"Aku ini gila, tentu saja seleraku harus orang gila."
Ketika wanita gila mengalami Transmigrasi jiwa, bukan mengejar pangeran dia justru mengejar sesama orang gila.
Note : Berdasarkan imajinasi author, selamat membaca :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mellisa Gottardo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
rumah orang gila
Xui berteriak sakit, matanya melotot ke atas merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya. Setelah Rui menarik jari telunjuknya, rasa sakit itu sirna seketika.
hoshh
hoshh
hoshh
"A-apa itu." Xui merinding, rasa sakit itu terekam jelas di ingatannya.
"Kau memiliki tanda keturunan SAH Xui, hanya saja tidak terlihat." Ujar Rui, berbalik memeriksa apakah nasi sudah matang.
"Kenapa tidak terlihat?." Tanya Xui, menyentuh dahinya.
"Karena kau lahir di luar pernikahan." Jawab Rui.
Deg.
Xui tersentak kaget, rasa malu menggerogoti jiwanya. Dia menanamkan pada dirinya jika dia harus sadar diri, jika bisa jangan sampai ada orang tau jika dirinya pangeran yang lahir di luar ikatan pernikahan. Xui ingin di kenal sebagai anak pedagang biasa.
"Tanda itu akan muncul jika kau sudah bertemu Kaisar. Pemberkatan yang hanya bisa di lakukan oleh Kaisar, dan namamu akan tergantung di kuil suci Kekaisaran." Ucap Rui, membawa sarapan untuk Xui.
"Begitu, terimakasih sudah menjawabku Ayah." Xui tersenyum palsu.
Xui makan sarapannya dengan lahap, setelah itu dia buru-buru berangkat sebelum terlambat. Rui menatap kepergian Xui dengan tatapan datar, tatapannya tiba-tiba mendingin keji.
"Pangeran yang kelahiran nya bahkan tidak di ketahui, bagaimana perasaan mu Xui?." Batin Rui.
Tidak lama berselang Ruby datang dengan wajah pucat dan lemas. Dia tetep memaksakan diri membuat donat dengan serius, kali ini Rui bekerja lebih banyak karena Ruby kehilangan tenaga.
Pesanan di selesaikan tepat saat siang hari, setelah semua pesanan diambil mereka berdua langsung tidur karena merasa sangat lelah. Xui pulang dari akademi, melihat rumah yang sepi dia hanya diam dan masuk ke kamarnya.
Wajah Xui pucat, keringat dingin membasahi tubuhnya. Xui terbaring tidak berdaya diatas ranjang, menyentuh kepalanya yang terasa sangat sakit. Dia merasa kesakitan, tapi tidak memiliki tenaga untuk berteriak.
"S-sakit."
"Ibu."
"Ayah."
"Tolong."
Wajah Xui semakin memucat dan nafasnya terengah, kantung matanya menghitam dan tubuhnya menggigil dengan hebat. Xui berpikir ajal sedang menjemputnya saat ini, dia meneteskan air mata dalam diam. Ingin memanggil dan melihat orangtuanya untuk terakhir kali.
Rui yang sudah bangun berniat pergi menuju ruang kerja, saat melewati kamar Xui dia mendengar suara Xui yang lirih. Rui mengetuk pintu, tidak ada sahutan dan hanya rintihan lirih. Rui membuka pintu secara paksa dan melihat Xui sudah terbaring pucat pasi.
"Apa yang terjadi padamu?." Kaget Rui.
"A..ayah." Xui bahkan kesulitan mengeluarkan suaranya.
"Tenanglah, tidak akan terjadi apa-apa." Ucap Rui tetap tenang.
Rui menempelkan jarinya di dahi Xui, tubuhnya terasa sangat dingin seperti es. Rui berusaha mencaritahu sumber masalahnya, tapi tidak di temukan apapun. Rui memejamkan matanya lalu membukanya dengan tajam, cahaya emas kemerahan menguar dan masuk ke dalam tubuh Xui.
"AAARRRRRGGHHHHHHHH."
"AAAAAKKKKHHHHHHH."
Xui berteriak keras, dia merasakan sekujur tubuhnya sakit dan remuk. Dia hanya bisa berteriak dan merasakan rasa sakit yang menjadi berlipat ganda, darah keluar dari mulut, hidung bahkan mata Xui.
"Jangan melawan, terima kekuatanku." Ujar Rui, berusaha tetap fokus.
Xui berusaha mengatur nafasnya, dia merintih kesakitan. Energi itu perlahan masuk dan menyelimuti tubuh Xui hingga tidak terlihat karena tertutup cahaya. Rui memfokuskan dirinya, memejamkan matanya dan berusaha mencari tahu masalah di tubuh Xui.
Rui mengerutkan dahi, dia bisa melihat jantung yang memompa begitu cepat. Aliran darah yang kacau, dentian bawah dan tengah yang bergetar tidak kondusif. Rui baru pertama kali melihat yang seperti ini.
Saat Rui merasa kebingungan, dia melihat jika energi dalam miliknya masuk ke arah Dentian bawah milik Xui. Dia berputar dan membentuk bulatan energi yang memiliki gradasi warna, Rui heran karena merasa energinya tersedot dan dia mulai merasa kelelahan.
"Ini buruk, apa yang sebenarnya terjadi?." Gumam Rui.
Krakk
Terdengar suara retakan, Rui berusaha mencari dimana retakan itu terjadi. Tapi dia tidak melihat apapun, benar-benar bersih dan tidak ada Keretakan apapun.
Prangg
DUUARRR
Suara ledakan besar terdengar, Rui memuntahkan seteguk darah sedangkan tubuh Xui masih di selimuti cahaya. Perlahan cahaya itu meredup dan tubuh Xui terlihat semakin jelas.
Rui melotot saat Xui tiba-tiba telanjang, bahkan rambut hitam panjang miliknya sudah berantakan menutupi wajahnya. Rui buru-buru memakaikan celana pada Xui, lalu menyelimutinya dengan selimut.
Memeriksa denyut nadi Xui yang sudah stabil, Rui kemudian pergi ke ruang kerjanya. Dia memulihkan tenaga dalamnya disana, Rui bermeditasi sambil memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada Xui hari ini.
Ruby terbangun di kamar utama saat hari sudah gelap. Dia merasa perutnya lapar jadi buru-buru pergi ke dapur, mengambil sisa donat dan mengganjal perutnya.
"Sepi banget, pada kemana manusia." Ruby celingukan.
Ruby pergi menuju ruang kerja Rui, disana Rui masih bersemedi dengan fokus. Ruby masuk pelan-pelan, dia menatap dalam diam karena tidak mau mengganggu tapi enggan pergi juga.
Rui merasakan hawa keberadaan orang lain, dia buru-buru sadar dan berdiri. Tatapannya begitu tajam, tapi setelah melihat tampang bodoh Ruby yang menatapnya dengan polos. Rui langsung menghela nafas lega.
"Apa aku mengganggumu?." Tanya Ruby.
"Tidak." Jawab Rui.
Rui melangkah menuju meja kerjanya, dia berdiri dan mencari banyak catatan yang berjejer di atas meja. Ruby merasa penasaran jadi mendekat dan ikut mengamati.
"Apa yang sedang kau lakukan disini?.." Tanya Ruby.
"Ada hal yang terjadi pada Xui, aku tidak mendeteksi apapun tapi dia terlihat kesakitan." Ucap Rui.
"Apa?!! Lalu bagiamana keadaannya sekarang?." Kaget Ruby.
"Aku sudah membantunya sebisaku, kini dia sedang tertidur. Tenaga dalam ku juga terserap cukup banyak, aku belum bisa menduga apapun." Ujar Rui.
Ruby mendekat ke arah Rui, dia juga khawatir tapi tidak tau tentang kekuatan di zaman ini. Dia bahkan tidak mengerti apa kekuatan itu di butuhkan, dia pikir uang adalah segalanya.
"Aku masih belum begitu mengerti, tapi sebenarnya kekuatan macam apa yang ada di dunia ini?." Tanya Ruby.
"Kau bertanya seakan kau bukan berasal dari sini." Rui menatap Ruby dengan rumit.
"Apa kau ingin mengetahui sesuatu Rui?." Ruby mengelus dada bidang suaminya.
"Tentu, jika kau tidak keberatan." Jawab Rui.
"Sebelum itu coba katakan padaku, menurutmu aku ini wanita yang seperti apa?." Tanya Ruby.
"Setelah aku menggila, aku merasa ada satu hal yang sulit aku pahami tentang diriku sendiri. Aku merasa semua orang aneh dan berbeda dariku, tapi saat bertemu denganmu aku merasa kau bisa mengerti apa yang aku rasakan. Aku merasa kau sama denganku, bahkan sifat Xui pun terasa asing bagiku." Jujur Rui.
"Maksudnya kita sama-sama gila ya? memang hanya orang gila yang bisa mengerti sesama orang gila." Batin Ruby.
"Benar, aku juga gila sepertimu. Kegilaan ku apa? aku sendiri juga tidak bisa bicara secara spesifik, tapi aku akan selalu melakukan apa yang aku suka dan inginkan tidak peduli dengan pendapat orang lain tentangku." Ucap Ruby.
"Bukankah itu normal? semua orang juga melakukan hal yang sama." Ujar Rui.
"Jika dalam batas wajar tentu saja itu normal, tapi apa yang aku suka dan inginkan berbeda dengan manusia pada umumnya. Aku ingin memiliki suami yang kuat, tampan dan setia. Tapi meskipun kuat, suamiku harus berada di bawah kendaliku. Aku akan memukul, menyayat atau menghancurkan wajahmu jika kau berani mengkhianati ku. Aku tidak kekurangan harta, aku juga tidak butuh kekuasaan. Aku hanya ingin menjadi wanita yang mengendalikan hidupku sesuka hati, bagaimana? apa menurutmu aku waras?." Ujar Ruby tersenyum smirk.
"Aku mengerti sekarang, ternyata kita sama-sama gila." Ujar Rui, dia juga tersenyum tertarik.
"Jadi, apa tujuanmu saat ini? apa kau memiliki rencana yang menarik?." Ujar Ruby.
"Karena selama ini mereka menganggpku monster gila, maka aku akan menjadi yang mereka harapkan." Ujar Rui.
"Wah itu menarik, apa kau akhirnya memutuskan untuk menjadi penjahatnya sekarang?." Ruby tersenyum evil.
"Ruby, ayo bangun Kekaisaran baru denganku." Ucap Rui, menggenggam tangan Ruby.
"HAHAHAHAHAHAHAHA, Itu ide gila yang menarik. Apa kau ingin membalas mereka dengan kekuasaan yang sama?." Ruby tertawa bahagia.
"Ya." Jawab Rui.
"Baiklah aku akan membantumu, tapi kita harus tetap menggunakan topeng. Saat ini kita masih di wilayah Fanglin, jadi kita harus tetap menjadi penjual donat yang tenang dan tidak mencurigakan. Xui juga sepertinya sudah nyaman belajar di Akademi Fanglin. Kita akan memulai semuanya dari balik bayang-bayang dan rahasia." Ucap Ruby.
"Benar, tapi ini memerlukan banyak waktu dan tenaga." Ucap Rui.
"Rui, aku tidak mau menjadi Kaisar jadi aku ingin kau yang menjadi Kaisar meskipun aku mendukungmu secara penuh. Tapi, kekuasaan mutlak tetap berada di tanganku. Apa kau tidak masalah menjadi Kaisar boneka di bawah kendaliku?." Ucap Ruby, duduk di meja kerja Rui dengan aura dominan.
"Tentu, yang mulia." Rui mengecup jari-jemari Ruby.
"Bagus, jadi apa rencanamu?." Tanya Ruby.
"Aku akan membangun kekuatan rahasia yang cukup tangguh, mungkin akan terbentuk sekitar 2 tahun. Aku akan menggunakan kekuatan itu untuk menaklukkan satu wilayah kekaisaran, membangun Kekaisaran baru dan mulai melakukan balasan." Ucap Rui.
"Aku kurang setuju." Ucap Ruby.
"Apa kau takut pasukanku akan kalah saat menaklukkan wilayah?." Tanya Rui.
"Bukan hanya itu, di Istana Fanglin ada adikmu yang cukup baik. Apa kau yakin ingin menghancurkan rumahnya?." Tanya Ruby, isi pikirannya susah di tebak.
"Itu resiko keputusannya, jika dia memilih menjadi musuh maka aku harus membunuhnya." Ucap Rui.
"Sebentar, dari badai kita membantai lebih baik kita bermain dengan licik. Bukankah lebih menyenangkan menggerogoti perlahan dibandingkan meledakannya." Ruby tersenyum smirk.
"Apa yang kau maksud?." Rui bingung.
"Aku akan membantumu membuat pasukan yang kuat, tapi kita tidak akan membangun Kekaisaran baru. Kita hanya menyimpan kekuatan besar yang setara satu Kekaisaran, aku ingin kau kembali ke Istana Fanglin dan merebut mahkotamu." Ucap Ruby.
Rui menatap penuh pertimbangan, dia sendiri bisa saja dengan mudah merebut posisi itu. Tapi masalahnya dia sudah tidak tertarik dengan Fanglin, menurutnya wilayah ini adalah alasan sakit hati dan penderitaannya. Dia ingin mengajukan wilayah ini hingga rata dengan tanah.