Dinikahi Bocil
Dia bernama Ana Bella, seorang gadis rantau. Berasal dari daerah Jawa Timur, yang nekat pergi ke ibu kota Jakarta seorang diri. Demi melanjutkan pendidikannya yang sempat tertunda. Ana memilih kota Jakarta, karena ingin mendapat banyak pengalaman baru. Juga, kampus utama pilihannya ada di kota itu.
Gagal ujian berkali-kali demi mendapatkan PTN ternama. Namun, lagi-lagi harus mengalami patah hati kedua. Melihat teman-temannya yang sudah lebih dulu diterima di PTN impiannya. Sementara Ana sendiri gagal berulang kali.
Ana mulai mendapat pencerahan, setelah bersikeras untuk bangkit kembali. Memohon izin pada kedua orang tuanya untuk merantau ke Jakarta.
"Bu, Ana ... boleh, kan? Kuliah ke Jakarta?" Tutur Ana ragu-ragu pada Bu Ani. Ibu kandung Ana.
"Loh, memangnya harus ke Jakarta toh, Nduk? Apa ndak ada tempat lain? Ibu khawatir, kamu disana sendirian. Ndak ada orang tua, keluarga, apalagi saudara," sergah Bu Ani, menolak keinginan Ana. Wajah Ana langsung tertunduk sedu.
"Kalau itu keinginan Ana, apa boleh buat toh, Buk? Jangan terlalu memaksakan pada anak sendiri. Takutnya, dia malah jadi tertekan." Sanggah Pak Agi. Yang kerap disapa Bapak, oleh Ana.
"Bapak ini lho, Ana itu anak perempuan kita satu-satunya," sambung Bu Ani.
"Lha, anak kita bukannya dua toh, Buk? Itu, si Abi," tukas Pak Agi.
"Maksud Ibu, Ana 'kan anak perempuan. Bahaya, kalau dia merantau sendirian ke Jakarta. Disana tuh keras, Nduk. Kehidupan Jakarta berbeda dengan di desa kita." Bu Ani sepertinya kukuh menolak permintaan Ana.
Namun, setelah memohon berulang kali, akhirnya Bu Ani pun menyetujui. Meski dengan terpaksa. Bagi Ana, ini adalah awal perjalanan karier hidupnya. Dan sekarang, sudah berbulan-bulan sudah. Ana menjalani kehidupan di kampus baru ini.
Walaupun sama sekali tak mempunyai teman dekat. Tapi Ana begitu giat memperoleh nilai IPK yang tinggi. Demi mewujudkan harapan kedua orang tuanya yang berada di kampung halaman.
.........
Selesai mengikuti kelas hari ini, rasanya masih belum cukup. Bila tidak menikmati makanan yang ada di kantin kampus. Ana berniat untuk memakan semangkuk bakso. Makanan favoritnya setelah ayam goreng. Dahaga nya terasa kering dan haus. Meminum segelas es jeruk, mungkin bisa melepaskan semuanya.
"Bu, pesan bakso satu mangkuk, ya! Sama es jeruknya juga," pinta Ana pada ibu warung di kantin itu.
"Siap, Kak! Mohon ditunggu sebentar, ya!" Ana lantas mengangguk pelan seraya tersenyum ramah.
Sembari menunggu, Ana memilih untuk mencari tempat duduk di sekitarnya yang masih kosong. Pandangannya melihat-lihat sekelilingnya yang tampak begitu ramai. Masing-masing orang mempunyai circle nya sendiri.
Hanya Ana sendiri, yang sudah sejak awal memijakkan kakinya di tempat ini, masih juga sendirian.
Tanpa teman, atau pula pacar.
Apa itu pacar? Ana tidak menjalin hubungan dengan siapa pun. Bahkan saat SMA pun, Ana belum pernah berpacaran.
"Pesanan bakso nya sudah siap!" Ucap Ibu kantin sembari membawa semangkuk bakso beserta es jeruk di nampan besar yang ada di kedua tangannya.
SET!
"Terima kasih, Bu." Tutur Ana.
"Sama-sama, Kak! Mari..." balasnya seraya pergi.
Tinggallah Ana sendiri, memulai makan siangnya dengan satu porsi bakso itu.
"Nyam... nyam... nyam..." gumamnya mengunyah bakso yang ada di dalam mulutnya.
Sedang asyik-asyiknya mengunyah bakso, tiba-tiba seseorang datang mendekati Ana. Lelaki muda dan tampan, memberanikan dirinya duduk di sebelah Ana. Tampaknya, anak itu usianya lebih muda jika di bandingkan dengan usia Ana.
“Hey, Kakak cantik? Sendirian aja, Kak?” tanyanya menyapa Ana secara tiba-tiba.
“Iya," jawab Ana singkat, lalu kembali melahap bakso yang sudah dia pesan tadi.
“Teman nya emang kemana, Kak?” tanyanya lagi sambil memperhatikan Ana yang tengah mengunyah bakso.
“Gak ada!” cetus Ana berdecak sebal, tanpa menoleh dan menatap wajahnya.
“Pacarnya?” pungkasnya lagi yang membuat Ana jengah dan buru-buru menghabiskan semangkuk baksonya.
“Bisa diam gak sih?!” cerca Ana ketus, sambil berdiri dan meninggalkan bocah kecil itu.
Lama-lama bisa emosi dibuatnya, kalau tidak buru-buru pergi.
Tapi sayangnya dia malah mengikuti Ana sampai ke depan pintu kelas. Mau tidak mau, Ana pun duduk di kursi koridor depan kelasnya. Agar dia tidak mengikuti sampai masuk ke dalamnya. Sampai akhirnya, Ana sendiri yang lebih dulu angkat bicara.
“Mau kamu apa sih? Dari tadi ngikutin melulu? Kamu tahu, nggak? Kamu tuh gak ada bedanya dengan pembuntut. Suka buntutin orang tanpa sebab,” tutur Ana tanpa langsung ke intinya. Spontan justru dia malah cengengesan.
Apa sih? Cringe banget. Dasar bocil!
“Kakak baru semester satu juga, ya?” lanjutnya bertanya, membuat wajah Ana berubah merah merona seketika, menahan malu.
Memang tadinya, Ana pun juga sudah berkuliah, namun karena keadaan yang tidak memungkinkan memaksanya untuk berhenti dan kembali melanjutkannya lagi sekarang. Di usianya yang sudah berumur 20 tahun. Seharusnya mungkin ia sedang mengerjakan skripsi. Tapi kini memulai semuanya dari awal lagi.
Nasib memang tidak ada yang tahu, bukan? Kapan dan mengapa hal itu harus terjadi pada kita. Kendatipun demikian, kesuksesan bukan hanya milik mereka yang lebih dulu berjalan. Tapi juga milik semuanya. Orang-orang yang enggan untuk menyerah.
“Emang kenapa, kalau aku baru semester satu? Ada masalah sama kamu?” sungut Ana sedikit emosi, sambil berkacak pinggang menghadap ke arahnya.
“Ya bagus dong Kak, aku bisa setiap hari datang kesini. Sambil meminta ajarkan tugas-tugasku," jawabnya sambil menyengir kegirangan.
Aneh 'tuh anak!
“Emangnya kita satu fakultas? Kenal juga enggak!” lanjut Ana sambil mengalihkan pandangannya ke arah lantai.
“Ya memangnya kenapa, kalau beda fakultas? Nggak ada yang melarang juga, kan? Makanya kenalan, setelah kenalan terus jadian. Setelah jadian, terus lamaran, dan kemudian, kita menikah. Lalu ... kita ehem-ehem. Hehe!" celotehnya sambil menyengir dan mengedipkan sebelah matanya.
Wajah Ana berubah tidak berekspresi. Tatapannya menatap datar ke arah anak itu. Bahkan hidungnya tampak kembang kempis sekarang. Tidak habis pikir, ia bisa bertemu dengan pemuda narsis sepertinya.
Belum apa-apa udah ngomongin nikah? Heh, kuliah saja dulu yang rajin.
Ana menghela napas panjang. Tangannya terangkat dan memijat keningnya. Kepalanya pusing, tiba-tiba bertemu dengan lelaki menyebalkan seperti pemuda yang ada di hadapannya saat ini.
“Udah, ngomongnya? Aku mau masuk kelas lagi,” kata Ana, sambil bangkit dari tempat duduk dan melangkah masuk ke dalam kelas. Namun, belum sampai depan pintu, langsung di tahan pergelangan tangan Ana olehnya.
"Apaan sih?! Jangan sentuh aku!" sentak Ana berdecak kesal.
“Tunggu dulu, Kak! Kita belum saling tukar nomor ponsel,” pungkasnya menghentikan Ana sambil menengadahkan ponselnya pada Ana.
Ponsel canggih nan mahal yang lagi viral seharga puluhan juta rupiah. Tampaknya, pemuda itu bukan berasal dari keluarga berlatar belakang biasa. Berbeda dengan Ana yang dari kampung pedalaman. Bahkan tampilan style bajunya begitu modis. Layaknya anak-anak hitz Jakarta Selatan pada umumnya.
Nak Jaksel kah, dia?
“Nomorku cuma satu, kalau di tukar-tukar, aku jadi gak punya nomor lagi, dong?” sergah nyeleneh. Menolak keras untuk memberikan nomor ponselnya pada pemuda itu.
“Ya udah, kalau gitu di sebutkan aja nomornya berapa?” sambungnya berkata dengan wajah serius.
Dari tatapannya, dia sepertinya tidak main-main. Peluh keringat bercucuran pada keningnya. Ana yang tidak tega-an, tentu saja akan mudah luluh. Dan memberikan nomor ponselnya secara cuma-cuma. Tentu hanya ingin membuat orang itu pergi dari hadapan sekarang.
“Kamu sakit, ya?” tanya Ana sedikit khawatir sekaligus mengalihkan topik. Meskipun tiga menit lagi waktunya akan habis. Tampaknya Ana masih kekeh dan enggan memberikan nomor berharganya pada bocah itu.
“Eng-nggak, udah berapa nomornya Kak? Aku juga ada kelas soalnya,” titahnya lagi sambil menatap ponselnya kali ini.
Ana menatapnya dengan tatapan iba. Benar saja, hati kecilnya luluh. Tidak tega dengan bocah kecil itu. Alhasil, dia pun menyebutkan nomornya pada lelaki itu.
"Udah, kan? Udah sana, hus hus hus!" usir Ana.
Hati-hati Ana, awas jatuh cinta! Ehem.
“Thanks, Kakak cantik! Nanti aku telepon diangkat ya, Kak?” ujarnya ceria, sambil melambai-lambai tangan ke arah Ana yang sekarang sudah berada di depan pintu kelasnya.
Ana terpaku menatap kepergian pemuda itu. Kedua matanya mengedip berulang kali. Bisa-bisanya dia bertemu lelaki narsis. Bahkan tingkahnya seperti anak kecil. Manja dan kekanakan.
Selepas dia pergi dari pandangan Ana, ia pun memulai kelas keduanya. Mata kuliah di jam terakhir. Yang begitu membosankan, sebab di pukul segini, rasa kantuk mulai datang dan menyerang. Namun, Ana segera menepisnya. Dengan meminum air mineral yang sempat dia beli sewaktu di kantin tadi.
Beberapa menit setelahnya...
Kelas telah berakhir, dan Ana berniat untuk pergi ke perpustakaan terlebih dulu untuk meminjam beberapa buku yang akan dijadikan referensi dalam makalahnya. Dalam sekejap, Ana mengecek ponselnya. Ada sebuah panggilan tidak diketahui namanya.
Ana mengacuhkan panggilan itu. Buru-buru ia mengambil beberapa buku yang sudah dia pinjam, dan pergi mendekati loker untuk mengambil tasnya. Sebab hari sudah mulai senja. Ana harus segera pergi dari sana.
Ketika Ana hendak membuka lokernya, tiba-tiba ada suara yang berdehem tepat berada di belakangnya. Sontak, Ana pun menoleh kebelakang.
“Astaghfirullahal'adzim!” ujar Ana kaget.
Bocil itu lagi?
“Emangnya aku setan, Kak?” celetuknya dengan raut wajah yang datar.
“Ih, kamu lagi, kamu lagi. Gak bosen? Ngintilin aku terus?" sambung Ana seraya berbalik badan untuk mengambil tasnya yang masih berada di dalam loker.
“Kakaknya tiba-tiba menghilang. Aku tadi ke kelas Kakak. Tapi udah nggak ada siapapun disana," celotehnya menjelaskan.
“Aku gak nyuruh kamu buat nungguin aku, loh. Oh, itu nomor kamu? Ku kira nomor nyasar tadi,” ucap Ana sambil memasukkan semua buku yang sudah dia pinjam tadi ke dalam tasnya.
“Sini, aku bantu, Kak?” katanya. Tapi tidak di gubris oleh Ana.
Cie, di acuhin. Uhuk!
“Gak perlu, aku lagi buru-buru nih,” sergah Ana menolak.
“Kemana? Aku antar ya, Kak?” kilahnya yang kini berjalan berdampingan dengan Ana sekarang.
"Ya pulang, lah. Mau kemana lagi emangnya? Udah sana, kamu juga pulang. Aku gak suka di ikutin terus sama kamu," tutur Ana seraya berjalan pergi meninggalkannya di perpustakaan itu. Namun...
“Kak, tunggu!" sanggahnya memanggil Ana dari belakang. Dengan terpaksa, Ana menghentikan langkah kakinya.
“Apalagi? Aku lagi capek dan sensitif loh ini. Kamu mau? Aku tinju kamu sampai babak belur, hah?!" ancam Ana sambil menoleh ke belakang. Lalu sekarang jarak Ana dengannya hanya berjarak dua jengkal dan saling berhadap-hadapan satu sama lain.
Lelaki itu menatap Ana dengan tatapan aneh. Seraya tersenyum menyeringai tidak jelas. Sesekali, dia memainkan alisnya yang di naikkan ke atas.
Heh, dasar buaya bocil! Kecil-kecil sudah bertingkah genit. Ngeselin!
“Kakak cantik, deh. Hehe!" pujinya tiba-tiba memuji Ana, sambil mengangkat satu tangan kanannya yang ingin mengelus pipi Ana. Tapi keburu di tepis tangan itu olehnya.
“Don't touch me! Kamu ngerti nggak, sih? Berapa kali aku bilang, untuk stop ikutin aku?! Udah sana, pulang! Mama kamu pasti lagi nungguin kamu," decak Ana sembari memasang ekspresi jutek.
Banyak pasang mata yang menatap mereka berdua secara bergantian. Spontan, Ana terdengar menghela napasnya panjang. Ia tidak ingin dirinya menjadi pusat perhatian orang disini. Dan anak itu, hampir membuatnya emosi.
“Aku belum tahu namamu, Kak. Namaku, Bara," ujarnya sambil mengangkat sebelah tangan kanannya, berniat untuk menyalami Ana. Memperkenalkan dirinya seperti orang-orang pada umumnya.
“Aku Ana," balas Ana. Pandangannya tampak celingukan memperhatikan sekitarnya. Ia lantas sedikit berjalan mendekati emperan yang dekat dengan pohon. Ana pun duduk dibawah sana.
“Pegal ya, Kak? Mau aku gendong, nggak? Kosan Kakak dibelakang kampus ini, kan?” celotehnya mulai bertanya lagi.
Yah, tidak ada bedanya seperti emak-emak yang sedang menginterogasi anaknya yang sehabis di bawa pulang sama cowok.
Eh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
NOVEL INI HMPIR MIRIP DGN NOVEL YG PERNH KU BACA, SI TOKOH BRONDONG ORTUNYA GK SETUJU KLO DIA NIKAH SAMA TU CWEK, TRUS KLO TK SALAH, ENTAH ABANGNYA,, SPUPUNYA ATAU ATASN T4 DIA BKERJA TU MNYUKAI ISTRI SI BOCIL BRONDONG, HINGGA GUNAKN CARA LICIK TUK JADI PEBINOR, HINGGA TU SI BOCIL BRONDONG DN ISTRINYA PERGI JAUH KLUAR KOTA,, DN MMBUKA USAHA HINGGA AKHIRNYA SUKSES..
2024-02-23
0
Dhika Ahmad
ha ha ha. bisa ngelawak juga ni bocil
2022-08-20
1
Dhika Ahmad
cugotep
2022-08-20
0