“Sekarang yang?”
“Iya! Se-ka-rang! Cepaaat!” Umpatku kesal.
“Iya, iya ampun Dj. Jangan galak-galak dong sayang, aku jadi takut nih.”
“Biarin, kamunya ngeselin terus dari tadi."
“Iya, maaf. Tapi cium aku dulu.” Dasar bucin.
“Tapi nanti janji ya? Aku dikenalin sama Mamamu.”
“Iya sayang, nanti malam ya? Sekarang kondisimu masih begini. Aku gak mau kamu kenapa-kenapa di jalan.”
“Iya. Yaudah sana cepat beli rujaknya.”
“Ciumnya mana?”
CUP
Hampir tiap hari selalu minta dicium, memangnya kenapa ya? Kalau gak dicium sehari aja. Memang otaknya saja yang mesi. Dikit-dikit bawa-bawa hasrat lelaki. Padahal gak semua lelaki sepertinya tuh.
Bara pun pergi keluar untuk membeli makanan yang aku pinta. Rujak buah mangga muda. Aku jadi tak sabar menunggu untuk memakannya. Perutku juga sudah mulai enakan sekarang, sudah tak begitu mual lagi. Tapi tetap saja, aku tak ingin makan nasi rasanya.
~~
Setelah setengah jam kemudian, Bara datang membawa beberapa makanan dan juga pesanan yang aku pinta. Ngomong-ngomong, banyak sekali dia beli makanan sebanyak itu. Bukannya aku hanya minta rujak buah saja ya?
“Kamu banyak banget beli makanannya, Bar? Kan aku hanya minta rujak buah aja.”
“Iya, ini untuk aku dan kakak juga. Aku takut kalau kakak laper tiba-tiba terus gak ada makanan lagi.”
“Tapi kan aku gak sebanyak itu juga Bar makannya.”
“Hehehe, aku lagi pengin makan banyak kak.” Ucapnya sambil menyengir.
Loh, tumben banget dia makan sebanyak itu. Porsi untuk ukuran tiga orang. Astaga, Bara!
“Yaudah, mana rujak buahnya?” Ucapku menanyakan.
Bara menyerahkan satu kantong plastik berisi rujak buah mangga beserta sambal kacangnya. Duh enaknya. Eh, apalagi ini? Buahnya dicampur rupanya. Ah sudahlah, tak apa. Yang penting ada mangga mudanya.
Saat aku tengah asik memakan rujaknya, tiba-tiba saja Bara mendekatiku. Huh, ganggu saja dia.
“Kak.”
“Hm."
“Bagi dong rujak buahnya. Hehehe.” What’s? Bagi? Enak saja.
“Enggak. Ini punyaku lho, Bar.” Ucapku menolak.
“Sedikit aja kak, iya ya? Boleh ya sayang? Please!” Ucapnya memaksa.
Tumben banget dia pengin makan rujak juga. Aku tak ingin berbagi padahal. Tapi, ya sudahlah. Aku kasihan juga lihatnya.
“Yaudah, nih.”
“Suapin.” Rengeknya.
Udah dikasih, minta disuapin pula. Duh gustiii!
“Manja banget kamu.” Kataku sambil menyuapinya.
“Iya, aku memang manja.” Jujur banget nih anak.
“Harusnya aku yang dimanjakan sama kamu lho, Bar. Bukannya aku yang memanjakan kamu.”
“Hehehe, kakak mau aku manjakan juga? Boleh boleh boleh.” Ucapnya kegirangan sambil mendekatiku lebih dekat lagi.
Aku tahu, pasti dia mau berbuat begitu kan.
“Eh, enggak dulu. Aku lagi gak mood buat bercinta.”
“Katanya tadi minta dimanja?”
“Ya enggak gitu juga dong, Bar.”
“Huh, aku udah senang lho kak. Eh, kakak kenapa gak dipakai bajunya?”
Tiba-tiba dia menanyakan soal baju kurang bahan itu lagi. Hadeuh, gerah aku.
“Emangnya harus sekarang juga gitu? Aku pake nya.”
“Iyalah, kan aku disini. Ayo pake kak.”
“Hmmm.” Gumamku sambil berpikir sebentar untuk mencari-cari alasan agar tidak memakainya.
“Apa mau aku yang pake in? Gimana?”
Dasar cumi.
“Iya iya yaampun.” Tuturku pasrah.
“Nah gitu dong, kak. Aku jadi makin semangat kan.” Ucapnya sambil menaikkan kedua alisnya.
Dasar buaya. Awas kalau sampai aku dibikin gak bisa jalan gara-gara dia. Gak bakal aku pake baju haram itu lagi. Huh!
Aku pun mengambil satu baju haram itu yang berwarna kesukaanku, warna lilac. Dan langsung menghambur ke dalam kamar mandi.
~
Aku berkaca setelah memakai pakaian haram itu. Betapa tipis dan transparan baju ini. Mana lengannya dibuat kelihatan ketek pula. Baju apaan ini? Terus bawahnya hanya sampai paha panjangnya. Kalau pakai baju begini tiap hari, aku bisa dimangsa terus sama si bocil mesi itu.
Ya Tuhan, aku ingin pulang kampung aja lah kalau begini. Ternyata begini ya, kalau udah punya suami. Dikit-dikit diatur hidupnya. Aku merasa tidak bebas jadinya. Meskipun Bara bukan lelaki yang buruk. Jujur aku akui dia sangat baik.
Ceklek
Aku memutar knop pintu kamar mandi, dan betapa terkejutnya aku. Bara sudah berdiri didepan pintu kamar mandi ini. Aku capek, Bar. Astagfirullah. Dosa tidak ya? Kalau aku bersikeras menolaknya kalau diajak bercinta. Aku lelah. Aku lelah punya suami bocil. Apa pria dewasa juga begini ya? Eh, aku jadi takut membayangkannya kalau Bara jadi pria dewasa.
“Duh Isteriku.” Tuturnya tiba-tiba.
“Apa?! Minggirr! Aku mau istirahat, capek.” Umpatku sambil mendorongnya dari hadapanku. Justru dia malah semakin mendekatkan tubuhnya.
“Kakak lupa sama janjinya ya?”
“Janji apa?”
“Janji kalau habis makan rujak, kita akan bercinta.” Ucapnya membuatku tak bisa berkutik lagi.
Memangnya kalau punya suami, tiap hari harus begituan kenapa?
Aku harus konsultasi dengan dokter, agar dia berubah untuk tidak mengajakku bercinta setiap harinya. Mungkin saja otaknya lagi oleng, atau dia pernah kecelakaan, gara-gara itu dia jadi berpikir mesi terus tiap hari. Ah aku sudah menghalu kejauhan.
“Kamu kenapa sih, Bar?” Tanyaku kesal.
“Aku kenapa?”
“Kamu tiap hari penginnya begituan mulu.”
“Kan aku pernah bilang kak. Yang namanya hasrat seorang lelaki memang begitu.” Dasar kamunya aja yang mesi.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Umarul Khatab
good
2022-02-26
1
Karebet
👍👍👍👍
2022-02-16
0
Diana Susanti
suamiku juga gitu kak tiap hari tambah manten hanyar itu sehari 4 kali,,, palang merah baru istirahat,,,,
2022-02-10
0