Selin menatap nanar keluar jendela merasa heran kenapa Kania dengan tidak tahu malunya mengajaknya untuk mengobrol. Sebenarnya Selin sangat tidak sudi, bahkan melihat wajah Kania saja sudah membuatnya ingin muntah. Tapi bagaimana pun juga Selin ingin berusaha terlihat baik-baik saja dan perlahan menghadapi kenangan di masa lalu yang selama ini dia hindari.
"Kak," Panggil Kania pelan dengan perasaan sedikit tidak enak.
Selin memutar bola matanya malas, dia melipat kedua tangannya dengan pandangan menusuk ke arah Kania. Masa bodoh dengan jabatan Kania di perusahaan ini, pokoknya Selin akan bersikap seenaknya.
"Apa?! Waktu ku tidak banyak!" Jawab Selin tegas dengan tampang datarnya.
"Aku ingin minta maaf, karena kehadiran ku.." Kania . Menjeda ucapannya. "Pernikahan Kakak dan Mas Barra hancur."
"Mas?! Wanita ****** ini memanggil Mas di hadapanku!" Gumam Selin di dalam hati dengan perasaan yang rasanya ingin menjambak rambut wanita dihadapannya dengan kencang.
"Aku tidak peduli, kamu tidak perlu minta maaf karena sampai kapan pun aku tidak akan pernah memaafkan wanita ****** seperti mu!" Jawab Selin dengan tampang datarnya.
Selin bisa melihat raut tersentak Kania akibat ucapannya, tapi wanita itu dengan pintar mengontrol wajahnya agar terlihat polos seperti biasa.
"Baiklah aku cukup tahu diri, dengan Kakak bersedia mengobrol dengan ku saja sudah membuat ku bahagia."
Selin tidak merespon dan menunggu
"Kak, sekarang aku berada di posisi Kakak beberapa tahun yang lalu. Setelah menjalani hubungan ini, Mas Barra tidak berniat menikahi ku," Ucap Kania dengan pandangan yang sudah berkaca-kaca.
Rasanya Selin ingin tertawa terbahak-bahak dan menyumpah serapah pada Kania, tapi anehnya hatinya terasa tersayat mendengar ucapan Kania. "Aku kira mereka sudah menikah dan hidup bahagia, tapi kenapa seperti ini. Apa yang membuat mu berubah seperti ini Kak, entah kenapa setelah kau khianati. Rasanya di hati ku yang paling dalam, aku masih berharap kalo kamu melakukan semua ini karena sebuah alasan. Tapi kenapa kamu mengkhianati secercah harapan di hati ku, dan kembali menyakiti orang lain." Gumam Selin di dalam hatinya dengan perasaan sendu.
"Memang nya hubungan kalian sudah sejauh apa?" Tanya Selin dengan pandangan yang menerawang ke arah luar.
"Hubungan kami, hubungan kami sudah sampai ... Hiks, hiks, hiks.."
Selin membeku di tempat, mengetahui hubungan mereka sudah sejauh itu kenapa hatinya kembali terasa tersayat. Rasanya kepedihan di masa lalu baru terjadi kemarin. Selin menghela nafasnya berat, sepertinya Barra benar-benar berubah. Jika kekasihnya saja dia telantarkan bagaimana bisa dia menerima kehadiran Juna dan Jeno yang selama ini tidak diketahuinya.
Selin kembali menatap Kania yang sedang sibuk mengelap air matanya. "Semoga kamu bisa berdamai dengan keadaan dan belajar dari kesalahan. Menurutku hubungan yang di mulai di atas penderitaan orang lain tidak berhak untuk mengharapkan kebahagiaan." Ucap Selin yang begitu menohok.
"Aku bukanlah orang baik yang akan mengasihani mu, bersikaplah seolah-olah kita tidak pernah mengenal. Aku permisi banyak yang harus aku urus!" Selin beranjak meninggalkan Kania yang sedang masih menangis.
Selepas Selin pergi, raut sedih Kania langsung berubah menjadi penuh sinis, tangannya terkepal penuh kekesalan karena Selin sudah mengabaikannya. "Aku tidak akan membiarkan mu bahagia!" Gumam Kania di dalam hati dengan penuh amarah.
*****
Selin berjalan lemas keluar dari kafe, dia tidak habis pikir hari pertamanya bekerja akan kacau seperti ini. Rasanya dia ingin sekali menangis tanpa alasan yang jelas.
"Kenapa aku sedih, apa karena aku bekerja di perusahaan Barra, atau karena kesal melihat Kania. Tapi sepertinya hal itu tidak membuat ku sesedih ini. Sepertinya aku kecewa dengan harapan ku sendiri, aku kecewa dengan ekspektasi yang terlalu berlebihan pada Barra. Mendengar sikap Barra yang berubah kurang ajar seperti itu entah kenapa membuat ku sangat sedih, Kak.. Kenapa kamu berubah.. Kamu dulu orang baik yang tidak mungkin menyakiti wanita seperti itu... Kak aku merindukan mu yang dulu." Monolog Selin di dalam hati.
"Hiks, hiks, hiks, hiks.." Sepertinya Selin sudah tidak menahan air matanya lagi. Selin berjongkok dengan kepala yang di benamkan di lipatan pahanya.
Tik! Tik! Tik! Tik!
Grrrrr...
Jrasss... Jrass.. Jrasss..
Sepertinya langit pun ikut bersedih melihat Selin yang menangis sendirian di pinggir jalan. Perlahan air turun dari langit membasahi bumi. Tubuh Selin yang hanya diselimuti oleh kain sudah berubah menjadi basah kuyup.
Brttt!
Terdengar suara orang membukakan payung di dekatnya. Dengan perlahan Selin menengadahkan kepalanya untuk melihat orang itu. Kedua bola mata Selin membulat sempurna ternyata orang yang memegang payung untuknya adalah Barra.
Barra berjongkok di depan Selin, "Bangunlah, jangan sampai orang lain melihat mu seperti ini." Ucap Bara datar lalu meraih tangan Selin untuk memegang payung yang awalnya di pegang olehnya.
Selin masih membeku di tempat dengan perasaan tidak percaya, perlahan pandangannya turun ke arah tangannya yang sedang memegang payung. Saat dia menengadahkan kepalanya untuk melihat ke arah Barra, Barra sudah menghilang.
Selin menoleh ke belakang "Terimakasih," Gumamnya sambil memperhatikan punggung Barra yang membelakanginya yang sedang berjalan dengan payung yang lain.
*****
Jras! Jras! Jras!
Selin berlari ke arah lobi dengan payung di genggamannya. Saat sudah sampai dia cepat-cepat melipat payung pemberian Barra dan merapihkan penampilannya yang sudah seperti kucing kecebur got.
"Ndaaa!" Selin langsung menoleh saat mendengat teriakan Jeno. Selin memutar pandangannya mencari keberadaan Jeno untuk memastikan, karena bisa saja itu hanya khayalan Selin. Selin tersentak saat menoleh ke bawah ternyata Jeno sudah berdiri di hadapannya dengan wajah yang berbinar.
"Eno kenapa kamu ada disini, bukannya hari ini ada jadwal pemotretan."
"Kan kita pemotretan disini Bunda!" Timpal Juna yang sedang berjalan santai ke arah Selin.
Selin menoleh ke arah Anet dengan tatapan menusuknya. "Net? Yang bener, mereka nggak bercanda kan?"
"Bener Sel, gue juga baru sadar kalo mereka pemotretan di perusahaan ini."
Selin menghela nafasnya berat, kemudian tersenyum ke arah si kembar. "Hmmm, kalian nggak boleh nakal ya."
Jeno menatap Selin penuh kekhawatiran. "Ndaa, kenapa bajunya basah. Kan kata Nda kita nggak boleh kehujanan nanti sakit."
"Tadi Bunda beli kopi tapi malah turun hujan, Eno tenang aja Bunda nggak bakalan sakit."
"Makasih Abang, kalian baik-baik sama Tante Anet ya. Bunda mau ke dalam dulu."
"Iya Bun." Ucap Juna paham.
Jeno menoleh ke arah lain. "Wah Om Balla, ko sama perempuan ya."
Refleks Selin mengikuti arah pandang Jeno, dia tersenyum kecut saat melihat Barra sedang berjalan di tengah hujan dengan Kania di sampingnya. Pandangan Selin beralih pada payung di genggaman nya, dia baru sadar sepertinya payung ini awalnya ditujukan untuk Kania. Selin menengadahkan kepalanya agar air matanya tidak keluar lagi dan cepat-cepat berpamitan pada anaknya. "Bunda pergi dulu ya sayang," Ucapnya dan langsung bergegas pergi.
Pluk! Dengan penuh tenga Selin membuang payung pemberian Barra ke tong sampah. Semua perilaku yang Selin lakukan tidak luput dari penglihatan Barra yang sejak tadi memperhatikannya.
"Eh ada Juna dan Jeno," Sapa Barra ramah pada si kembar dengan pandangan ke arah Selin yang hendak masuk ke dalam lift.
Jeno bersiap membuka mulut untuk menjawab Barra. Tapi sebelum niatannya selesai Barra sudah lebih dulu menghilang dari hadapannya .
"Om permisi dulu ya, ada urusan." Pamit Barra dan cepat-cepat berlari untuk mengejar Selin.
Kania mendengus sebal karena sejak tadi diabaikan oleh Barra. Dia hendak menyusul Barra namun, Bruk! Kakinya tersandung begitu saja.
"Tante nggak papa?" Juna mengulurkan tangannya pada Kania.
Kania tertegun melihat tangan mungil dihadapannya. "Nggak papa ko, Tante permisi ya."
"Eh nama Tante itu Kania ya, wah ternyata Tante lebih cantik dari yang di foto." Ucap Juna memuji Kania padahal dia sedang menahan Kania agar tidak menyusul Barra.
Kania mengangkat pandangannya lalu membeku di tempat saat menyadari anak kecil dihadapannya sangat penuh karisma dan berhasil memikat hatinya. Dia tersipu malu karena di puji oleh Juna, sampai-sampai niatannya menyusul Barra menghilang begitu saja.
Di tempat lain Selin menekan tombol lift dengan perasaan sebal, dia langsung bergegas masuk dan bersandar dengan kedua mata yang perlahan terpejam.
Drap! Drap! Drap! Dari kejauhan Barra sedang berlari untuk menyusul Selin. Pintu lift hampir menutup tapi untungnya dengan sigap dia masuk ke dalam lift yang hanya berisi Selin.
"Hosh, hosh, hosh." Barra memegang lututnya dengan nafas yang terputus-putus.
Kehadiran Barra yang tiba-tiba sepertinya tidak mengusik Selin sedikit pun. Buktinya saat ini dia masih memejamkan matanya dengan pikiran yang sedang melayang. Barra mengangkat pandangannya untuk melihat Selin, dia tidak menyangka jika Selin akan bekerja dibperusahaannya. Dia kira melihat Selin saat tadi pagi adalah halusinasinya, tapi ternyata hal itu salah.
Set! Barra membuka Jas yang dipakainya untuk dipakaikan ke bahu Selin yang sudah basah kuyup. Aroma khas Barra yang menempel di Jas itu perlahan mengganggu indra penciuman Selin, perlahan kedua matanya terbuka untuk melihat siapa yang sedang berada di sampingnya.
*******
Jangan cuma baca aja ya, jangan lupa klik tombol like, vote dan komen sebanyak-banyaknya. :)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Sugiyanto Samsung
hubungan Kania dan barra itu sampai mana
2021-12-30
1
Ciciek Hutapea
masak bara ga hitung umur anaknya selin
2021-12-30
1