[BIJAK LAH DALAM MEMBACA] yang menceritakan tentang Jian yu seorang pekerja biasa Dengan gaji yang pas-pasan , dan saat dia pulang dia malah dihadang oleh sekelompok preman yg mabuk dan membentak nya untuk menyerahkan uang nya ,Jian yu yang tidak bisa melawan pun lari bukan Karena takut tapi Karena di sendirian dan mereka bertiga, mau tidak mau tidak ia harus melarikan diri tapi, pelarian nya itu sia sia Karena salah satu preman berhasil memukul nya dan membuat nya jatuh dan setelah itu dia di buang oleh Meraka , dan saat Jian yu membuka matanya kembali dia sudah tidak berada di bumi kagak melainkan berada di dunia yg tidak dia kenal dan mendapatkan sistem terkuat yg akan merubah hidup nya kedepan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FAUZAL LAZI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 10
Hari perlahan-lahan mulai gelap. Suasana Kota Tianlong berubah menjadi ramai dengan hiruk-pikuk malam. Orang-orang keluar rumah: ada yang minum-minum di kedai, ada yang menuju rumah bordir, ada yang masih berdagang di pinggir jalan, dan ada pula yang berjudi atau bertaruh kecil-kecilan. Lampu minyak berderet di sepanjang jalan, menambah semarak kehidupan malam kota besar itu.
Jian Yu berdiri di tengah jalan utama, matanya berkilat kagum. “Benar-benar kota yang ramai dan hidup,” gumamnya pelan sambil mengusap perutnya yang berbunyi pelan. “Oke, pertama-tama kita cari penginapan yang murah, lalu isi perut yang sudah keroncongan.”
Ia berjalan menyusuri jalan utama sambil melihat ke kiri dan kanan. Saat itu, panel sistem tiba-tiba muncul di hadapannya.
[Tuan, saya memiliki saran untuk penginapan murah. Dari tempat tuan berdiri, berjalanlah lurus lalu belok kiri ke gang sempit. Di sana ada penginapan yang nyaman dan harga terjangkau.]
“Bagus, pemandu yang berguna juga kadang,” ucap Jian Yu sambil tersenyum kecil. Ia segera mengikuti petunjuk sistem dan tiba di sebuah penginapan sederhana namun bersih. Suasana di sana tenang dan tidak terlalu ramai.
Seorang pelayan menyambutnya ramah. “Selamat datang, tuan. Mau sekadar makan, atau ingin menginap juga?”
“Aku mau dua-duanya,” jawab Jian Yu sambil duduk di pojok ruangan. “Satu malam berapa?”
“Cukup lima koin perak saja, tuan,” jawab si pelayan.
Jian Yu langsung mengeluarkan lima koin perak dan meletakkannya di atas meja. “Baik, ini uangnya.”
Pelayan itu mengambil koin dengan senyum sopan. “Mohon ditunggu sebentar, tuan.”
Beberapa saat kemudian, makanan hangat datang. Jian Yu langsung menyantapnya dengan lahap tanpa banyak bicara. Aroma daging panggang dan nasi hangat memenuhi udara.
“Hah... akhirnya bisa makan makanan enak,” gumamnya puas. Ia meneguk teh hangat yang disajikan, lalu berdiri dan menuju meja resepsionis untuk mengambil kunci kamar. Setelah menerima kunci, ia langsung menuju kamar dan beristirahat.
Di dalam kamar yang tenang, Jian Yu duduk di tepi ranjang, tampak bengong. “Apa yang harus kulakukan malam ini...” ucapnya pelan, lalu teringat sesuatu. “Sistem, ada tidak pil yang bisa meningkatkan kultivasi?”
Panel sistem muncul di depannya.
[Tentu ada, tuan. Tapi pil tersebut harus dibeli melalui toko sistem. Satu pil terobosan tingkat menengah seharga 20 poin pengalaman.]
“Baiklah, aku beli dua,” ucap Jian Yu tanpa ragu.
[Dua pil terobosan tingkat menengah dibeli. Total: 40 poin pengalaman.]
Dalam sekejap, botol giok kecil muncul dan melayang ke tangan Jian Yu. Isinya dua pil berwarna biru keperakan yang memancarkan energi kuat.
Tanpa pikir panjang, Jian Yu langsung menelan keduanya sekaligus. Ia duduk bersila dan mulai menyerap energi dari pil tersebut.
Tubuhnya langsung bergetar hebat. Dua pil tingkat menengah itu melepaskan energi dahsyat di dalam Dantian, bagaikan dua naga kecil yang saling bertabrakan. Energi liar itu membuat aliran Qi-nya kacau. Jian Yu menggertakkan gigi, menahan tekanan hebat agar tidak kehilangan kendali.
Keringat deras mengucur, membasahi seluruh tubuhnya. Cahaya biru keperakan mulai muncul dari pori-porinya, membentuk lapisan tipis di kulitnya seperti kabut bercahaya. Energi itu menembus tulang dan otot, bahkan meresap hingga ke sumsum tulang.
Crack… crack… suara retakan halus terdengar dari dalam tubuhnya, seolah tulang yang lama kaku kini dilenturkan kembali. Rasa sakitnya tajam, namun di balik itu kekuatannya meningkat pesat.
Napas Jian Yu semakin mantap. Aliran Qi yang tadinya liar kini perlahan menuruti kendalinya. Dua pusaran energi besar terbentuk di Dantian, lalu menyatu menjadi satu aliran yang stabil.
Setelah hampir dua jam, matanya terbuka perlahan. Sorot matanya tajam dan dalam, berkilau seperti kilatan listrik. Ia merasakan perubahan besar dalam tubuhnya.
“Pengolahan Dantian tingkat lima… dalam waktu singkat,” gumamnya dengan senyum puas.
Panel sistem kembali muncul.
[Tuan, tubuh Anda berhasil menstabilkan dua pil sekaligus. Kondisi fisik meningkat, kecepatan pemulihan luka naik, dan batas penyimpanan Qi bertambah. Namun, metode ini sangat berisiko. Mohon jangan diulangi sembarangan.]
Jian Yu mengangguk pelan. “Mengerti. Untung saja berhasil.”
Ia menutup panel sistem dan merebahkan diri di tempat tidur. Malam itu ia tidur dengan nyenyak, tubuhnya terasa ringan dan segar ketika bangun keesokan paginya.
Saat keluar dari penginapan, Kota Tianlong sudah kembali ramai. Pedagang memenuhi jalan, kain warna-warni menghiasi lapak mereka. Bau makanan menggoda dari segala arah—kue manis, sate daging panggang, hingga teh hangat yang mengepul.
Perutnya sudah kenyang dari sarapan sederhana, tapi matanya sibuk memperhatikan hiruk-pikuk pasar. “Aku harus menjual pedang kualitas rendah ini dulu,” gumamnya sambil membuka inventori sistem. Sebilah pedang sederhana muncul di tangannya, logamnya berkilau samar.
Ia berjalan ke jalan tempat para pandai besi dan penjual senjata berkumpul. Banyak kios menampilkan tombak, pedang, dan busur. Suara tawar-menawar terdengar di mana-mana. Jian Yu memilih satu kios yang cukup ramai.
Pria berotot dengan lengan penuh bekas luka menyapanya. “Silakan, anak muda. Mau beli senjata atau menjual?”
“Menjual,” jawab Jian Yu singkat sambil meletakkan pedangnya di meja.
Pria itu meneliti bilahnya, lalu mengangguk. “Pedang kualitas rendah, tapi cukup kuat. Aku bisa bayar tiga koin perak. Setuju?”
Sebelum Jian Yu menjawab, seorang pemuda berpakaian mewah datang. Jubah birunya berbordir naga emas—jelas dari keluarga terpandang. Ia menatap pedang itu, lalu menatap Jian Yu dengan senyum meremehkan.
“Hanya pedang sampah seperti itu? Pantas saja wajahmu asing. Dari desa terpencil, ya?”
Jian Yu hanya melirik, tak tertarik berdebat. “Aku hanya menjual pedang, bukan mencari masalah.”
Pemuda itu menepuk bahu Jian Yu dengan kasar. “Kalau kau punya nyali, bagaimana kalau kita bertaruh? Duel singkat di arena kecil ujung pasar. Kalau kau menang, aku bayar pedangmu sepuluh koin emas. Kalau kalah, pedang itu milikku gratis.”
Pria pemilik kios terlihat cemas. “Tuan muda Wei Han, jangan bikin keributan di tempatku. Kalau ada darah tumpah, penjaga kota bisa datang.”
Wei Han tersenyum angkuh. “Tenang, hanya duel ringan.”
Jian Yu menatapnya datar. Penonton mulai berdatangan, berbisik pelan. “Itu Tuan Muda Wei Han dari keluarga Wei. Katanya sudah di tahap Penyerapan Qi tingkat tiga. Anak itu bisa celaka.”
Jian Yu menarik napas dalam. “Baik. Tapi kalau kau kalah, jangan ingkar janji.”
Wei Han tertawa. “Kau akan menyesal.”
Arena kecil di ujung pasar segera penuh. Lantai tanah dikelilingi pagar kayu sederhana. Mereka berdua berdiri saling berhadapan, sorotan mata penonton tertuju pada mereka.
Wei Han mengeluarkan pedang tipis berkilau, sedangkan Jian Yu menghunus pedang sederhananya.
Serangan pertama datang cepat. Wei Han menebas dengan teknik dasar keluarga Wei. Jian Yu menangkis, suara logam beradu memercikkan bunga api kecil.
Serangan demi serangan datang tanpa henti. Jian Yu menganalisis setiap gerakan lawan. Tekniknya bagus, tapi terlalu percaya diri, batinnya.
Ia menangkis, memutar pergelangan, lalu mendorong balik. Wei Han tersentak mundur beberapa langkah, matanya terbelalak.
Wajahnya memerah karena malu. Ia memusatkan Qi ke pedangnya, bilahnya berkilau terang. Ia menyerang cepat, tusukannya mengarah langsung ke jantung Jian Yu.
Jian Yu mengelak ke samping, lalu membalas dengan tebasan horizontal kuat. Bilah pedang mereka beradu keras, dan pedang Jian Yu yang sederhana justru membuat pedang Wei Han bergetar hebat.
“Mustahil… kekuatanmu—” Wei Han tak sempat menyelesaikan kalimatnya karena Jian Yu langsung menendang perutnya keras. Tubuhnya terlempar dan jatuh berguling di tanah.
Arena mendadak hening, lalu sorakan membahana dari penonton.
Pemilik kios datang menghampiri sambil membawa sepuluh koin emas. “Kemenangan bersih. Pedangmu juga tetap laku,” katanya sambil menyerahkan uang itu ke tangan Jian Yu.
Jian Yu mengangguk singkat, memasukkan koin ke sakunya, lalu menatap Wei Han yang masih meringis di tanah. “Ingat, aku tidak mencari masalah. Tapi kalau kau cari, aku tidak akan mundur.”
Wei Han hanya bisa menggertakkan gigi, menahan malu.
Jian Yu pun meninggalkan arena dengan langkah tenang, menyusuri jalan utama Kota Tianlong yang kembali dipenuhi sorak-sorai para pedagang dan warga yang masih membicarakan pertarungan singkat itu.