Ketika dendam dan cinta datang di waktu yang sama, pernikahan bak surga itu terasa bagai di neraka.
“Lima tahun, waktu yang aku berikan untuk melampiaskan semua dendamku.”_ Sean Gelano Aznand.
“Bagiku menikah hanya satu kali, aku akan bertahan sampai batas waktu itu datang.”_ Sonia Alodie Eliezza.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 : Perubahan Drastis
...🌼...
...•...
...•...
Sean dan Sonia siap dengan segala keperluan pernikahan, mereka memutuskan untuk menikah saja tanpa ada resepsi karena memang tidak ada keluarga inti yang akan mereka undang. Kalau Sonia jelas dia sebatang kara, tapi Sean, dia tidak berniat sama sekali untuk mengundang keluarganya sendiri
Hari pernikahan mereka tiba. Walaupun hanya sekadar akad nikah saja tanpa resepsi, tapi Sonia sangat bahagia sekali, jantungnya berdegup kencang. Sebentar lagi dia akan menjadi istri seseorang.
Pernikahan mereka hanya dihadiri oleh beberapa karyawan kantor Sean dan juga Sonia, terutama Vanno— dengan hati yang hancur dan terluka. Vanno memaksakan hadir di hari pernikahan tersebut untuk menghargai dan menghormati rekan kerja sekaligus sekretarisnya.
"Wah, cantik banget calon istrinya Sean," puji Kenzo yang sangat lancang memasuki kamar rias Sonia. Mereka sudah dekat semenjak kembali dengan Sean.
"Kenzo, kamu datang?" sambut Sonia dengan wajah yang berbinar.
"Jelaslah, ini sekarang aku di sini," balas Kenzo.
"Soalnya Sean bilang kamu sibuk di London."
"Masa teman sendiri menikah aku tidak hadir? Sesibuk apapun, aku akan sempatkan."
"Hehe, iya juga. Makasih ya, Ken. Selama ini kamu selalu membantu aku dan Sean."
"Santai aja, Sonia. Aku mau lihat Sean dulu ya."
"Iya."
Kenzo mendatangi Sean yang sedang duduk termenung. Acara pernikahan mereka diadakan di Bandung.
"Cie elah, yang mau nikah, kenapa wajah kau murung begini?" ledek Kenzo, lalu ikut bergabung dengan Sean. Mereka berdua menyalakan rokok.
"Nervous ya? Santai aja kali, ini acara pernikahan, bukan acara pemakaman bro. Ceria dikit dong." Kenzo tak hentinya meledek Sean, tapi wajah Sean hanya menampilkan ekspresi datar.
"Siapa yang nervous? Kenapa hatiku tiba-tiba ragu untuk menikahi Sonia ya, Ken?" Kenzo menatap kaget Sean.
"Hah? Kau jangan bercanda, Sean. Ini hari pernikahanmu, harusnya menjadi hari bahagia untukmu dan Sonia. Apa yang membuatmu ragu?" tanya Kenzo penasaran, karena selama ini yang dia tahu, Sean sangat mencintai Sonia, bahkan pria itu hampir gila ditinggalkan oleh Sonia.
Walaupun Kenzo dari semula tidak mengetahui hubungan awal mereka berdua, karena dulunya Kenzo saat SMP sudah pindah ke London.
"Aku masih ingat perselingkuhan Sonia dengan papa waktu itu, yang mana Nila bilang kalau dia memergoki Sonia bersama dengan papa di kamar hotel. Aku tidak tahu kenapa, tapi hatiku awalnya tidak percaya dengan semua itu sampai aku melihat dengan mata kepalaku sendiri papa menjemput Sonia dari kampusnya dan aku mengikuti mereka," tutur Sean mengingat masa lalu yang memang kenyataannya demikian.
"Lalu? Apa yang kau lihat?"
"Aku melihat mereka masuk ke dalam hotel, papa juga menggandeng tangan Sonia seperti sepasang kekasih."
"Apa kau sudah mempertanyakan hal ini pada Sonia?"
"Tidak, aku tidak mau mempertanyakan hal itu."
"Ya sudah, kau tanyakan saja padanya, ada hubungan apa antara dia dengan papamu. Jangan sampai hanya karena kecurigaan ini, kau jadi kehilangan Sonia lagi."
"Aku akan bertanya jika waktunya sudah tepat nanti."
"Lalu? Apa yang akan kau lakukan sekarang?"
"Ya menikahinya lah."
"Dasar taik," umpat Kenzo.
Tamu yang hadir menjadi saksi sakralnya pernikahan Sean dan Sonia. Sonia menitikkan air mata bahagia saat mencium tangan Sean yang sudah sah menjadi suaminya.
Selama acara berlangsung, Sean tidak menampakkan raut wajah bahagia, seakan dia terpaksa untuk menikah. Hal itu dirasakan oleh Sonia yang sedari akad nikah tadi, sama sekali tidak melihat kebahagiaan di wajah Sean.
"Kamu kenapa sih, Sean? Kok aku perhatikan dari tadi kamu murung gitu?" tanya Sonia.
"Gapapa," jawab Sean singkat dan ketus.
Setelah acara selesai, Sean membawa Sonia ke hotel yang sudah dia booking untuk malam pertama mereka. Dia tidak membawa Sonia ke rumah karena merasa, Sonia tidak pantas berada di rumahnya.
"Besok kita balik ke Jakarta, aku ada pekerjaan penting," kata Sean dengan nada dingin tak terbantahkan. Sonia mencoba untuk mencari tahu kenapa dengan suaminya. Dia duduk di samping Sean dan bertanya dengan hati-hati agar Sean tidak tersinggung.
"Kamu kenapa sih Sayang? Kok aku perhatikan dari tadi mood kamu jelek banget, aku ada salah ya sama kamu?" Sonia mulai merasa tidak nyaman dengan sikap Sean ini.
"Nggak ada kok, aku hanya lelah, pengen tidur." Sean merebahkan tubuhnya tanpa mempedulikan Sonia.
"Masak iya malam pertama kita sedingin ini sih Sayang, kamu nggak pengen romantis-romantisan dulu apa? Atau kita ngobrol gitu."
"Aku capek, Son. Kamu mending tidur deh, besok pagi kita harus berangkat kan," bentak Sean. Sonia yang kaget mendapat bentakan itu seketika menangis dalam diam. Dia tidak menyangka dengan perubahan Sean yang begitu drastis padanya.
"Malam pertamaku hambar ternyata," gumam Sonia yang masih bisa didengar oleh Sean.
...***...
Suara azan sudah berkumandang, Sonia bangun dari tidurnya dan akan menunaikan shalat subuh. Dia membangunkan Sean yang masih tidur agar bisa menjadi imamnya.
"Sayang, udah subuh, ayo bangun." Sean membuka matanya dan memandang malas ke arah Sonia lalu tidur lagi.
"Kamu itu hobi banget ya ganggu ketenangan orang. Kalau mau shalat, ya shalat aja sendiri," bentak Sean dengan mata yang tertutup lalu membelakangi Sonia.
"Maaf kalau kamu keganggu, tapi ini udah masuk waktu subuh, kamu nggak mau jadi imam aku dalam shalat?"
"Ya ampun Sonia, kamu kan bisa shalat sendiri. Kalau mau pakai imam, ya sana ke masjid," bentak Sean lagi. Sonia tidak habis pikir dengan sikap Sean yang tiba-tiba berubah seperti ini, dia seperti tidak menikahi Sean yang dulu. Seakan di hadapannya sekarang adalah orang lain yang tidak Sonia kenali.
"Kamu ini kenapa sih? Kalau aku ada salah sama kamu, ya tolong kasih tahu aku, jangan tiba-tiba berubah tanpa sebab begini, Sean. Aku salah apa sama kamu?" tanya Sonia dengan air mata yang tidak mampu dia tahan lagi.
Sean bangkit dari tidurnya dan langsung melayangkan tamparan keras di pipi Sonia hingga Sonia terjatuh menghantam lantai.
"Jangan berisik bisa nggak? Aku ini lelah dan butuh ketenangan, bawel banget jadi orang," gerutu Sean.
Sonia memegang pipinya yang terasa panas akibat tamparan dari Sean. Suaminya itu kembali melanjutkan tidur tanpa merasa bersalah sama sekali, sementara Sonia menunaikan shalat subuh sendiri dengan linangan air mata.
Semenjak kejadian subuh tadi, tidak ada percakapan yang terjadi antara Sean dan Sonia.
Sonia cukup takut memulai pembicaraan, dia takut Sean akan menamparnya lagi. Saking tidak inginnya berdekatan dengan Sonia, Sean bahkan duduk terpisah di dalam pesawat, membiarkan istrinya itu sendiri.
Perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan membuat Sonia sedikit pusing. Sean membawa Sonia untuk tinggal di rumah mewahnya yang ada di Jakarta. Mereka disambut oleh para pelayan di rumah itu.
"Tunjukkan kamar untuknya, Mosi," perintah Sean pada wanita paruh baya yang sudah menjadi kepala pelayan di rumah itu. Wanita tersebut bernama Khadijah, berusia 54 tahun tapi masih sangat kelihatan segar dan berwibawa.
Khadijah adalah ibu kedua bagi Sean, Khadijah lah yang merawat Sean dari kecil sampai sekarang. Dia memiliki panggilan khusus untuk Khadijah yaitu mosi, panggilan sayang dari Sean.