BAB 2b
Ibu mau makan buah apa? Aku kupaskan," tanya Anggi sembari tersenyum hangat seindah langit senja.
Ia baru selesai menyuapi Ningrum makan malam di jam enam sesuai saran dokter. Sebetulnya ia mulai resah lantaran jatah waktunya di luar rumah semakin terkikis.
Beberapa pesan teks sudah dikirimkannya kepada Ayu sedari satu jam yang lalu meminta sang Kakak supaya segera kembali. Namun, sampai sekarang masih saja centang satu.
"Buah pir saja, Nak,"
Ningrum selalu makan lahap penuh sukacita ketika Anggi datang. Patuh menghabiskan satu set makanan sehat jika Anggi yang menyuapi.
"Kakakmu ke mana?" tanya Ningrum yang sejak tadi tak mendapati si sulung di dalam ruangan.
"Oh, Kak Ayu pergi nonton katanya, ada kencan. Tidak apa-apa, Bu. Sesekali dia butuh hiburan," jawab Anggi menenangkan berbalut pemakluman.
"Maafkan Ayu, ya. Apabila sikapnya padamu sering menjengkelkan juga keras kepala walaupun nasehat tak henti ibu sampaikan padanya. Ibu harap kamu bersabar. Bagaimana pun juga, dia tetap kakakmu. Ibu ingin kalian tetap akur dan saling menjaga sesama saudara."
Anggi menghela napasnya kering. Sejak dirinya memasuki jenjang perkuliahan, Ayu memang menaruh benci padanya lantaran dulu kakaknya itu hanya bersekolah sampai SMA. Menyebut bahwasanya Ningrum pilih kasih.
Padahal, Anggi masuk universitas negeri yang cukup ternama di Jakarta juga berkat kecerdasannya serta tekunnya ia belajar. Anggi mendapat beasiswa, dan Ningrum sebagai seorang ibu tentu mendukung secara moril dan materil semampunya. Sebagai Orang tua tunggal setelah suaminya tiada, Ningrum mengandalkan penghasilan usaha toko kelontong demi memenuhi kebutuhan hidup dengan berhemat sebisa mungkin.
Tidak menutup mata, para mahasiswa maupun mahasiswi yang mendapat beasiswa tetap harus merogoh kocek pribadi untuk beberapa hal seperti biaya transportasi. Akan tetapi biaya perkuliahan seluruhnya ditanggung beasiswa tersebut dengan berbagai catatan yang harus diperhatikan dan dijalankan supaya privilege pendidikan yang banyak diincar itu tidak gugur di tengah jalan. Salah satunya minimal harus mempertahankan prestasi akademik dan lebih bagus lagi jika naik.
Kedengkian Ayu kepada adiknya semakin menjadi ketika keluarga Juna datang ke rumah untuk meminang. Semula Ningrum mengira kedatangan Marina teman karibnya sewaktu muda dulu juga atasan tempat Anggi bekerja itu membawa pinangan untuk Ayu, tetapi ternyata yang diinginkan Marina yakni ibunya Juna adalah si bungsu.
"Iya, Bu. Aku tahu. Jangan cemas. Ibu jangan terlalu banyak pikiran. Sebaiknya fokus pada kesembuhan. Kalau sudah sembuh, kita pergi berziarah ke makam bapak. Sekarang sudah ada mobil pribadi yang bisa kita gunakan. Ibu tinggal duduk nyaman, tidak harus repot-repot naik turun angkutan umum," jelas Anggi penuh sukacita. Ingin segera mengajak ibunya pergi berjalan-jalan menaiki mobil mewah yang belum pernah ditumpangi Ningrum.
Anggi menyeka mulut ibunya setelah Ningrum menandaskan isi gelas guna membasuh mulut. "Ibu juga sudah tak sabar," sahut Ningrum tersenyum sendu. "Anggi, Apa kamu bahagia dengan pernikahanmu, Nak? Apa Arjuna memperlakukanmu dengan baik?" tanya Ningrum tiba-tiba.
Pergerakan Anggi yang hendak menaruh gelas terhenti. Cukup terkejut tak menyangka akan pertanyaan sang ibu, mulai khawatir takut Ningrum membaca kecamuk perih di benaknya.
Berusaha menyembunyikan rasa kaget, cepat-cepat ia menaruh gelas dan melukis raut semringah di wajah ayunya. Menelan bulat-bulat sebah di dada.
"Hmm, tentu saja aku bahagia, Bu. Punya suami tampan juga bertanggungjawab memenuhi semua kebutuhanku siapa yang tidak bahagia. Mas Juna sangat baik padaku. Lihat ini, dia bahkan membawakanku oleh-oleh jam tangan mahal dari Eropa," sahutnya ceria sembari menunjukkan pergelangan tangannya yang dilingkari jam tangan mewah bertali oranye merek Audemars Piguet tipe Pre Own Royal Oak Diamond.
"Ini sangat bagus. Cocok dipakai putri ibu yang cantik." Ningrum meraih tangan Anggi dan meremasnya lembut.
"Ibu tahu berapa harganya? Harga jam tangan ini lebih mahal dari mobil Avanza milik Bu RT di tempat tinggal kita." Anggi tersenyum lebar menampilkan raut paling bahagia agar ibunya tak mengendus fakta sebenarnya.
"Wah, mahal sekali. Syukurlah, ternyata Arjuna sangat menyayangi kamu." Ningrum mengusap pipi anaknya penuh sayang.
"Ehm. Ta-tapi, kenapa Ibu menanyakan hal itu?" tanya Anggi hati-hati tanpa menanggalkan mimik cerianya.
Ningrum terkekeh pelan. "Maafkan, karena Ibu berpikiran berlebihan mengingat kalian menikah bukan berlandaskan cinta."
Anggi menghela napas. "Kami berdua sudah dewasa, Bu. Bukan remaja yang bersikukuh menikah harus didasari cinta. Buktinya sekarang kami saling menyayangi, seiring berjalannya waktu." Anggi meringis dalam hati. Hidupnya sungguh ironi. Ucapan yang terlontar dari bibirnya dan fakta yang dialami amat tidak selaras.
"Cuma Ibu lihat-lihat kamu kurusan, Anggi, jadinya Ibu menyimpulkan hal lain." Ningrum mengutarakan alasan kecemasannya.
Anggi tertawa pelan. "Begitu rupanya. Jangan cemas, Bu. Aku memang sengaja berdiet. Supaya Mas Juna makin sayang padaku."
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 186 Episodes
Comments
Harri Purnomo Servis Kamera
keren
2025-01-17
0
Ulfa Birrya
ma'lum di desa mobil avanza itu udah mobil mewah
2023-08-30
3
Mak sulis
hati seonga ibu pasti akan peka terhadap anaknya..karena selama 9 bulan telah dikandung..jadi ikatan batinnya kuat..walau Anggi berkata bahagia, tapi sang ibu pasti merasakan ketidak bahagiaan Anggi ananaknya
2023-06-22
0