri!" perintah Ayah Cahyo yang langsung di angguki keduanya.
"Baik Ayah," jawab mereka kompak namun mata mereka saling melempar tatapan tajam.
"Udah sana mandi!" ucap Ayah Cahyo sekali lagi.
"Iya, Ayah."
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Lisa Sasmiati
lanjutkan
2021-12-05
0
Opick Cynkcibehsllu
lajuut thoor
2021-11-16
0
Wali Yunus
semangat thourrr
2021-10-12
0