Hari sudah malam.
Langit saat ini sedang sangat indah untuk dipandang, Bulan purnama yang bersinar cerah, bintang-bintang yang secara sempurna terlihat.
Menghidupkan mesin motorku, dan segera pergi.
Setelah menyelesaikan keperluanku, aku berangkat untuk menghadiri sebuah acara perpisahan khusus untuk Al.
Mulai besok dia akan berangkat ke ibukota untuk masuk ke Akademi Citra Jakarta, atau biasa di sebut dengan ACJ. Sebuah sekolah elit yang hanya bisa dimasuki oleh orang-orang yang berprestasi dan tentunya dengan Stage yang tinggi.
Yah… Sebenarnya nilai akademis ku harusnya sudah mencukupi untuk lulus dalam ujian masuknya.
Namun aku menolak untuk mencoba ikut masuk ujian itu. Jika aku berhasil masuk, maka kemungkinan ku untuk dijadikan target pembullyan akan meningkat drastis. Hal ini tentu karena tempat itu adalah tempat berkumpulnya orang-orang hebat dengan Stage tinggi. Jika aku ke sana entah apa yang terjadi, dan disaat itu pula aku akan lagi-lagi terlalu mengandalkan Al.
Menolak untuk satu sekolah dengannya adalah keputusan yang ku buat untuk bisa berkembang.
Omong-omong, Al masuk ke Akademi itu lewat jalur undangan, setahuku hanya ada 5 murid yang masuk lewat jalur undangan di tahun ini. Sahabat jiwaku memang hebat.
Akan tetapi…
“Apa ini agak terlalu terlambat kah…? Pasti beberapa orang sudah pulang.”
Melihat ke jam tangan milikku, saat ini sudah tepat jam 21:30.
“… Acara dimulai jam 7 malam, sudah pasti sepi ini…”
“Biarkan sajalah, jika sudah tidak ada orang aku bisa langsung pulang… atau mungkin aku nongkrong sebentar…”
Setelah berpikiran kesana kemari, aku menaikkan kecepatan motorku dan melaju. Beberapa saat kemudian aku sampai ke sebuah kedai kopi yang sudah di janjikan.
Aku sedikit mengintip isi dalam kedai itu untuk mencari keberadaan kenalanku. Karena meja yang dipesan sedikit jauh dari jendela aku agak kesulitan dalam mencarinya. Beberapa saat kemudian aku menemukannya.
“ Ahh… mereka masih ada ternyata.”
Setelah menemukan hal yang kucari, aku langsung masuk dan menghampiri meja yang diisi oleh para kenalanku.
Saat sudah berada dekat orang-orang yang mulai menyadari keberadaan ku dan menoleh ke arahku. Beberapa dari mereka menatap ku dengan pandangan yang sangat menggangu. Tertulis dengan jelas kata-kata “Kau lama sekali” di wajah mereka.
Saat ini, hanya tersisa 5 orang yang masih ada di situ.
“Yo…, maaf aku terlambat!”
“Ya, tidak apa-apa, kau pasti sedang sibuk sekarang.”
Reaksi itu keluar dari mulut Al, sungguh mengenakkan. Walau begitu beberapa dari mereka masih menatap ku dengan pandanga seperti sebelumnya, walau sudah sedikit diperhalus.
“Begitulah…”
Aku melepas jaket yang ku kenakan dan menaruhnya di kursi dan kemudian duduk. Setelah itu aku menanyakan kemana gerangan teman-teman sekelas yang lainnya
“Hanya tinggal kalian? Yang lainya kemana?”
“Mereka sudah pulang duluan, tapi ada juga yang sedang berkumpul di tempat lain.”
“Begitu ya… ya pasti begitu adanya.”
Beberapa saat kemudian aku mulai memesan.
“Master, kopi satu!!”
“Yaa…”
Bartender itu merespon dengan baik. Yaa… sebenarnya tempat ini sudah menjadi favoritku sejak lama.
“Meski begitu, bukannya kau terlalu telat, Sai…”
Sebuah reaksi yang terlambat dan kurang mengenakkan datang dari mulut teman dekatku yang satu lagi, Reinhard.
“Yaa maaf, bukankah aku sudah meminta maaf tadi…”
Dia hanya merespon dengan meminum kopi dengan ekspresi yang menyebalkan.
“Dan juga ya Rei, aku datang terlambat juga karena mu…!”
Beberapa saat kemudian kopi yang ku pesan datang.
“Ini dia…”
“Terima kasih…”
Awalnya dia masih tenang beberapa saat setelah pernyataan ku, namun setelah itu, dia sedikit tersedak.
“Uhuk… eehhh, aku?”
Dia berkata sembari menunjuk dirinya sendiri. Sepertinya dia tak sadar akan keperluan ku hari ini. Aku hanya bisa menghela nafas, responnya lama sekali, apa ini karena dia sengaja, atau memang dia itu bodoh.
“Huuh…. Memangnya kau pikir kenapa aku datang terlambat?”
“Karena kau itu malas datang…”
Dia mengucapkan kata-kata itu tanpa beban sama sekali. Sungguh menyebalkan. Bahkan orang-orang yang hanya menyimak obrolan kami seketika tertawa. Bahkan Al yang sedari tadi hanya diam dan menikmati Teh hitamnya terlihat sedikit tersenyum.
“Hah…?!”
Aku merespon dengan nada dan ekspresi yang sangat menusuk.
Bahkan nada dan pandangan itu bisa membuat seorang Reinhard takut.
“Ahh… bohong, bohong! Cuma bercanda! Hehehe, kau terlambat datang karena aku meminta bantuan mu untuk, acara penerimaan murid baru itu kan…”
Teman-teman disekitar kami tertawa karena itu.
”Haahh, bisa-bisanya kau tidak ingat akan hal itu.”
“Maaf-maaf, tadi hanya bercanda.”
Aku kembali minum dengan tenang setelah itu, begitupun juga Rei. Setelah itu teman lainnya mulai mengingat tentang acara penerimaan murid baru.
“Oh iya, aku baru ingat kau yang maju nanti di acara itu…”
“Benar, aku menantikan aksimu Rei…”
“Aksi apanya…? Justru aku sangat malas tahu ikut acara itu. Tapi jika aku tak ikut, tidak ada yang bisa menandingi orang itu di divisi kelas 10. Sungguh merepotkan!!”
Dia berbicara dengan suara yang malas dan sembari mengacak- acak rambutnya, tanda seberapa tidak maunya ia untuk berpartisipasi dalam acara penerimaan murid baru.
“Sudahlah lakukan saja, dan juga semua persiapan, keperluan, dan lainnya aku yang mengurus! Yang kau lakukan hanya maju ke arena dan bertarung saja…”
Aku meresponnya, dan lagi-lagi dia memasang muka yang masam.
“Akan tetapi, jika Al yang maju pasti aku tak akan terpilih kan…? Jadi aku tak perlu mengikuti acara itu! Benar bukan?”
Setelah Rei mengucapkan hal seperti itu, semua orang mengalihkan pandangan mereka kearah Al yang masih tenang meminum teh hitamnya. Dia itu, sungguh memiliki mental orang yang berkelas ya…
Al menyudahi acara menyeruput teh hitam miliknya dan mulai merespon dengan berkata.
“Jika aku yang maju di acara itu, akan ada dua kemungkinan, dan keduanya juga mengharuskan kau bertarung juga…”
Dia berkata itu sembari menunjukan angka dua di depan wajah Rei.
“Memangnya apa saja kemungkinannya…?”
Rei merespon dengan bertanya mengenai apa saja kemungkinannya, yang lainnya juga antusias.
“Yang pertama adalah hal yang sama dengan yang terjadi sekarang di karenakan aku terlalu kuat untuk maju, bahkan para kakak kelas belum tentu ada yang bisa menandingi ku”
Dia berkata dengan nada yang sok kuat dan sombong, begitu pula dengan wajahnya. Nampak sekali dia sangat percaya diri dengan ucapannya tadi.
Yaah, memang ucapan tadi itu adalah fakta yang tak terelakan. Mungkin saja jika seluruh anggota kelas kami saat SMP melawannya, maka kemungkinan besar akan terjadi pembantaian.
“Dan kedua kau dan lawan mu nanti akan bekerja sama untuk mengalahkan ku!”
Rei yang mendengar jawaban itu merasa tidak puas, walaupun tahu itu adalah sebuah fakta.
"2 lawan 1, ya..."
Al adalah orang yang mewarisi teknik 7 gerak bara matahari yang selalu di wariskan turun temurun pada garis keturunan Al.
Bahkan ia adalah orang yang bisa menguasai Bara ke-7 dari teknik itu yang dikatakan sudah 100 tahun hilang.
Selama kurang lebih 100 tahun, tidak ada orang yang sama sekali bisa menguasai bara ketujuh. Seakan-akan teknik itu menghilang dari dunia, hingga akhirnya munculah Al. ini adalah salah satu alasan mengapa ia bisa masuk ke ACJ lewat jalur undangan.
Dan aku masih tak percaya bahwa sahabat jiwaku ini adalah orang yang begitu hebat. Sangat berbanding terbalik denganku.
“Akan tetapi, siapapun yang akan maju di antara kalian. Pasti tetaplah aku yang mengurus segalanya…”
Aku mengucapkan itu dengan nada yang berusaha menyindir Rei.
Mendengar perkataan ku, kami semua tertawa. Tetapi tidak dengan Rei.
“… Yaah, walau begitu Al masih akan sedikit membantu.”
Sepertinya sindiran ku sedikit berhasil, saat ini terlihat Rei yang memasang ekspresi yang kaget.
“Ehhh, apa aku tidak membantu?”
“Tidak sama sekali…”
Semua orang kembali tertawa kerena jawabanku, kami pun menghabiskan sisa malam kami penuh canda tawa. Kami membahas banyak hal mulai dari acara besok, tentang ACJ, dan yang lain-lain
“Oh ya Al, karena kau masuk ACJ, kau mungkin bisa sekelas dengan Si Putri angin yang terkenal itu…”
“Putri angin…? Siapa dia?”
Aku bertanya siapakah itu Si Putri angin itu, namun karena pertanyaan itu, teman-temanku justru bingung melihatku tidak mengetahui siapa Si Putri angin.
“Kau tidak tahu siapa dia…?”
Tanya Rei dengan wajah serius.
“Tidak..
Aku menjawab dengan santai.
“Putri angin itu julukan untuk calon teman sekolahku, Namanya kalau tidak salah itu Sylphy Hartiningrat!”
Al menjawab pertanyaan ku itu.
“Sylphy? Itukan nama dari Roh angin…?”
Aku bergumam, menyamakan nama seorang perempuan dengan nama roh angin. Ahh… apa karena namanya dia di sebut Putri angin?
“Ya, itu karena namanya di ambil dari nama roh angin…! Dan juga kudengar saat dia lahir, ada sebuah hembusan angin datang dan membukakan jendela rumah sakit yang sebelumnya ditutup!!”
Aku menyimaknya, itu terdengar seperti cerita fantasi saja.
“Dan oleh karena itu, orang tuanya memutuskan untuk menamainya dengan nama Sylphy, yang diambil dari nama Roh angin. Dengan harapan anaknya bisa menjadi seseorang yang kuat dan bebas layaknya angin.”
Ya benar… sungguh seperti cerita fantasi.
“Dan juga, Hartiningrat? Apa dia keturunan ningrat?”
“Ya, dia adalah putri Keraton Yogyakarta…”
“Ohh…”
“Sepertinya kalian tahu banyak tentangnya? Apa dia seterkenal itu?”
Sedikit pertanyaan itu membuatku kembali di tatap oleh teman-temanku.
“Tentu saja!”
“Tapi aku tidak tahu sama sekali tentangnya…”
“Itu karena kau kurang Update…”
Kami tertawa bersama-sama dengan nyaman.
“Yaah, aku pribadi sih lebih memilih si kembar Es itu…”
“Ehh sungguh?”
Lagi-lagi aku hanya menyimak saja, saat ini mereka seperti sedang membicarakan Idol saja. Apa jangan-jangan yang mereka bicarakan itu memang idol? Entahlah…
Tak terasa waktu berjalan dengan cepat. Sudah 1 jam semenjak keterlambatan ku, saat ini hanya aku dan Al saja yang masih ada di kedai kopi.
Teman-teman kami yang lainnya sudah pulang. Kalau Rei, dia terpaksa pulang karena arahan ku, disaat teman kami ingin pulang.
“Ehh, tapi aku masih belum ingin pulang…!!!”
“Tidak-tidak, jika kau tidak pulang sekarang, maka kemungkinan kau akan terlambat besok akan besar!! Jangan sia-siakan kerja kerasku…!”
Dia hanya memasang raut wajah kecewa mendengar ucapan ku. Sementara itu Al dan teman-teman kami hanya melihat kami sedari tadi.
“Perlu kau tahu, aku tidak melarang mu untuk tetap terjaga setelah sampai rumahmu! Aku hanya melarang mu untuk terlambat besok!”
“Benarkah…?”
“Yaa, benar! Tapi akan lebih baik jika kau langsung tidur saat sampai ke rumahmu. Itu meningkatkan persentase mu untuk tidak datang terlambat!”
Dia itu sangat sulit untuk diatur.
Aku menatap kearah Al yang sedang memainkan ponselnya dengan satu potong kentang goreng ditangannya.
“Jadi…? Kapan kau akan berangkat? Apa tidak apa-apa kau masih disini?”
Dia mengalihkan pandangannya ke arahku sesaat setelah mendengar pertanyaan ku.
“Besok mungkin, jam 09:00!”
“Jam 9?”
“Ya, Acara penerimaan murid baru di ACJ diadakan lusa! Besok adalah hari para murid mulai menempati asramanya masing-masing.”
“Begitu ya…”
“Oh ya, saat mau masuk SMP, bukannya kau juga menerima undangan dari ACJ? Kenapa baru kau terima sekarang?”
Yaa, ACJ bukanlah hanya tempat untuk SMA, tetapi SMP dan SD juga ada.
“Entahlah, aku juga tidak tahu…”
Dia menjawab itu dengan santai.
“Dan juga, bukannya dengan kemampuan akademis yang kau miliki, lulus di tes masuk bukankah hal yang tidak terlalu sulit…?”
“Ya, memang benar. Tapi aku menolak itu untuk Development Chara ku sendiri.”
Al awalnya hanya terdiam mencerna arti dari kata-kataku, dan beberapa saat kemudian dia terlihat seperti mengerti arti dari kata-kataku barusan…
“Begitu? Kalau begitu aku tidak mempermasalahkannya…”
Kamipun melanjutkan acara kami masing-masing, setelah itu aku melihat kearah jam tanganku. Saat ini sudah larut malam.
“Apa tidak apa-apa kau masih disini? Segala persiapan sudah selesai?”
Dia tersenyum mendengar pertanyaan ku.
“Tentu saja sudah…! Jangan terlalu meremehkan diriku ini Sai!”
“Benar juga, ya…”
“Walau sifat-sifat seperti ini datang karena aku sudah lama bergaul denganmu…”
“Yaah, kau benar…, kita sudah lama saling membantu satu sama lain!”
“Ya, karena itu aku ingin mengucapkan terima kasih dan sampai jumpa lagi!”
Al mengangkat tangannya den mengarahkannya ke arahku. Dengan niat untuk berjabat tangan.
“Yaa, aku juga ingin berterima kasih atas bantuannya selama ini.”
Aku menjawab ajakan jabatan tangan darinya dengan tersenyum.
“… Dan juga, sampai jumpa lagi!”
“Yaa…”
...----------------...
Saat ini aku sedang dalam perjalanan kembali ke rumah. Di tengah jalan raya yang mulai sepi ini.
“Ini kesempatan…” itulah yang ada dibenak ku. Namun aku mengurungkannya.
“Sungguh tak terpuji…”
Setelah menghabiskan waktu santai di atas aspal, aku akhirnya sampai ke rumah…
Memarkirkan Sepeda motorku di halaman rumah dan menuju pintu rumah. Aku memikirkan apa yang akan terjadi setelah itu.
‘Pasti aku dikunci diluar ini’
‘Berapa lama ceramah yang akan ku dengar ya..’
Pemikiran negatif datang datang dan menyerang isi kepalaku. Namun saat aku memegang kenop pintu, ternyata belum dikunci.
“Ehh? Belum dikunci? Syukurlah….”
Dengan langkah yang pelan, aku mulai memasuki rumah. Keadaan dalam rumahku sangatlah sepi. Beberapa lampu sudah dimatikan. Mungkin keluargaku sudah tidur.
“Sepertinya aku beruntung kali ini.”
Perasaan senang datang menghampiriku, namun itu tak berlangsung lama.
“Dari mana saja kau??”
Sebuah suara mendatangiku dari belakang. Sepertinya keberuntungan ku sudah habis.
“Ahh itu….., Ehh?”
Aku menoleh kebelakang, namun yang kulihat bukanlah orang tuaku. Namun seorang perempuan dengan wajah hitam dan memakai pakaian serba hitam senada dengan wajahnya saat ini. Ini benar benar menakutkan.
Dan juga dia terlihat sangat mencurigakan, pencurikah…?
“Ada apa?"
Dia bertanya seperti itu, sedangkan aku langsung mundur beberapa langkah.
“Siapa kau…?’
Namun dia mendekat.
“Hey… ke-“
“Jangan mendekat, ku peringatkan aku ini ahli beladiri.”
Aku memberinya gertakan, namun dia malah semakin mendekat, mendekat dan mengarahkan tangannya padaku. Sungguh menyeramkan
“Hiii…!!!”
Aku menyilang kan tanganku di depan kepala guna melindunginya. Namun dia justru memegang pergelangan tanganku dan menariknya.
“Hentikan!!!”
*Plak!
Orang itu memukul kepalaku.
“Berisik! Ini sudah malam, kau menganggu tahu!!”
Aku sedikit mengintip kearah orang itu, karena aku seperti mengenal suara itu. Dan setelah dengan jelas melihatnya, akhirnya aku tahu siapa dia itu.
“Ini aku!!”
Dia adalah kakakku, Violet P. Ardhisa.
“Ahh, kukira siapa… ternyata kamu kak!?”
Dia terlihat memasang wajah kesal.
“Tidak sopan! Memangnya kau kira aku ini siapa…?”
Ahh, sepertinya dia ini tidak sadar diri.
"Lagian, bukankah sudah kubilang hentikan kebiasaan mu memakai baju serba hitam di malam hari kan?! Kau bisa membuat orang jantungan tahu! Dan juga itu tak cocok dengan namamu!”
“Jangan kaitkan hal seperti ini dengan namaku, itu tak ada hubungannya!!”
"Jadi? Ayah dan ibu dimana?”
Aku berbalik dan mengabaikan ucapannya tadi.
“Mereka sedang pergi! Mungkin akan kembali besok!”
Aku menengok sedikit kearah Vio lalu kembali ke kegiatanku sendiri.
“Begitu…”
Diapun kembali larut ke dalam kegiatannya. Berkaca dan melepas masker kulit dan seperti biasa memakai SkinCare. Aku menatapnya malas karena itu.
Kakakku ini bisa di bilang seorang yang hebat. Walau tingkat kepintaran kami setara.
Dia adalah seorang Esper Stage 5. Saat ini dia sedang dalam masa Kuliah. Di suatu universitas di ibukota, Jakarta.
“Oh iyaa, kapan kau pergi kak…? Kuliahmu kapan mulai lagi?”
Aku bertanya kepadanya.
“Karena suatu hal, kelas yang ku ikuti tertunda 1 minggu…!”
Aku hanya ber’oh’ ria saja.
“Kau juga, cepatlah tidur! Besok hari pertamamu di SMA!”
Dia sepertinya sudah mulai cerewet saat ini.
“Baiklah…”
Mendengarkan perkataan kakak ku, aku pun segera tidur.
...----------------...
Pagi yang cerah, setelah mengalami hari yang cukup berat sebelumnya. Menatapi langit yang cerah.
“Baiklah, semoga hari ini lancar, tanpa hambatan….”
SMA Dharma Wangsa, sebuah sekolah menengah atas yang berada di daerah kami. Sekolah ini termaksud kedalam kategori Favorit di sini. Dan saat ini aku ada di depan gerbang.
“Yosh…!!”
Berada di depan gerbang sekolah baru membuatku sangat berdebar. Seperti apa orang-orang yang akan ku temui nanti aku tak tahu. Mengingat seberapa beratnya kehidupan masa SMP ku, aku jadi sedikit pesimis.
Aku berharap bisa membuat lembaran baru tanpa ada gangguan sama sekali. Aku sedikit mengintip kearah jam tanganku. Tepat waktu seperti biasa.
“Sai…!!”
Aku mengalihkan pandanganku, mendengar ada yang memanggilku.
“Yaa….!!”
Dia melambaikan tangan kepadaku.
“Ohh, Iyan…!!”
Dia adalah Rian, biasa dipanggil Iyan, dia juga ikut ke perpisahan dengan Al kemarin.
“Apa kabar? Kemarin kau pulang duluan ya…?”
“Hehehe, ya begitulah. Kau tahu sendiri bagaimana orang tuaku!”
“Benar juga…”
Iyan dan aku berteman cukup baik, dia saat ini baru saja naik Stage 3, sebelumnya dia hanyalah seorang Stage 2. Inilah alasan kami berteman cukup baik.
Karena biasanya murid dengan Stage tinggi akan memandang rendah murid dengan Stage rendah.
“Oh iya, apa kau melihat Reinhard?”
“Oh ya, hari ini dia maju kan ya? Sebagai wakil murid baru!”
Dia berkata sembari memegangi dagu-nya, sepertinya dia baru ingat akan hal itu.
“Jadi apa kau sudah melihatnya…?”
Aku kembali bertanya.
Dia merespon dengan menggeleng dan kemudian berkata.
“Ehmm, aku belum melihatnya sejak kemarin…”
Aku merespon dengan mengangguk.
“Begitu…, kalau begitu aku duluan yaa, sepertinya masih banyak hal yang harus di urus!”
Aku pergi dengan melambai. Setelah itu aku menuju ke aula, di sebelah ruangan aula tersebut terapat sebuah arena yang cukup luas dengan tribun penonton di setiap sisinya.
Sekolah Favorit memang hebat... itu yang kupikirkan
“Rei akan bertanding di sini kah…?”
Aku menatap dengan seksama luasnya arena ini. Luasnya hampir seluas lapangan futsal, atau mungkin ini memang lapangan futsal.
Aku langsung saja menuju ke ruangan yang ada di pojokan arena ini. Dan masuk kedalamnya mencari keberadaan Rei.
“Rei!! Kau sudah disini?”
Setelah masuk kedalam, dia tak ada di sini.
“Dimana anak itu…”
Jangan bilang dia terlambat.
Aku hanya bisa menghela nafas sembari memegangi kepalaku. Rei memang sangat berkebalikan dariku, dia itu tidak bisa disiplin waktu. Masalah sering sekali datang kepadanya, seakan-akan takdir menghalanginya untuk datang tepat waktu.
Aku tak tahu itu semata-mata alasan yang ia buat agar tak dirundung, atau memang terjadi. Tapi tetap saja, ini adalah hal yang menyebalkan, ia sering sekali membuat kami menuggu.
Walau begitu, sepertinya saat ini aku sudah sedikit terbiasa sekarang.
Bel udah berbunyi, saat ini para murid sedang berbaris mengikuti upacara masuk. Karena aku dan Reinhard berbeda kelas, aku sama sekali tak bertemu dengannya. Jangankan bertemu dengannya, melihatnya saja aku belum sama sekali.
Aku kembali diserang oleh perasaan cemas.
“Bagaimana inI? Kemana anak itu…”
Upacara ini berlangsung tidak terlalu lama, mungkin karena acara utamanya adalah pertandingan di arena. Semua orang terlihat sangat menantikannya.
Walaupun aku pribadi ingin sedikit penguluran waktu sedikit lagi saja. Temanku yang bodoh itu sepertinya terlambat.
Dengan cepat aku menuju ke ruangan yang sebelumnya. Dia masih belum di sana.
“Ahh!!! Bagaimana ini…...!”
Aku hanya bisa berteriak frustasi.
Secara tiba-tiba, datang sebuah panggilan masuk ke Smartphone milikku. Aku langsung dengan sigap mengambilnya.
‘Reinhard’ itu adalah nama kontak yang tertulis dari orang yang sedang menelpon ku saat ini.
“Ini dia…!”
Aku langsung saja menjawab panggilan itu.
“Ah, Halo! Rei? Kau dimana sekarang…?”
Terdapat sebuah jeda dari pertanyaan ku dengan jawaban darinya.
“A-ahh, h-halo Sa-ii…”
“Jangan basa-basi! Kau saat ini sedang dimana...?”
“Be-begini saat ini aku sedang di-”
“Dimana?”
Aku memotong ucapannya secara riba-tiba
“Kantor polisi…”
Suasana tiba-tiba saja menjadi hening.
“Ehh…?”
Benar-benar hening, aku bahkan sama sekali tidak mendengar sepatah suara apapun dari Rei setelah mengucapkan hal itu. Kepalaku pusing, mencerna hal-hal yang sedang terjadi kali ini.
Harapanku yang ingin hari ini menjadi lancar, berubah menjadi berantakan.
“A-apa yang terjadi? Kenapa kau bisa ada di situ, hah!?”
Tanyaku kepada Rei.
“Panjang ceritanya, intinya aku secara kebetulan terlibat dalam suatu kasus dan sekarang aku dimintai keterangan sebagai saksi.”
“Apa? Bagaimana itu bisa terjadi? Memangnya kau terlibat kasus seperti apa?”
“Itu tidak penting! Pokoknya, aku akan sedikit terlambat datang kali ini, tolong bilang ke panitia, maaf!”
Dia menutup teleponnya segera, dan aku hanya bisa terdiam di situasi seperti ini. Memang ini bukan pertama kalinya terjadi.
Seperti yang kubilang sebelumnya, Ia seakan-akan ditakdirkan untuk datang terlambat.
Dari SMP dulu Rei sering kali melakukan sebuah aksi-aksi heroik, untuk menggagalkan sebuah upaya kejadian kriminal kecil yang sudah marak terjadi di daerah ini. Seperti penjambretan, pembullyan, pemalakan, dan lain sebagainya
Aku juga salah satu orang yang pernah ia selamatkan dulu. Kejadian itu adalah satu-satunya hal saat ini yang membuatku masih respect kepadanya. Menyampingkan tentang sifat dan kepribadiannya, Rei adalah orang yang sangat baik.
Oke kembali ke masalah utamanya.
“Apa yang harus kulakukan sekarang…”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Aiqo Hamada
first walaupun telat
2021-11-18
1