5 jiwa yang tertransmigrasi untuk meneruskan misi dan mengungkap kebenaran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kurukaraita45, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3 : Masalah Utama
...Petunjuk :...
..."Semua yang terjadi bukanlah kebetulan. Pasti ada sebab tertentu bagi hidupmu."...
..."Jadi dewasa itu gak enak ya? Kalo cape boleh kok istirahat, sampai kamu siap. Tapi satu hal yang gak boleh, gak boleh menyerah! Ada hal-hal yang perlu dijeda sebentar sebelum dilanjut lagi."...
...Akashi Sereyn Adhikari...
Hany memulai percakapan bersama Ayahnya, karena tak semestinya jika setiap makan tak dihiasi dengan canda tawa ataupun pembahasan sesuatu. Sudah semestinya ia bercerita hari-harinya kepada sang Ayah, yang selalu sigap mendengar keluh kesah anak perempuannya.
"Yah! Tadi ada siswa baru lho masuk kelasnya Hany," ungkapnya.
"Siswa baru? Siapa? Kok Ayah gak tau?" Hany menatap Ayahnya kebingungan.
"'Kan Hany belum cerita Ayah, gimana sih!" Jaindra menepuk jidatnya, seolah apa yang tadi dia ucapkan bukan kesengajaan.
"Jadi, siswa barunya itu seorang laki-laki Yah. Dia duduk di samping kiri aku, kalo yang aku lihat, sepertinya dia bukan pendiam tapi dingin. Namanya Akashi, Yah!"
"Akashi?"
Uhuk uhuk
Jaindra tersedak karena terkejut, dia langsung meminum air yang telah Hany ambilkan. Setelah batuk Jaindra mereda, Hany melanjutkan pembicaraannya.
"Setau orang-orang, Akas itu pindahan dari Jepang, tapi aslinya dia orang Indonesia." Hany melanjutkan menyuapkan nasi ke mulutnya.
"Begitu ya? Dia tampan?" Kali ini Jaindra bertanya dengan jarak yang lebih dekat, menatap mata anaknya. Seolah ingin kejujuran dari Hany.
"Tampan lah, orang dia laki-laki. Kalo dia perempuan pasti dia cantik," dalih Hany. Tak ada kebohongan yang ia ungkapkan, pun Jaindra percaya dengan anak gadisnya tersebut.
Wajah Jaindra menjadi datar, ia pun menghabiskan makanannya. Namun, pikirannya masih tertuju pada sebuah nama, Akashi.
Siapa dia? Mengapa sampai Jaindra tersedak mendengar nama itu?
...<•~•>...
Waktu malam telah tiba, matahari telah terbenam di ufuk Barat. Daisen. Dia menghabiskan malamnya dengan bersantai di atas balkon rumah, menetralkan kembali pikirannya yang sempat kemana-mana. Daisen meneguk kopi hangat yang telah ia siapkan, memajamkan matanya mencari ketenangan pada angin malam.
"Dar!" Seorang wanita mengejutkannya dari belakang.
Daisen tak menoleh sama sekali, ia telah mengetahui siapa dia. Sepupu yang selalu menjahilinya, di manapun Daisen berada selalu ada dia.
"Lisa! Bisa gak sehari lo jangan muncul depan gue gitu, kalo muncul pun jangan nyebelin." Ya. Itu adalah Callisany, dia sepupu Daisen satu-satunya.
Orang tua Lisa meninggal karena kecelakaan, membuat adik dari Ibunya Lisa---Ibunya Daisen---merawatnya hingga kini. Kejadiannya 5 tahun yang lalu, setelah ia lulus dari jenjang sekolah dasar.
Daisen yang terkenal dengan sikap dinginnya, nyatanya tidak ada kata dingin ketika bersama Lisa, hanya ada cuek-cueknya sedikit. "Ya, kalo gue gak jahilin lo, itu bukan gue dong!"
Daisen hanya diam, dia tak menghiraukan perkataan sepupunya. "Lo lagi kenapa sih? Lo boleh cerita sama gue," ajaknya.
"Biasalah, gue selalu heran sama mereka," keluhnya.
"Lo jangan terlalu mikirin perkataan mereka, mungkin lo selalu dituntut untuk sempurna oleh mereka. Gue yakin mereka sayang sama lo, keinginan mereka cuman gak mau lo salah jalan."
"Sa! Kadang gue ngerasa, mereka lebih sayang lo daripada gue. Gue ngerasa inscure," lirih Daisen.
"Lo salah besar! Mereka gak seperti yang lo pikirin, mereka menuntut hal yang sama, seperti ke lo. Hanya di depan lo mereka gak nyatakan langsung, karena mereka tau kalo lo akan marah, jika gue dituntut di depan lo."
Daisen mengembuskan nafasnya kasar, bukan hanya Celly yang dituntut untuk berprestasi. Bedanya, jika Celly tak pernah mendapatkan perhatian lebih, tetapi Daisen dan Lisa mendapatkan perhatian, namun selalu dituntut untuk sempurna di depan dunia.
Tidak ada yang mendapatkan kehidupan sempurna, bagi mereka karena setiap kegembiraan selalu ada kepedihan. Akashi yang mendapatkan perhatian dan tak dituntut untuk sempurna, ia tak pernah merasakan peran seorang Ayah. Begitupun sebaliknya dengan Evelyn. Bercelly yang tak pernah mendapatkan perhatian lebih dan selalu dituntut sempurna, meskipun kedua orang tua mereka lengkap. Sedangkan Callisany dan Daisen, mereka harus membayar biaya hidup. Orang tuanya mengatakan agar bisa disiplin, tetapi mereka juga dituntut untuk sempurna dan berprestasi.
...<•~•>...
Akashi menapakan langkah kakinya di atas tanah yang basah, akibat hujan sebelumnya. Setelah hujan mereda, ia langsung pergi keluar menemui seseorang. Tak jauh dari jarak rumahnya, ia memasuki kedai dengan nuansa alam yang indah.
Bertuliskan nama kedai Kuno, yang mana kedai tersebut adalah kedai yang telah dibangun lama, sekitar 20 tahun yang lalu.
Kakinya menapak di atas keramik, dingin ia rasakan saat pertama kali menginjak keramik tersebut. Seorang lelaki muda menyapanya, dari meja nomor 2. Akashi langsung menghampiri lelaki tersebut, ia langsung bertegur sapa dengan lelaki di depannya.
"Bang! Gue kangen banget sama lo, lo di sini okey 'kan?" Tanya Akashi setelah bertegur sapa.
Lelaki itu tersenyum. "Gue oke lah. Selama lo di sana, lo juga oke gak?" Lelaki itu menanyakan hal yang sama, dengan yang Akashi tanyakan sebelumnya.
"Oke lah, Bang Rayn sekarang lanjut kuliah di mana?"
Rayn Adhitama, adalah nama kakak Akashi. Usia mereka hanya terpaut 3 tahun, saat ini Rayn tengah menempuh pendidikan di Universitas Indonesia.
"Gue kuliah di UI (Universitas Indonesia), lo nyaman gak di sekolah Mama?" Tanya Rayn.
"Nyaman lah Bang!"
"Heh! Identitas aman 'kan?" Rayn menepuk pundak Akashi dengan pelan.
"Aman dong Bang, Mama juga gak pernah ngomong apapun ke mereka."
Rayn hanya menanggapinya dengan anggukan kecil, Akashi lekas duduk setelahnya. "Shi, ada banyak hal yang mau gue bicarain sama lo!" Rayn menatap adiknya dalam.
"Apa Bang?" Akashi sontak bertanya.
"Tapi, gue rasa gak di sini tempat buat kita ngomongin semuanya. Di kedai ini dekat rumah Mama, pasti kurang aman!" Rayn mengisyaratkan untuk mereka pergi dari sana.
"Oke Bang, gue paham! Mungkin kita butuh tempat yang lebih jauh dari rumah," ujarnya.
"Iya, tapi gak sekarang. Ini udah malam, Mama pasti nyariin kita. Lebih baik sekarang kita ke rumah dulu, besok gue cari tempat buat ceritain ke lo. Nanti Mama nyuruh satpam lagi buat nyari kita," tutur Rayn.
"Iya sih Bang, oke lah kita ke rumah aja dulu."
Akashi dan Rayn beranjak dari duduknya, mereka melangkahkan kaki keluar dari kedai tersebut. Langsung menuju kediaman, kediaman yang paling megah dari teman-teman mereka yang lain. Diisi dengan 12 satpam, 5 ART dan 3 tukang kebun.
Umur Akashi dan Rayn hanya terpaut 2 tahun, tetapi karena kejadian waktu itu, semuanya berubah. Hanya Rayn yang mengetahui mereka sebenarnya, bahkan Marseny pun tak mengetahuinya sama sekali.
...-ToBeContinued-...
...<•~•>...