"Apaan, sih! Mau gendong aku? Kita tuh, bukan mahrom, Dek." Cerca Ana berdecak sebal.
“Berarti kalau udah jadi mahrom, boleh dong, aku gendong Kakak?"
“Enggak.”
“Loh, kan tadi Kakak bilang, boleh. Kalau udah sah jadi mahrom.”
“Iya, kalau yang menggendong aku itu, Suamiku. Jodohku kelak.”
“Kalau Suami Kakak itu aku, bagaimana?”
Dasar mvrit!
“Aku mau pulang, kamu jangan ikuti aku. Awas, kalau sampai ngikutin aku lagi!” Ana beralih topik dengan gertakan pada Bara.
“Kalau aku ikutin lagi, emangnya kenapa?”
“Aku bakal block nomor kamu, dan kita gak akan pernah ketemu lagi.”
“Iya, iya. Aku diem deh, nggak lagi-lagi ngikutin Kakak." Bara tersenyum menyeringai menatap Ana.
Entah apakah perkataannya bisa dipercayai atau tidak. Yang jelas, Ana sudah muak berada di dekatnya.
“Ya udah, kamu diam disini. Sampai aku menjauh dari pandanganmu, baru kamu boleh pergi.”
“Iya, Kakak cantik," balasnya memuji Ana, sambil menyengir memamerkan gigi putihnya.
Ana pun berjalan dengan langkah cepat, agar bisa secepatnya tiba di kosan. Lelah sudah ia berjalan jauh menghindari Bara, siapa lagi kalau bukan bocah kecil dan tengik itu. Tanpa terasa, lima belas menit sudah Ana berjalan, akhirnya ia pun tiba di depan pintu asrama putri. Buru-buru Ana membuka gerbang itu dan masuk ke dalamnya. Namun, ketika ia berbalik badan dan hendak menutup pintu gerbang, Ana di kejutkan dengan kehadiran bocah itu lagi.
Lebih tepatnya, Bara.
'Astaghfirullahal'adzim! Anak itu benar-benar. Dia sebenarnya paham nggak, sih? Ocehan aku tadi? Kenapa masih ngikutin lagi, coba?' gerutu Ana dalam hati tersentak emosi.
“Kamu! Ngapain kamu ngikutin aku lagi sampai kesini? Kan, tadi udah buat perjanjian kalo-" ujar Ana terpotong oleh perkataan Bara.
“Sssttt! Kakak jangan berisik, dong. Aku mau menumpang ke toilet sebentar, boleh ya?” pintanya.
"Nggak bisa! Ini kamar kosan aku, bukan kosan kamu. Sana balik lagi ke kampus! Di sana kan, ada banyak toiletnya." Sergah Ana menolaknya mentah-mentah.
“Gak bisa Kak, ini udah diujung tanduk. Please! Boleh, ya? Aku janji gak akan macam-macam. Berani sumpah, deh!" tutur Bara dengan tatapan seriusnya. Tubuhnya meronta-ronta seperti orang yang sedang menahan pipis.
Seperti sejak awal, Ana memang orang yang tidak tega-an. Dan akhirnya, Ana memberi izin Bara untuk menumpang sebentar ke dalam toilet kamarnya.
"Huh, oke. Tapi jangan lama-lama, hanya lima menit aja. Dan lagi, jangan berisik. Kalau suaramu kedengaran sampai ke telinganya Ibu kos disini, aku juga yang bakalan di usir."
“Ibu kosnya juga tinggal disini, Kak?”
“Iya. Tuh, disampingku tempat tinggalnya. Yaudah buruan, aku mau istirahat soalnya."
Pov Ana
Mau tidak mau aku pun memberikan izin Bara untuk buang hajatnya di toilet dalam kamar kos ku. Dengan berat hati, aku mengizinkannya. Meskipun aku tahu resikonya. Kalau sampai ketahuan dengan ibu kos, tentu aku bakalan di usir dari kosan ini.
Lagian kenapa juga, aku bisa-bisanya mau menerima dia masuk ke dalam kamar kos ku? Entahlah, aku juga tidak tega untuk menyuruhnya balik lagi ke kampus dengan kondisi yang sudah diujung tanduk.
Pov End.
“Jangan lama-lama, Bar.” Panggil Ana yang kini tengah duduk di ruang tamu, menunggu Bara keluar dari toilet kamarnya.
Pintu kamar kosnya sengaja Ana tutup, supaya tidak ketahuan kalau Ana membawa laki-laki masuk ke dalam kamar ini. Ana tidak mau menjadi panjang masalahnya jika sampai ketahuan.
Beberapa saat kemudian, Bara muncul dari bilik toilet kamar Ana. Rambutnya tampak basah seperti sehabis mandi. Ia lantas berjalan mendekati Ana. Senyumnya kembali mengukir pada bibirnya. Ana tertegun menatapnya, sosok lelaki yang begitu menyebalkan itu kini seratus persen berubah menjadi pemuda tampan.
'Apa karena rambutnya yang basah? Dia jadi berubah tampan begitu? Kyaaaaa, aku mikir apaan sih?!' gumam Ana dalam hati berteriak kagum pada Bara.
Cie, kesemsem. Ehem!
“Duh, lama banget sih kamu, Bar? Aku takut Ibu kos nya dengar suara kamu disini," lirih Ana sedikit resah.
“Aku diam aja kok dari tadi, Kakaknya aja yang mengoceh mulu.”
“Kamunya yang buat aku jadi mengoceh melulu. Kan, udah aku bilang. Jangan ganggu hidupku, dan jangan ngikutin aku lagi. Tapi kamu malah ingkar janji.” Bara hanya diam tertunduk, lalu ikut duduk disamping Ana yang kini tengah selonjoran di bawah sana.
Namun...
Tok
Tok
Tok
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. Ana terperanjat tak percaya. Degupan jantungnya berdebar tidak karuan. Ia gugup dan ketakutan sekarang.
“Ana! Kamu bawa siapa masuk ke dalam kosan?” panggil orang yang ada di luar sana, dan ternyata ialah ibu kos pemilik kos-kosan ini.
“Tuh kan, gara-gara kamu sih! Kamu sembunyi, buruan!" titah Ana memberikan perintah pada Bara untuk bergerak cepat.
“Kok aku sih, Kak? Aku mau bersembunyi dimana? Disini nggak ada tempat untuk bersembunyi.”
Iya juga sih, ruang tamu kosan ini kan hanya berukuran sepetak. Itu juga gak ada barang-barang apapun disini selain karpet dan meja belajar.
“Ana!!! Saya hitung sampai tiga kalau kamu gak jawab, saya dobrak pintu ini!” Teriaknya dari luar mengancam. Ana semakin panik dan gemetar ketakutan. Ia benar-benar takut sekarang.
“Gimana, dong? Aku takut di usir dari sini," tutur Ana panik disertai wajah sedu nya.
“Tenang aja, Kak. Kalau Kakak di usir, kita pindah ke apartemen. Aku yang akan bayar semuanya," ucap Bara santai. Tapi, pintu kamar Ana semakin di dobrak dengan paksa Lalu tiba-tiba...
BRAKKK!
“Astaghfirullah! Ana! Kamu bawa lelaki masuk ke dalam kamar kosan? Habis ngapain saja kamu, hah?!" umpat ibu kos itu memaki Ana dengan suara lantang. Rupanya, dia tidak datang sendirian. Melainkan sudah bersama dengan warga kos yang lain.
“Astagfirullah, usir aja Bu! Malah jadi bikin sial disini. Lihat tuh, rambut cowoknya basah. Pasti dia habis berbuat mesum, kan? Ayo ngaku kalian!" sambung seorang ibu-ibu berkata yang dia tujukan untuk Ana dan Bara.
“Gak bisa dibiarkan Bu, kita harus panggil RT setempat.” Cerca yang lainnya mengompori ibu kos itu.
“Baiklah, saya akan telepon Pak RT untuk datang kesini."
Ana yang di pergok habis-habisan oleh ibu kos dan juga tetangga sebelah tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya tertunduk malu. Bara pun hanya berdiam diri dan tak bergeming. Seolah pasrah dengan keadaan ini. Walau sebenarnya, mereka berdua tidak melakukan apapun.
'Ini semua gara-gara dia, kalo dia gak maksa aku buat masuk ke dalam kamarku, kejadian ini gak akan terjadi,' gumam Ana menyesal karena sudah membiarkan Bara masuk ke dalam kamarnya.
Beberapa saat kemudian...
Datanglah sejumlah orang mendatangi kosan ini. Seorang lelaki paruh baya bersama dengan wanita dewasa, serta anak kecil di sebelah mereka. Ana tidak bisa membela dirinya. Sebab semua orang disini tak akan ada yang mempercayainya. Bahkan mereka memandang Ana begitu jijik.
Layaknya orang yang baru saja berbuat zina.
“Sebaiknya kita nikahkan saja mereka, dari pada nantinya akan berdampak kesialan pada penghuni kosan lain dan warga sekitar," ucap seorang lelaki paruh baya itu. Yang ternyata ia adalah Pak RT di sekitar warga sini.
'Aku bahkan dibuat kehabisan kata-kata. Masa iya aku harus menikah sama Bara?' gumam Ana dalam hati tidak terima.
“Tunggu dulu Pak, saya bisa jelaskan kejadian yang sebenarnya. Kalau saya dan Bara itu tidak melakukan hal-hal diluar pernikahan. Kita hanya-" tutur Ana mencoba membela diri. Namun perkataannya tidak sampai habis. Sebab langsung di potong oleh ibu kos itu.
“Diam kamu! Sudah berbuat mesum masih saja membela diri, seakan tidak terjadi apa-apa. Sudah, Pak RT buruan kita nikahkan mereka," bentak Ibu kos memotong ucapan Ana. Dan beralih berbicara pada Pak RT.
'Hatiku bagai tertusuk duri ketika diperlakukan seperti hewan yang habis tercebur got lalu terlihat oleh manusia. Bara juga sedari tadi hanya diam saja dan tidak membela sama sekali. Apa dia senang mau dinikahkan denganku? Ini kan yang dia mau?! Pak, Bu, maafkan Ana' tutur Ana dalam hati sedu.
“Mari semuanya, kita akan pergi ke rumah Ustadz setempat. Saya pun sudah memberitahu beliau mengenai hal ini," ujar Pak RT sambil memboyong Ana dan Bara keluar dari kosan menuju rumah Pak Ustadz yang jaraknya tidak jauh dari sini dengan berjalan kaki.
“Bara, kok kamu diam aja sih?! Kamu senang, kan? Iya, kan?! Aku kecewa sama kamu!" sentak Ana sambil berjalan mengekor di belakang mereka semua.
Tanpa sadar, bulir bening itu luruh dengan sendirinya. Ana menitikkan air matanya. Menangis tanpa bersuara, hal yang begitu menyesakkan di dadanya. Tiba-tiba saja, tangan Bara terangkat dan mengusap air matanya. Tapi Ana sama sekali tidak luluh dengan tindakannya.
“Maafkan aku Kak, semua salahku." Bara menyesal karena sudah membuat Ana malu.
Tidak ada yang berguna jika semuanya sudah menghakimi keduanya. Sebab mulut manusia mudah sekali memberikan racun pada manusia yang lain. Seperti ular yang berbisa. Karena itulah, hati-hati dengan perkataan. Jika semua itu tak benar, maka akan menjadi fitnah. Dan dosa jariyah untuk yang sudah memfitnahnya.
“Permintaan maaf mu tidak berguna. Semuanya sudah terlambat," tutur Ana seraya memalingkan pandangannya, menatap lurus ke depan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
🌶 unyu🌶
anak perempuan kalo menikah jika ayah kandungnya masih hidup, maka walinya harus ayah kandungnya, klo bukan ayah kandungnya nggah pernikahannya😌
2022-03-02
1
Sulminah Dir
kok bara diam aja sih,?
2022-02-05
0
Dicky Hana
apa plagiat yah
2022-01-26
0