“Apa semua lelaki begitu? Apa Albert Einstein juga berpikir begitu setiap harinya? Saat masih hidup dan bersama Isterinya.”
“Ya iya atuh sayang, masa dia bilang sih ke semua orang.”
“Itu sih pemikiran kamunya aja yang begitu. Gak mungkin lah Albert Einstein begitu.”
“Ya terserah kamu kalau gak percaya. Aku nagih yang tadi, kamu udah siap belum?”
“Nagih apa?” Aku berubah jadi Petrus Mahendra. Iya, pura-pura lupa.
“Yang itu sayang.”
“Kerumah Mamamu? Ayo, aku siap-siap dulu.” Aku mengalihkan topik.
“Huh, kamu mah. Kita bercinta dulu.”
“Enggak.”
“Kamu ingkar janji?”
“Kamu kenapa sih nafsu banget.”
“Aku udah gak tahan, kak. Ayolah sayang! Please! Ya ya ya?” Dia memohon.
Dasar buaya muara. Aku dilanda kegundahan sekarang.
“Otakmu itu lho, harus diperbaiki. Jangan dikit-dikit mikirnya kesana terus.”
“Itu normal pada semua lelaki, kak. Ayolah sayang, ayo. Aku buka ya?”
“Buka apa?”
“Buka baju kakak.”
“No no no!”
“Yaudah, gak jadi kerumah Mama kalau gitu.” Dia mengancam.
Ya Tuhan, aku harus gimana sekarang?
“Oke oke! Yaudah lakuin apa yang kamu mau sekarang. Ini buka aja semuanya, buka!” Aku berkata agak menaikkan suara.
“Sssssttttt, sabar sayang. Kamu gak boleh nolak permintaan Suami.” Aku yang emosi tapi dia tetap tenang begitu.
Aku hanya diam tak menggubris ucapannya. Dengan sigap dia membawaku ke atas ranjang. Aku hanya memejamkan mata dan pasrah dengan apa yang akan ia lakukan padaku. Kalau lagi romantis begitu, dia memang seperti Suamiku. Dan dia terlihat lebih dewasa dari usianya. Aku merasakan belaiannya yang lembut menyentuhku. Oh Bara, aku mencintaimu. Suamiku yang imut dan tampan. Eh.
“Kak, udah kak. Aku gak kuat.”
“Lah kamu yang mau tadi kan.”
“Iya, tapi aku udah lemas. Kita tidur sebentar dulu ya kak?” Aku pun tepar disampingnya. Setelah melakukan itu dengannya.
Aku harus secepatnya memberitahu pada orang tuaku di kampung tentang pernikahanku ini. Bara pun harus ikut untuk bertanggungjawab atas semuanya dan membicarakan langsung pada Ibu dan Bapak. Aku tak ingin Ibu dan Bapak menganggapku hamil diluar nikah. Pernikahan ini harus secepatnya di resmikan secara hukum. Aku tak ingin kehilangan Bara. Apalagi jika aku hamil nanti, aku tak ingin Bara meninggalkanku begitu saja setelah apa yang dia lakukan.
“Bara.”
“Iya sayang?”
“Aku mau pernikahan kita secepatnya di resmikan besok.”
“Secepat itu kah? Apa gak bisa nunggu beberapa minggu lagi?”
“Enggak. Aku gak mau tahu pokoknya harus besok. Aku takut tiba-tiba hamil, Bar. Aku ingin kamu ngomong semuanya langsung ke orang tuaku juga.”
“Iya sayang, aku janji. Kamu gak perlu khawatir, apapun akan aku lakukan untukmu, kak.”
“Panggilannya ganti dong, Bar. Masa kakak mulu, aku bukan kakakmu lho!”
“Terus maunya apa? Aku suka panggil kamu kakak.”
“Enggak, aku gak suka. Aku Isterimu! Isteri! Paham?” Aku mempertegas kata ‘Isteri’. Agar dia sadar sih. Aku kan memang Isteri, wanitanya. Bukan kakaknya.
“Cie sekarang udah mengakui nih. Kan aku bilang juga apa, kakak pasti akan tergila-gila sama aku.” Dasar cumi.
“Ya emang bener kan aku Isterimu. Bukan kakakmu.”
“Iya kakak sayang. Ehehehe. Eh, Isteriku yang paling cantik.”
“Terus panggilan buat kita apa?"
“Hmmmm. Gimana kalau cintaku? Kan so sweet kak.”
“Kakak kakak mulu.”
“Iya cinta. Kesinian dong deketan tidurnya.”
“Enggak. Aku malas sama kamu.” Aku merajuk dan membelakanginya di dalam selimut yang sama.
Bara justru mendekat dan memelukku dari belakang. Pelukan hangat dan begitu erat. Tak terasa mataku terpejam dan terlelap dalam dekapannya. Meskipun terlelap, aku masih bisa merasakan debaran jantungnya yang berdetak lebih cepat. Bara deg degan? Ha ha ha.
“Cinta, kamu udah tidur ya? Berarti kita gak jadi ke rumah Mama sekarang?” Mendengar dia berbicara begitu, sontak aku langsung terbangun dan berbalik badan menghadapnya.
“Kok gak jadi lagi? Terus kapan? Kesananya.”
“Besok cinta, aku janji.”
“Dari kemarin besak besok besak besok terus. Tapi gak jadi-jadi.” Aku mendengus kesal.
Ya emang begitu terus dari kemarin. Gara-gara dia yang maksa begitu jadinya begindang kan. Gak jadi lagi. Huh!
“Aku capek cinta, kamu juga capek kan?”
“Aku gak capek. Kamunya aja yang lemah.”
“Kamu mau dibuktiin lagi? Ayo.” Jawabnya menantang. Duh jangan lagi-lagi dong.
“Enggak, aku mau tidur aja.” Please, semoga dia gak tahu kalau aku pura-pura merem.
“Uh kakak. Eh cinta. Aku cium ya? Eheheh.” Dia cengengesan.
Aku merasakan Bara menciumku dengan lembut. Kenapa bibirnya manis sekali ya? Didekap dari depan begini rasanya malah aku yang jadi deg degan. Dalam satu selimut berdua dengan kondisi tubuh yang sudah polos akibat perbuatannya tadi. Ah, aku gak mau mengingatnya. Tapi sudah keingat juga sih. Eh.
“Aku gak nyangka kalau bisa nikahin kakak. Eh cintaku. Maaf, aku belum terbiasa kak. Yang penting aku sayang dan cinta sama kakak. Maaf juga, soal tali surgamu yang copot akibat perbuatanku. Nanti aku belikan lagi yang baru. Sebanyak-banyaknya yang kakak mau. He he he. Besok aku janji akan ajak kaka kerumah orang tuaku. Aku harap mereka suka dengan kakak. Kalaupun mereka gak suka, aku akan tetap memilih bersama kakak. Meskipun aku jatuh miskin sekalipun.”
Aku mendengar semua ucapannya. Apa maksud Bara dengan berbicara begitu?
Tak lama Bara berucap, ia pun juga ikut terlelap sambil mengeratkan pelukannya pada Ana. Mereka terlelap bersama dalam kehangatan penuh cinta. Pengantin baru dadakan yang cintanya sudah menggebu tanpa mengenal sebelumnya. Aneh memang, terkadang cinta memang membingungkan. Saat kita tengah jatuh cinta pada seseorang, rasanya ingin dekat selalu dengan orang itu. Sama halnya seperti kisah cinta Bara dan Ana.
Pagi menjelang, Ana dan Bara nampak kelelahan semalaman penuh. Sampai lupa untuk datang mengunjungi rumah orang tua Bara semalam. Masih berada di dalam selimut yang sama, dalam kondisi tubuh yang sama polosnya. Dua manusia yang tengah dimabuk cinta masih terlelap dalam mimpinya masing-masing. Padahal hari sudah menunjukkan pukul 05.15 WIB. Ya, mereka berdua kesiangan. Hari ini memang hari Sabtu. Tapi tetap harus melaksanakan kewajiban umat beragam Islam. Untuk melaksanakan sholat subuh.
Bara terbangun lebih dulu. Tumben.
“Sayang, bangun. Kamu masih ngantuk ya? Hehehe. Maaf, gara-gara perbuatanku yang semalam. Kamu cantik banget kalau gak pake hijab gini.”
Cup
Bara mengecup pipi Ana sembari memainkan rambutnya. Namun Ana tak kunjung bangun juga. Kenapa ya? Biasanya Ana yang paling lebih awal bangun pagi. Apa bercinta itu semelelahkan itu ya? Duh, author jadi deg degan kalau nanti udah nikah. Eh. Ha ha.
“Sayang, Ana. Bangun. Kamu kenapa gak bangun-bangun?” Bara nampak khawatir sekarang.
“Badannya gak demam sih, napasnya juga masih ada. Ah, aku ada ide.”
Bara rupanya menggendong Ana ke dalam kamar mandi untuk mandi bersama. Author yakin si Bara mau begitu lagi. Tega banget si cumi. Gak kasian emang ya dia sama Ana?
“Ah, aku kenapa?” Ana membuka matanya perlahan. Merasakan sekujur tubuhnya yang basah. Dan melihat sekitar.
“Akhirnya kamu bangun juga sayang. Yuk kita mandi!”
kira-kira mereka bakal mandi bareng gak ya? eheheh. Komen ya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Ami batam
ini di sini bara kyk ny hanya maen2 saja sama ana,dr kmren mau ngenalin orang tua ny tapi tak jadi2,dasar brondong cuman cari untung saja
2022-03-09
1
Karebet
👍👍👍👍👍👍
2022-02-16
0
Cek Bundel
katanya author blm nikah kok bisa bikin cerita dewasa ya
2022-01-29
0