Selin menatap uluran tangan Barra dengan lemas, rasanya dunia akan berhenti saat ini juga. Dia menghela nafas panjang memikirkan bagaimana caranya mereka bisa pulang tanpa uang sepeserpun.
"Kenapa akhir-akhir ini kamu sering menghela nafas?" Tanya Bara dengan senyuman samar di wajahnya.
Selin tidak habis pikir kenapa Bara masih bisa tersenyum di situasi yang seperti ini. Melihat senyuman di wajah Bara malah membuat kekesalan Selin semakin meningkat. Tanpa membalas uluran tangan Bara Selin bangkit begitu saja lalu merapihkan penampilannya.
"Apa yang harus kita lakukan?" Tanya Selin sedikit kesal.
Bara terkekeh melihat raut putus asa bercampur kekesalan Selin, cepat-cepat dia merogoh saku nya dan memberikan uang seratus ribu beberapa lembar kepada Selin. "Kita pulang dengan ini," Wajah muram Selin langsung berubah bersinar seketika penuh semangat.
Bara membuang wajahnya menahan senyuman karena tidak tahan melihat wajah Selin yang begitu menggemaskan. "Cukup?" Tanya Bara penasaran.
Selin sibuk menghitung uang pemberian Bara lalu mengangguk semangat. "Cukup, kita masih bisa makan dan naik bus. Tapi sepertinya rencana kunjungan harus di tunda."
"Hmm, baiklah. Ayo jangan diam saja di sini," Bara mengangguk paham dan mulai berjalan tanpa arah tujuan.
"Hmmm," Mau tidak mau Selin harus menurut kepada Bara. Dia harus sedikit menurunkan rasa bencinya agar bisa pulang dengan selamat. Karena bagaimanapun juga uang di tangannya adalah milik Bara.
"Aku tidak menyangka sopir taksi itu akan berbuat jahat pada kita, padahal di tampang nya dia terlihat orang baik-baik." Ucap Selin dengan pandangan menerawang.
"Menilai orang jangan dari penampilannya karena hal itu tidak menjamin." Celetuk Bara yang langsung diangguki oleh Selin.
"Bener banget! Aku juga salah nilai kamu." Gumam Selin di dalam hati. "Iyup! Bener banget. Aku juga dulu salah nilai orang alhasil hidup ku berantakan," Timpal Selin yang berhasil menghentikan langkah Bara.
"Kenapa liat nya gitu banget? Aku nggak bermaksud nyindir Bapak ko!" Ucap Selin panik karena tiba-tiba Bara menatapnya dengan sangat menusuk.
Bara melanjutkan langkahnya dan menyesali sikapnya yang begitu ketara. "Bisa nggak jangan panggil Bapak, aku belum Bapak-Bapak Selin."
Selin memutar bola matanya malas. "Terus aku harus panggil apa? Sebutan itu udah yang paling cocok tahu!"
"Panggil Kakak aja." Ucap Bara yang berhasil membuat Selin keheranan.
"Ahahahaha, sadar umur deh jadi orang." Refleks Selin memukul bahu Bara.
Itu hanya pukulan biasa tapi memberikan efek yang begitu luar biasa bagi Bara. Tanpa dia sadari senyuman menghiasi wajah tampannya. "Emang aku masih muda ko," Jawab Bara dengan penuh percaya diri.
Selin memutar bola matanya malas, kemudian memutar pandangan untuk mencari tempat duduk. Kedua bola matanya langsung berbinar bahagia saat tidak sengaja melihat Warung Nasi Padang yang tidak terlalu jauh dari tempatnya berdiri. "Ayo kita makan dulu, aku lapar!" Teriak Selin dengan penuh semangat.
Bara hanya terkekeh dan mengikuti Selin dengan pasrah. Uangnya sudah di kuasai oleh Selin, asal kalian tahu uang yang sudah terlanjur dikuasai oleh seorang wanita mustahil rasanya untuk menariknya kembali. Alhasil Bara pasrah saja Selin akan membelikannya untuk apa.
"Mas jangan pakek sambal ya! Nasinya juga jangan terlalu banyak sedikit aja." Pesan Selin pada Mas penjual.
Bara menatap sendu ke arah Selin, ternyata Selin masih mengingat hal-hal yang tidak di sukai oleh Bara. "Aku tahu menyukai mu adalah sebuah kesalahan, tapi melihat mu yang seperti ini malah membuatku semakin ingin memiliki mu kembali." Gumam Bara di dalam hati dengan penuh kepedihan.
*****
"Gimana di angkat nggak?" Ucap Bara penasaran.
Selin menggelengkan kepalanya kecewa. "Nggak, mereka pada kemana ya. Biasanya mereka nggak pernah mengabaikan panggilan ku," Selin beralih menatap ke arah Bara. "Coba Bapak hubungi orang-orang di kantor atau siapa aja yang bisa bantu kita." Selin memberikan ponsel tukang Nasi Padang pada Bara.
"Aku nggak hapal nomor siapapun," Jawab Bara sedikit menahan rasa gengsinya.
"Huuuh, masa sih nggak hapal nomor satupun kemana otak cerdas mu yang dulu." Gumam Selin sambil memijat alisnya yang terasa pening.
"Apa?" Tanya Bara penuh tanda tanya.
"Nggak!" Jawab Selin penuh kekesalan.
Memang wanita adalah makhluk yang paling sulit di mengerti. Beberapa menit yang lalu Selin terlihat bersemangat dan bahagia dan sekarang sudah marah-marah lagi.
Dengan lemas Selin bangkit dari duduknya dan memberikan ponsel milik Tukang Nasi Padang yang barusan dia pinjam. "Ayo kita naik bus aja biar bisa pulang," Ajak Selin pada Bara.
******
Selin kira di siang hari seperti ini penumpang bus tidak akan terlalu penuh, tapi ternyata malah sebaliknya. Selin harus berdiri berhimpitan dengan orang lain karena tidak kebagian kursi untuk duduk. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, mungkin itu adalah pribahasa yang paling cocok untuk menggambarkan keadaan Selin saat ini.
Drek!
Sopir Bus mengerem secara mendadak, tubuh ramping Selin terhuyung ke depan karena sejak tadi Selin hanya melamun dan mengoceh sampai-sampai dia lupa untuk berpegangan.
"Aduh," Gumamnya tertahan karena tiba-tiba ada tangan yang mencegah tubuhnya bertabrakan dengan tiang pembatas.
"Makanya jangan melamun, pegangan yang kuat." Ucap Bara sedikit kesal karena sejak tadi ia melihat Selin hanya melamun.
Selin masih tertegun dan memperhatikan tangannya yang di genggam sangat erat oleh Bara. "Eh, iya Pak!"
Mendengar jawaban Selin, Bara hanga mengangguk malas dengan pandangan yang sibuk mencari tempat duduk kosong. "Ayo sini, ada penumpang yang turun." Ucap Bara dengan tangan yang sibuk menarik Selin agar mengikutinya.
Tanpa banyak komentar Selin mengikuti ajakan Bara, kedua mata Selin langsung berbinar saat melihat kursi kosong di ujung sana. Tanpa berlama-lama Selin langsung duduk dan meregangkan tubuhnya yang terasa pegal.
"Haah, akhirnya." Gumam nya sambil menghela nafas panjang penuh kelegaan. "Makasih Pak," Ucap Selin sambil membungkukkan kepalanya.
Bara membuang pandangannya agar senyuman samar di wajahnya tidak terlihat oleh Selin. "Hmmm," Gumam Bara sebagai jawaban dan menyusul duduk di samping Selin.
Selin tersenyum hangat ke arah Bara penuh terimakasih, ternyata ucapannya kepada Bara beberapa minggu lalu saat di dalam lift, tidak sia-sia. Sejak saat itu sikap Bara berubah selayaknya atasan pada bawahan, dan Selin nyaris melupakan jika dulu Bara adalah mantan suaminya.
"Terimakasih sudah bersikap profesional dan membuatku merasa nyaman tanpa merasakan ancaman," Gumam Selin di dalam hati dengan kedua mata yang perlahan terpejam.
Pluk! Bara yang awalnya sibuk berdebat dengan pikirannya sendiri tertegun di tempat duduknya saat merasakan kepala Selin bersandar di bahu nya. Mata Bara menoleh ke arah Selin dengan tatapan sendu, perlahan tangannya sedikit terangkat untuk meraih surai rambut Selin yang menutupi wajah cantiknya.
"Maafkan karena aku egois ingin terus di dekat mu, meski ku tahu kau bukanlah milik ku lagi." Gumam Bara di dalam hati sedikit merasa menyesal karena dia berpura-pura tidak hapal satupun nomor bawahannya. Padahal jika dia mau berkat kegeniusannya itu, dia bahkan bisa hapal nomor telpon tukang satpam penjaga Alfa di samping rumahnya yang tidak ia kenal. Bara memang sengaja berpura-pura bodoh agar bisa menghabiskan waktu sedikit lebih lama bersama Selin.
******
Jangan lupa klik tombol Vote, Komentar dan Share. Baca juga karya author yang lainnya :)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments