New Happiness, Begins

Wanita itu berhenti dan berbalik. "Ya?"

"Kami berharap kau dapat memberi masukkan untuk klinik yang akan kami bangun."

Mata wanita itu menyampaikan kejengkelan mendalam, ia akhirnya mengangguk cepat. "Tentu." Lalu ia memberi isyarat ke arah asrama. "Aku harus kembali."

David tersenyum lebar. "Aku akan menemanimu berjalan."

Ia mendekati Kendall, tetapi dari bahasa tubuhnya, ia tahu wanita itu tidak senang. Dokter Jenner berjalan mendahului, tetapi David bisa menyusul.

"Kelompokmu tadi sempat membuat kami panas dingin."

"Mereka bukan kelompokku," tukas Kendall tajam

"Kami senang kalian semua akan tinggal."

"Kau tahu aku tidak akan tinggal," tegur Kendall

"Tapi mereka tidak tahu ya?"

Bibir Kendall mengatup rapat. "Tidak, belum."

"Jadi sampai mobilmu siap, bersediakah kau membantu pembangunan klinik itu?"

"Kurasa aku tidak punya kegiatan lain yang lebih seru," sahut Kendall lesu

"Untuk sementara, kami akan memindahkan semua persediaanmu ke salah satu kamar kosong di lantai satu agar kau memiliki privasi memeriksa pasien."

"Omong-omong soal pasien, kudengar ada pekerja yang cidera tadi pagi. Kenapa aku tidak dipanggil?"

David tidak ingin memberitahu bahwa para pekerja tidak ingin wanita itu dipanggil dan sebagai ganti meminta Kristofer untuk merawat luka dan memar mereka. "Luka-luka mereka tidak serius, hanya goresan."

"Begitu ya," timpal Kendall dengan nada tak percaya.

"Mereka kuat-kuat dan sudah biasa menahan luka kecil."

Mereka sudah sampai di asrama, Kendall berhenti di pintu, terlihat jelas tidak ingin David ikut masuk. Hidungnya mengernyit. "Bagaimana khasiat minyak evergreen itu?"

David merasa tidak enak. "Tidak semanjur obat yang kau beri."

Alis Kendall terangkat. "Sudah kuduga. Nah, kalau kau tak keberatan, aku akan membuat daftar hal-hal yang akan dibutuhkan oleh klinik baru kalian."

"Boleh aku membantu?"

"Tidak." sahut Kendall blak-blakan

Ketika Kendall hendak berbalik, David berkata, "Dokter Jenner, aku minta maaf karena selalu membuatmu jadi pusat perhatian."

Ekspresi Kendall menunjukkan bahwa David tidak dimaafkan. Itu membuat David bertanya-tanya lagi situasi apakah yang Kendall tinggalkan di Denville, yang kini ingin membuatnya kembali.

Kendall menunjuk ke gips David. "Sebaiknya kau tidak menumpukkan berat ke kaki." Ia masuk ke asrama dan menutup pintu di belakangnya.

Dalam perjalanan pulang ke kantin, David melewati Hailey, yang sudah berhenti untuk tersenyum genit kepadanya. "Kau mau menemani kami berbelanja ke Atlanta besok?"

Sesaat, David senang perhatiannya teralihkan oleh kecantikan wanita itu. Tak ada yang lebih David sukai daripada menghabiskan sepanjang hari bersama wanita cantik yang ingin menghabiskan waktu bersamanya. Tapi ia harus mengawasi Kendall, siapa tahu sang dokter mengambil kesempatan untuk kabur.

"Terima kasih tapi saat ini aku benar-benar sedang kurang lincah," katanya sambil tertawa kecil. "Hailey, sebaik apa kau mengenal Dokter Jenner?"

Hailey mengernyit sedikit. "Kami berteman, kurasa. Denville bukan kota besar, jadi setiap orang bisa di bilang saling mengenal."

"Bagaimana kisah hidupnya?"

"Kendall tidak memiliki rencana untuk ikut dengan kami sampai menit terakhir. Dulu ia punya tunangan."

David terkejut. "Bertunangan?"

"Dengan pengacara. Kelihatannya pria baik. Lalu Kendall tahu ia berselingkuh, jadi mereka berpisah. Kurasa Kendall hanya ingin menjauh dari semua gosip."

Jadi wanita itu datang untuk mengobati hati yang patah... dan sekarang berubah pikiran. Apakah kemarin di menara ia bicara dengan si mantan tunangan?

Apakah pria itu memintanya kembali?

"Terima kasih." Kata David sambil lalu.

"Kau ada rencana sore ini?" tanya Hailey sambil menyentuh bagian depan kaus David. "Mungkin kita bisa saling mengenal."

Dua menit yang lalu mungkin David pasti mengiyakan. Lalu kenapa tiba-tiba ide itu jadi tidak terlalu menarik? "Mungkin lain kali," ia mendengar dirinya berkata. "Ada banyak hal yang harus kubicarakan dengan kakakku."

Hailey mencebik. "Oke, lain kali kalau begitu."

David mengawasi kepergian Hailey, mengagumi ayunan bokong aduhainya. Wanita itu memiliki lebih banyak lekuk daripada jalan gunung. Bila situasi dengan dokter itu sudah terkendali dan gipsnya sudah di lepas, ia akan dengan senang hati menyusuri lekuk-lekuk itu. David mendesah. Saat ini, tugas memanggil.

Wanita-wanita itu sudah bubar dan meninggalkan kakaknya di depan kantin. Ia tampak benar-benar lesu.

"Bergembiralah," kata David, terpincang-pincang mendekati. "Mereka tetap tinggal,kan?"

"Dengan harga tinggi," bentak Harry sambil menunjuk daftar

"Itulah harga yang harus dibayar untuk membangun bisnis," timpal David kalem. "Memang perlu dilakukan."

"Apakah dokter kita tetap tinggal?" tanya Harry

"Ia menolak keras," David menghindar. "Tapi ia setuju untuk membantu rencana pembangunan klinik sampai mobilnya siap."

Harry menusuk David dengan jari. "Bekerja samalah dengan dokter itu, minta ia berpartisipasi di klinik. Aku akan menyuruh kru untuk mempercepat pembangunan klinik, mungkin setelah memiliki gedung untuk berpraktik, dokter itu makin ingin tinggal."

David berdecak sedih. "Kalau ada pasien. Tadi ia bertanya kenapa tidak diberitahu soal orang-orang yang terluka tadi pagi."

"Berarti kau punya tugas lain," kata Harry. "Mencarikan pasien untuknya."

...----------------...

Kendall berada di ruangan lantai satu yang sudah ditetapkan sebagai tempat peraktiknya, duduk di balik meja tulis kecil dan menekan-nekan keyboard komputer, memperpanjang daftar persediaan yang diperlukan untuk menyiapkan fasilitas medis dasar. Persediaan obat berjumlah sedikit yang ia bawa ditata sesuai seleranya di rak buku. Ranjang kecil sudah di masukkan ke sana, dan kursi-kursi untuk pasien sudah dijajarkan di koridor.

Asrama terasa sunyi karena tadi pagi, rombongan wanita yang berangkat untuk membeli persediaan sudah pergi. Tadinya ia berpikir untuk ikut pergi ke Atlanta, lalu menyewa mobil untuk kembali ke Denville.

Tapi itu artinya ia harus memakan lebih banyak waktu pada perjalanan yang sudah cukup panjang, lalu bagaimana ia bisa mengambil kembali mobilnya? Lagi pula ia sudah berjanji bahwa selama mobilnya di perbaiki, ia akan berusaha sebisanya membantu pendirian klinik di tempat itu.

Ia melirik ke arah baju kerja David yang sudah usang, terlipat di sandaran kursi dan tanpa sadar mengambilnya. Penasaran apa yang sudah menyebabkan sobekan bergerigi di bagian bahu dan noda kehijauan di manset.

Sebuah suara membuyarkan lamunannya. Bukan klakson mobil, tapi mirip. Dan mendesak. Kendall berjalan ke jendela, mengintip ke luar, dan melihat David duduk di ATV, melambai ke arahnya. Pria itu memberi isyarat agar ia keluar.

Perut Kendall agak melilit membuatnya ragu-ragu. Tadi malam ia terjaga memikirkan mantan tunangannya, merasa sangat kesepian... lalu pikirannya melayang pada David dan ciuman salah tempat itu, senyum nakalnya dan tekad pria itu untuk menebus kata-katanya. Kendall tidak mau menyukai David terlalu dalam, ini terlalu cepat batinnya.

...****************...