Selin duduk di bawah pohon menunggu Juna dan Jeno menyelesaikan perbincangannya dengan Barra. Sebenarnya sejak tadi Selin sudah tidak kuat ingin cepat-cepat pergi, namun di lain sisi dia juga ingin kedua anaknya bisa menghabiskan waktu lebih lama dengan Ayah kandungnya.
"Sel ada masalah," Ucap Anet saat menghampiri Selin.
Selin menegakkan punggungnya dan menatap Anet serius. "Masalah apa? Jangan bikin gue kaget Net!"
Anet menghela napasnya panjang dan ikut duduk di samping Selin. "Mobil kita mogok," Ucap Anet yang berhasil membuat Selin menghela napas panjang.
"Apa?! Jangan bercanda Net, nggak lucu." Tanya Selin berharap Anet sedang mengerjainya.
"Serius," Jawab Anet malas.
"Terus Ibu mana?" Tanya Selin mencari keberadaan Niera Ibunya.
"Katanya ada urusan mendadak, jadi Tante pulang duluan naik taksi."
Dengan lemas Selin membuka ponselnya. "Hmm, yaudah kalo gitu kita pesan mobil online aja."
Tanpa Selin sadari Barra dan kedua anaknya sudah ada di sampingnya, dan mendengar semua percakapan antara dirinya dan Anet. "Kenapa? Mobil kamu mogok?, Mau saya antar?" Tawar Barra serius.
Deg! Selin membeku di tempat dengan tangan yang menggenggam ponselnya dengan sangat erat. Selin tidak habis pikir kenapa Barra bisa bersikap santai kepadanya, seolah-olah tidak pernah ada yang terjadi di masa lalu. "Dia punya malu nggak sih! Kenapa nggak pergi-pergi!" Gumam Selin di dalam hati.
Sebelum Selin menjawab Jeno lebih dulu menimpali. "Wah Om, mau antar kita? Yeay!!"
Juna langsung menatap Jeno tajam. "Jangan lebay Jeno, kita harus denger apa kata Bunda," Ucap Juna yang berhasil membuat Jeno menghela napasnya kecewa.
Selin tersenyum palsu dan menarik kedua anaknya dari genggaman Barra. "Makasih atas tawarannya, tapi kami mau pesan mobil Online."
Barra mengangguk dengan senyuman kecewa di wajahnya. Bagaimana pun dia harus sadar, jika Selin sudah mempunyai kehidupan baru dan tidak mungkin untuk dimasuki oleh Barra.
"Ndaaa," Ucap Jeno masih berharap Barra akan mengantar mereka pulang.
Selin tersenyum ke arah Jeno dan mengelus kepalanya lembut, "Jeno, tolong dengerin Bunda ya nak?"
Akhirnya Jeno pun mengangguk pasrah. "Hmm, iya Nda."
Selin tersenyum bahagia karena Jeno mendengarkan ucapannya. "Ayo pamitan sama Om." Walaupun Selin sangat membenci Barra tapi dia tidak ingin menjadikan itu sebagai alasan Juna dan Jeno tidak sopan kepada orang lain.
Juna dan Jeno membungkuk ke arah Barra penuh hormat. "Om kami permisi," Ucap mereka serempak.
Barra menatap sendu ke arah Selin, lalu beralih tersenyum ke arah Juna dan Jeno. "Hati-hati ya, jangan nakal." Ucap Barra dan menunduk untuk berbisik pada keduanya. "Jangan buat Bunda kalian menangis," Bisik Barra yang langsung diangguki oleh keduanya.
Selin menengadahkan kepalanya tak kuasa melihat pandangan yang begitu menyesakkan dihadapannya. "Ayo nak," Ajak Selin menggiring anak-anaknya dan mengabaikan kehadiran Barra yang sedang menatapnya.
"Pak Barra," Ucap seorang wanita yang tidak sengaja berpapasan dengan Selin.
Tuk! Selin menghentikan langkahnya saat melihat seorang wanita yang menjadi penyebab kehancuran rumah tangganya. Selin menoleh sejenak ke arah Barra, dan ternyata benar wanita itu menghampiri Barra dengan semangat. "Kinan?" Gumam Selin penuh kepedihan.
Sampai kapan pun juga Selin tidak akan melupakan wajah orang yang sudah menghancurkan rumah tangga nya. "Sepertinya mereka sudah menikah," Gumam Selin dengan senyuman kecut di wajahnya.
*****
Selin menatap ke luar jendela mobil dengan tatapan sendu dan hati yang sesak. Andai saja saat ini Juna dan Jeno tidur, sepertinya dia akan menangis sejadi-jadinya dan meratapi nasibnya yang begitu menyedihkan.
Tik! Tik! Tik!
Sepertinya alam pun ikut merasa sedih, tidak lama dari itu hujan menyirami bumi bersama kenangan yang perlahan memutar di benak Selin.
"Dia sudah bahagia dengan orang lain, dia dengan mudah menerima orang baru. Tapi kenapa aku nggak bisa? Kenapa hati ku masih mengharapkan kehadirannya di sisiku? Padahal dia sudah sangat menyakiti ku, Ya Tuhan tolong gerakkan logika ku untuk berfungsi, dan hapuskan perasaanku padanya." Gumam Selin bermonolog di dalam hati.
Tanpa Selin sadari sejak tadi Juna menatapnya dengan tatapan iba. "Ndaa," Panggil Juna pelan nyaris tidak terdengar.
Panggilan Juna berhasil membuyarkan lamunan Selin. "Hmm, iya Bang ada apa?" Tanya Selin dengan senyum hangat penuh kasih sayang.
"Jeno tidur," Ucap Juna dengan tatapan ke arah Jeno yang sedang tertidur pulas di pangkuannya.
Selin terkekeh melihat tampang dingin Juna yang berbanding terbalik dengan Jeno yang sedang tertidur pulas."Ya ampun, Abang pasti keberatan ya. Abang nya minggir dulu biar Bunda gendong Jeno." Perintah Selin yang berhasil menarik perhatian Anet yang duduk di samping sopir.
"Sini sama aku aja Sel," Ucap Anet sambil merentangkan kedua tangannya.
Selin mengangguk kemudian memberikan Jeno dengan perlahan dan hati-hati. Setelah urusannya selesai dengan Anet, Selin beralih menatap putra sulungnya yang sangat tampan. "Nah, sekarang Abang pasti lebih nyaman." Ucap Selin sambil mengelus kepala Juna penuh kasih sayang.
Baginya Juna dan Jeno adalah anugerah yang diberikan oleh tuhan di tengah-tengah kehidupannya yang begitu menyedihkan. Saat Selin merasa terpuruk, mereka selalu berhasil menghadirkan kembali senyuman dan kebahagiaan di hidup Selin.
"Makasih Bun," Ucap Juna dengan tatapan hangat nya.
"Iya sayangku, ayo bersandar ke Bunda." Selin menarik kepala Juna dengan perlahan.
Senyuman hangat terbit di wajah Juna, perlahan kedua matanya terpejam menikmati kenyamanan yang diberikan oleh Bundanya. Selin tidak berhenti mengelus bahu Juna penuh kasih sayang. "Abang udah bekerja keras hari ini, pasti Abang lelah ya?" Tanya nya mengajak berdiskusi.
"Nggak ko, kan Abang kuat." Jawab Juna yang berhasil membuat Selin tertawa pelan.
Juna menoleh ke arah Selin dan menatapnya serius. "Bunda kenal sama Om Barra?" Tanya Juna tanpa basa basi.
Mendengar pertanyaan Juna yang tidak terduga membuat Selin tersedak begitu saja. "Uhuk, uhuk, uhuk," Selin cepat-cepat meraih botol minum disampingnya.
Juna terdiam dengan tatapan fokus memperhatikan gerak-gerik Bundanya yang terlihat kaget dan gelisah. Ia menghela napasnya panjang, dan kembali bersandar dengan nyaman pada Selin. "Bunda kenal kan?, diliat dari gerak-gerik Bunda juga Juna udah tahu," Gumam Juna sedikit kecewa karena Selin tidak menceritakan soal Barra kepadanya.
Selin menatap Juna sendu, sejak dulu dia tidak bisa berbohong atau menutup-nutupi apapun dari Juna. Sejak kecil Juna sudah sangat Cerdas dan Genius, sampai-sampai dia bisa membaca perilaku seseorang hanya dengan memperhatikan orang yang menjadi objek perhatiannya. Selin tahu saat ini pasti Juna kecewa, karena ada sesuatu yang ditutupi darinya. Di satu sisi Selin ingin menceritakan semuanya pada Juna, tapi disisi lain juga Selin masih belum siap dan menganggap Juna masih anak-anak untuk memahami kisahnya yang pelik di masa lalu.
"Hmm, iya Bunda kenal sama pria itu." Ucap Selin sebagai jawaban. Rasanya Selin ingin sekali mengucapkan, "Barra adalah Ayah kamu Sayang." Namun Selin masih belum kuasa dan hanya bergumam di dalam hati.
"Dia itu siapa?" Tanya Juna kembali.
Selin memejamkan kedua matanya penuh kebingungan, dia tidak tahu harus mengatakan apa pada Juna yang saat ini sedang menginterogasinya. Juna tidak bisa dibohongi, dan jika dia berbohong pun pasti hal itu akan membuat Juna semakin kecewa. Akhirnya, Selin hanya bisa diam membisu tanpa berbicara apapun.
"Berat banget ya Bun buat cerita?. Juna nggak suka ada orang yang berbohong, dan Bunda juga nggak bisa berbohong sama Juna. Juna tahu kayaknya Bunda belum siap untuk cerita tentang hubungan Bunda sama Om Bara." Juna menjeda ucapannya. "Tapi Bunda harus tahu, kalo Bunda nggak sendirian, Ada Juna sama Jeno di samping Bunda. Nanti, kalo Bunda udah siap cerita, Juna pasti ada buat dengerin Bunda." Lanjut Juna yang berhasil membuat kedua bola mata Selin berbinar.
"Junaa," Panggil Selin dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya.
"Bunda mau nangis ya, Nangis aja Bun jangan di tahan. Bunda nggak usah pura-pura kuat di hadapan Juna."
Greb, sontak Selin langsung memeluk Juna dengan perasaan haru bercampur dengan syukur. "Hiks, hiks, hiks, Bunda beruntung punya kamu nak, hiks, hiks, hiks.."
Juna tersenyum hangat dan membalas pelukan Selin tak kalah erat. "Juna sayang sama Nda, Juna tahu Nda nggak suka sama Om Barra. Nda nggak usah khawatir, nanti Juna mau nasehatin Jeno biar nggak seenaknya lagi."
Mendengar ucapan Juna, Selin menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. "Ya ampuun, hiks, hiks, hiks."
Anet dan Pak Sopir yang sejak tadi mendengarkan perbincangan Ibu dan Anak di belakangnya, tidak bisa membendung perasaannya dan ikut merasa terharu.
*******
Hallo Readers jangan lupa vote, like, komen dan share ke temen-temen kalian. Biar semakin banyak yang menikmati karya author yang satu ini.
Jangan lupa juga follow akun author biar lebih akrab.
Ig : @denisa_sahara
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Sugiyanto Samsung
mampir
2021-12-30
1