[Flash Back]
Bara melamun di kursinya, memikirkan hal apa yang harus dilakukannya untuk membantu Selin. Setelah dia tahu jika Selin sering diperlakukan kasar oleh Ibunya, Bara semakin gencar mencari tahu dan bertanya terus menerus pada Selin. Tapi sayangnya Selin tidak pernah terbuka kepadanya.
Tidak jarang Bara dengan tidak sengaja melihat Selin sedang menangis seorang diri. Tapi semua kepedihannya itu tidak pernah ditampakkan dihadapan Bara. Bara sudah sering berbicara kepada Ibunya agar tidak mengganggu Selin, namun tetap saja tanpa sepengetahuannya Ibunya masih berlaku kasar.
Bara sudah sering mengajak Selin untuk tinggal terpisah, tapi tetap saja Selin terus-terusan menolak dengan alasan kasihan kepada Meta yang akan tinggal sendirian jika mereka pisah rumah. Atau sayang uang lebih baik di pakai modal perusahaan atau di tabuh. Bara sudah bingung lagi harus melakukan apa, apalagi setiap hari sikap Ibunya semakin menjadi jadi. Dia sudah lelah melihat Selin pura-pura bahagia dan menangis seorang diri tanpa sepengetahuannya. Tapi tidak ada yang bisa dia lakukan.
Sampailah pada suatu hari saat perlakuan Meta sudah melebihi batas, dengan teganya Meta mempermalukan Selin di depan teman Arisannya. Bara sudah tidak kuat dan tidak tega pada Selin. Pernah Bara merapihkan semua barang-barang Selin dan miliknya untuk pindah, tapi tetap saja Selin tidak mau. Sampai-sampai Bara bingung sendiri dibuat dari apa hatinya Selin, dia tetap sabar walaupun diperlakukan seperti itu.
Dan hari dimana Bara memutuskan ide bodohnya adalah hari di saat semua pikirannya kacau dan dia sudah tidak tahan melihat penderitaan Selin. Dia berpikir sepertinya pernikahan ini hanya membuat Selin menderita. Bagi Bara, Selin adalah wanita terbaik dan dia berhak bahagia dan diperlakukan dengan pantas.
"Kania," Panggil Bara pada sekretarisnya.
"Iya Pak." Jawab Kania sigap penuh penasaran.
Bara menghela nafasnya berat, "Tolong bantu saya," Ucap Bara sendu.
Kania mengangguk sebagai jawaban, kemudian menatap Bara untuk menunggu perintah yang akan diberikan padanya.
"Bantu," Bara menjeda ucapannya menetralkan kepedihan di hatinya. "Tolong berpura-pura menjadi selingkuhan ku di hadapan Selin, kamu hanya perlu diam tanpa melakukan apapun dan mengiyakan semua perkataan saya di hadapan Selin."
Bara bisa melihat raut terkejut Kania yang begitu jelas. "Bagaimana kamu mau?" Tanya Bara memastikan.
Dengan sedikit ragu Kania mengangguk sebagai jawaban. Dan terjadilah drama perceraian yang di buat Bara yang akhirnya membuat mereka semua menderita.
"Kamu berhak bahagia Selin, aku melepaskan mu bukan berarti aku tidak mencintai mu. Aku melepaskan mu agar aku berhenti menyakiti mu."
*****
Pagi-pagi si kembar dan Selin sudah duduk manis di atas meja makan. Juna dan Jeno saling senggol sambil memperhatikan Ibunya yang sejak tadi melamun seperti kurang semangat.
"Bunda kenapa?" Tanya Juna memberanikan diri.
Jeno menghentikan acara makannya dan menatap Selin penuh kekhawatiran. "Nda udah Nangis ya?"
Selin terkekeh tidak menyadari jika sejak tadi kedua anaknya sedang memperhatikannya. "Nggak sayang, Bunda cuma sedih aja hp yang kalian kasih ke Bunda hilang." Ucap Selin sedikit membeberkan apa yang terjadi padanya, tapi fakta jika ia beradu cekcok dengan Bara sengaja ia tutupi.
Juna tersentak lalu turun untuk menghampiri Selin. "Kenapa kemarin Bunda nggak bilang, terus gimana ceritanya bisa kecopetan?"
Selin tersenyum penuh haru lalu beranjak dari tempat duduknya untuk memeluk Juna. Mau tidak mau Selin mulai menceritakan kejadian yang sudah menimpanya dengan Bara. Kedua anaknya mendengarkan penuh perhatian dengan kedua alis yang nyaris lurus tapi menggemaskan.
"Selain itu ada lagi nggak yang buat Nda sedih?" Tanya Jeno saat Selin sudah selesai menceritakan ceritanya.
Selin mengelus puncak kepala Jeno penuh kelembutan. "Nggak ada. Sekarang hari libur kalian mau ngapain sama Bunda. Gimana kalo kita beli seragam TK buat kalian?" Selin berusaha untuk mengalihkan pembicaraan.
Kedua bola mata Jeno langsung berbinar bahagia saat Selin mengatakan jika mereka akan sekolah. "Nda daftarin kita sekolah?!"
"Iyuuup, beberapa hari yang lalu Bunda daftarin kalian sekolah lewat Website. Hari ini kita beli barang-barang sekolah kalian. Gimana setuju?" Selin ikut semangat dan bahagia.
"Setuju!!!" Teriak mereka kompak.
******
Sekarang mereka sedang asik memilih ransel untuk sekolah, di pusat pembelanjaan yang tidak terlalu jaih dari rumahnya.
"Ndaa bagusan mana, yang Doraemon atau yang Doraemon?" Jeno mengangkat dua ransel bergambar Doraemon ke arah Selin.
Selin menyipitkan kedua matanya berusaha mengamati kedua ransel itu yang tidak terlihat sama sekali perbedaannya. Melihat Bundanya kebingungan, Juna sang anak sulung yang tampan menginterupsi. "Sama kali ah, nggak perlu minta saran Bunda. Tinggal pilih aja satu kenapa harus ribet." Timpal Juna ketus tapi sebenarnya peduli.
Jeno mendengus sebal padahal dia tidak meminta pendapat Abangnya yang jutek itu."Ih beda Abang. Ransel yang ini ada gambar Suzuka nya kalo yang ini nggak ada. Masa yang kaya gitu aja nggak tahu, gimana sih." Jawab Jeno karena kesal.
Selin terkekeh sepertinya dia harus cepat-cepat melerai perdebatan kedua anak nya yang menggemaskan. "Mmm, Eno suka nggak sama Suzuka?" Tanya Selin lembut dan memperhatikan kedua ransel itu.
"Suukaa." Jawab Jeno dengan suara yang nyaring.
"Yaudah pilih yang ini aja, yang personilnya lengkap." Ucap Selin sambil menunjuk Ransel sebelah kanan.
Jeno menghela nafasnya panjang sambil memperhatikan Ransel yang satunya lagi. "Tapi yang ini kostumnya lucu mereka jadi para pendekar."
"Yaudah yang itu aja, kalo Eno suka." Jawab Selin setuju.
"Tapi yang ini nggak ada Suzuka nya, kalo yang ini ada." Jeno melirik sebelah Kanan penuh kebingungan.
"Jeno! Cepat pilih salah satu. Atau Abang tinggalin nih," Bentak Juna jengah.
Kedua bola meta Jeno berubah berkaca-kaca. "Ndaaa," Panggilnya pada Selin berusaha mengadu.
Selin terkekeh kemudian berjongkok di hadapan Jeno. "Hehehe, yaudah jadinya Eno mau yang mana?"
Jeno menekuk alisnya berusaha berpikir dengan pandangan yang tidak lepas dari kedua ransel di tangannya penuh penilaian. "Ini aja Nda, yang personilnya komplit." Ucapnya sambil mengangkat tas sebelah kanan.
"Yaudah, sekarang kita lanjut cari yang punya abang ya." Ucap Selin yang langsung dibalas anggukan kedua anaknya tanda setuju.
Selin berjalan dan memilih ransel untuk Juna. Selera Juna sangat berbeda dengan Jeno, Juna lebih suka Ransel yang monokrom dan tidak banyak kartunnya.
Tiba-tiba ada tamu yang tidak diundang menghampiri Selin. "Eh Selin, lagi belanja?" Tanya Wira sok akrab.
Selin tersentak lalu menoleh ke sumber suara. "Kenapa harus ketemu sama Pak Wira sih ya tuhan." Selin tersenyum palsu kemudian mengangguk. "Iya Pak."
Selin mengabaikan kehadiran Wira dan beralih ke arah Juna. "Juna yang ini aja ya, ini banyak kantongnya bisa buat nyimpan mainan Juna."
Juna melirik sekilas ke arah Wira penuh penilaian. "Iya Bunda yang itu aja." Jawabnya tidak banyak mau.
Merasa diacuhkan dengan beraninya dia mengelus pucuk kepala Jeno tanpa permisi. "Sendirian Sel, nggak ada yang temenin?" Jeno mendelik tidak suka kemudian berjalan ke arah Selin.
"Om nggak liat ya, Ndaa bertiga sama kita. Udah punya mata empat masih aja nggak keliatan." Ucap Jeno kesal sambil menatap kaca mata yang di gunakan Wira.
Rasanya Selin ingin tertawa terbahak-bahak dan bertos ria dengan Jeno. "Eh Jeno jangan kaya gitu, minta maaf sama Om Wira." Ucap Selin terpaksa bagaimanapun juga dia harus mengajarkan hal yang benar kepada anaknya.
Wira terkekeh santai dengan hati yang sedikit dongkol. "Santai aja Sel, namanya juga anak-anak."
Juna yang sejak tadi hanya diam saja sudah mulai jengah dengan kehadiran Wira. "Bapak lagi belanja peralatan sekolah juga? Anak Bapaknya mana? Atau Tas Ultraman ribut itu buat Bapak?" Tanya Juna sambil menunjuk Ransel bergambar Ultraman.
"Hahaha, kamu memang suka bercanda ya. Ya masa iya saya beli buat saya, ini saya beli buat anak-anak panti asuhan." Jawab Wira sedikit sombong.
"Oh begitu ya, baguslah. Setidaknya walaupun kaca mata milik Bapak kurang berfungsi, hati Bapak masih baik. Kami permisi, masih banyak peralatan yang harus kami beli. Ayo Bunda," Jawab Juna sambil menarik lengan Selin dan Jeno.
Selin bisa melihat raut kekesalan di wajah Wira apalagi ucapan Juna berhasil membungkam Wira sampai-sampai mati kutu. "Rasain!" Gumamnya di dalam hati. "Eh.. Permisi Pak Wira." Teriak Selin saat kedua anaknya sudah menariknya.
Wira mengepalkan kedua tangannya penuh kekesalan kemudian menendang Ransel bergambar Ultraman Ribut yang tidak jauh dari kakinya.
*****
Jangan lupa klik tombol Vote, Komentar dan Share. Sambil nunggu cerita ini Up, Baca juga Tunangan Misterius Karua author yang lainnya :)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Naga Bulan Salju
ngakak
2022-05-22
1
Sugiyanto Samsung
like
2021-12-30
1