Halo pembacaku tersayang. Jangan lupa tinggalkan jejak cinta kalian untuk Juna-Anggi setelah membaca melalui rate bintang lima, vote hadiah dan kupon, like juga komentar sebanyak-banyaknya.
Follow juga instagramku @Senjahari2412 untuk mengetahui seputar cerita-cerita yang kutulis. Sayang kalian banyak-banyak. Terima kasih dan selamat membaca 🤗❤.
🍀🍀🍀🍀🍀
BAB 9a
"Mas, tanganku sakit!" pekik Anggi yang kini diseret Juna masuk ke dalam rumah.
Bunyi dentam pintu didorong kencang menggetarkan kaca-kaca jendela. Bik Tiyas salah satu ART yang paling dituakan hampir saja menjatuhkan asbak kristal yang sedang dilap olehnya di ruang tamu. Hanya bisa menundukkan pandangan ketika tuannya datang menyeret sang nyonya dengan kasar, tak berani membantu maupun angkat bicara walaupun ingin.
Rintihan kesakitan Anggi seolah hanya angin lalu. Pendengaran Juna tuli terbakar api cemburu terpendam. Menjelma bak monster mengerikan ketika muncul ke permukaan. Tiba di dalam kamar, Anggi ditarik dan didorong kasar hingga tersungkur ke atas ranjang.
"Mas, ampun. Aku tak pernah memiliki niat seperti kamu tuduhkan sedikit pun!" jerit Anggi sembari memegangi pergelangan tangannya yang berdenyut. Menahan diri untuk tidak menangis, Anggi benci menjadi lemah. Dirinya sudah dilemahkan dalam segala hal, setidaknya ia masih ingin memiliki kekuatan dalam upaya meluruskan semua tuduhan Juna padanya.
Juna mencondongkan tubuh, mencengkeram rahang Anggi kencang hingga si empunya meringis. "Yang kulihat sama sekali tidak begitu! Kamu malah asyik bercengkerama dengannya bahkan membiarkan dia menyentuh tanganmu!"
"Enggak, Mas! Yang dilihat mata belum tentu seperti asumsi yang disim_"
Kalimat Anggi terputus. Juna memagut kasar bibirnya penuh kemarahan. Mendorong paksa hingga terlentang. Mencekal kedua tangannya ke atas dan dengan cepat memerangkap tubuhnya dalam kungkungan.
Anggi ingin menjerit, tetapi tak bisa karena mulutnya dibungkam beringas. Sebanyak apapun usahanya melepaskan diri, semuanya sia-sia belaka. Tubuh kekar Juna yang dilanda amarah, berkali-kali lipat lebih kuat dibanding biasanya, sulit untuk mengelak.
Hanya buliran bening yang masih leluasa keluar dari sudut mata. Cerminan betapa sakitnya hati juga raganya. Apalagi ketika Juna menyentak kasar pembungkus bagian bawahnya hingga robek. Menghujam tanpa aba-aba, mengusak tanpa ampun sepanjang malam.
******
Anggi masih meringkuk dalam gulungan selimut sesiangan ini. Sebetulnya ia sudah terbangun sejak beberapa saat lalu, hanya saja tubuhnya terasa lemah sulit digerakkan. Tenaganya terkuras habis digagahi berjam-jam dan entah berapa kali Juna menyembur ke dalam rahimnya tanpa kelembutan tadi malam.
Sekujur tubuhnya sakit terlebih lagi bagian di antara kedua tungkainya, ngilu luar biasa. Kepalanya berat. Pandangannya berkunang-kunang. Kelopak mata serta bibirnya juga terasa bengkak. Saat beralih melihat pergelangan tangannya, warna biru gelap mendekati keunguan tercetak di sana, pantas saja berdenyut nyeri luar biasa.
Anggi terisak. Ingin pergi dari jeruji beracun ini namun tak kuasa. Kesembuhan ibunya adalah segalanya baginya. Masihkah ia bisa berbahagia jika kabur dari Juna sementara harapan kehidupan ibunya dipertaruhkan laksana di ujung tanduk? Tentu saja tidak. Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Ningrum, hanya akan menambah nestapa merundung jiwanya.
Derit pintu disusul derap kaki terdengar mendekat ke arahnya. Aroma bergamot berpadu musk memenuhi indera penciuman. Dari wangi yang menguar saja Anggi sudah tahu Juna yang masuk ke dalam kamar.
Ia memilih memejamkan mata rapat-rapat, meredam amarah yang memang takkan pernah bisa diungkapkan secara gamblang, tak memiliki daya upaya untuk menentang kuasa Juna atas dirinya. Tahu diri di mana harus menempatkan diri.
Juna sudah segar. Memakai setelan casual berupa kaos hitam dan celana chino warna khaki. Ia tidak ke kantor hari ini. Mengurusi pekerjaan dari rumah selagi menunggu Pandu pulang dari Pekalongan untuk melaporkan hasil ramah tamah temu warga.
Dia duduk mengenyakkan diri di sisi ranjang di mana Anggi meringkuk. Tak biasanya istrinya itu masih berbaring di peraduan ketika matahari sudah naik lebih dari satu tombak.
"Anggita. Bangun, ini sudah jam sembilan. Kamu harus sarapan."
Juna menggoyangkan bahu Anggi pelan. Meskipun sering kali bersikap kasar, tetapi dia selalu peduli jika itu menyangkut urusan mengisi perut. Dengan dalih jika Anggi sakit maka itu akan merepotkannya.
Anggi tak membuka mata maupun merespons. Sekali lagi Juna membangunkan dengan menepuk-nepuk pipi istrinya.
"Anggita, sebaiknya cepat bangun dan sarapan. Aku tidak mau kamu sakit. Itu merepotkan."
Juna mengernyit. Telapaknya yang asalnya di pipi Anggi, merambat naik meraba kening. Dia juga meraba bagian tengkuk serta leher. Termometer alami di tubuhnya mendeteksi, Anggi demam panas tinggi.
Juna terkesiap, ditambah wajah cantik Anggi pucat pasi. Mungkinkah ini akibat sebab semalam dirinya lepas kendali?
"Anggita!" ujarnya panik sembari meraup Anggi bersandar padanya.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 186 Episodes
Comments
Vivo Smart
jahat nggak sih kalau aku berharap ibunya Anggi meninggal saja.
biar Anggi bisa kabur ninggalin Jin dan jun ini
2024-05-23
1
Ica Snow Kim
JUNA MARAH BESAR LIHAT ANGGI DENGAN MANTAN PACARNYA, & TIDURI ANGGI DENGAN KASAR 😰😓.
KASIHANNYA ANGGI, AKHIRNYA SAKIT DEH 😰😓
2024-04-10
1
Mak sulis
pasti gara2 kamu hajar tuh Jun...jadi sakit kan..pasti habis ini kamu puasa gara2 Anggi sakit.. tapi yakin deh habis ini kamu pasti lebih sayang ke Anggi
2023-06-27
0